Aku berumur lima tahun saat itu. Masih sangat dini bukan? Bahkan aku masih duduk di taman kanak-kanak.
Sebagian besar hariku hanya untuk bermain. Aku bebas, bagai sebuah burung di angkasa.
Aku memiliki teman bernama Fitra. Dia tetanggaku, kami sudah berteman sejak bayi. Kami tumbuh bersama, bahkan orang-orang sekitar sangat hafal dengan kami berdua.
Jika ada Fitra, pasti di situ ada aku. Aku perempuan dan Fitra laki-laki, tapi kami tidak mempermasalahkannya. Asalkan kami nyaman bermain, itu sudah cukup.
Suatu sore, kami bermain pasir di halaman rumahku. Awalnya tidak ada yang aneh, semua berjalan dengan baik-baik saja. Sampai seorang anak laki-laki berbaju kuning mendatangi kami.
Wajahnya asing. Aku tidak pernah melihat dia di lingkungan rumahku sebelumnya.
Aku dan Fitra hanya diam dan saling pandang. Dari tatapan Fitra aku dapat mengartikan kalau dia juga sama bingungnya denganku.
Siapa anak itu?
Anak berbaju kuning itu tersenyum lebar kepada kami. Dia tidak berbicara apa pun.
Tanpa bertanya dia menaiki ayunanku yang ada di bawah pohon rambutan.
Aku dan Fitra masih diam dan terus menatap anak berbaju kuning itu. Dia sungguh hiperaktif.
Mungkin karena terlalu senang bermain dengan ayunanku, dia sampai membuatnya terputus. Bahkan batang pohon tempat menali ayunan itu juga terjatuh.
Aku terkejut, untung saja batang pohon itu tidak menimpa kepalanya.
Anak berbaju kuning terlihat terkejut dan diam beberapa saat, sampai akhirnya dia menunjukkan cengirannya lalu pergi.
Sekali lagi aku dan Fitra saling pandang tak mengerti.
********
"Sindy, bukankah dia anak yang waktu itu?" Aku menoleh ke arah yang Fitra tunjuk.
Hari ini adalah hari pertama aku dan Fitra masuk SD. Tentu saja kami selalu berdua, karena memang belum ada teman baru yang berkenalan.
"Aku rasa iya." Aku lebih menajamkan mataku pada anak laki-laki yang ditunjuk Fitra.
Anak itu sedang menikmati jajanan berbentuk serbuk di salah satu warung yang ada di kantin sekolahku.
Dia, anak laki-laki yang memutuskan ayunanku. Sungguh kebetulan yang luar biasa bisa bertemu lagi dengannya.
Anak laki-laki itu meninggalkan warung dan berjalan ke arah kami. Aku kira dia akan melewati kami begitu saja, tapi dugaanku salah.
"Hai. Namaku Alka." Anak laki-laki yang baru kami tahu bernama Alka itu tersenyum lebar. Senyum yang sama saat pertama kali kami bertemu.
"Aku Fitra."
"Aku Sindy."
"Sampai bertemu di kelas." Alka lanjut berjalan meninggalkan aku dan Fitra.
Aku rasa, Alka memang bukan tipe anak pemalu sepertiku. Dia hiperaktif dan percaya diri. Aku belum pernah bertemu anak yang seperti dia.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Alka
Non-FictionIni bukan sebuah cerita drama. Ini hanya tentang Alka, Alka yang aku cinta.