Tak terasa aku sudah kelas dua, dan kehidupanku masih sama. Cukup menyenangkan untuk anak seusiaku.
Hari ini adalah hari minggu, saatnya untuk bermain sepanjang hari.
Pagi ini aku akan ke rumah Fitra. Aku ingin melihat kartun Spongebob bersamanya. Walaupun Spongebob hanya kartun busa berwarna kuning yang episodenya selalu diulang, aku tidak pernah bosan melihatnya. Fitra juga berpikiran sama denganku.Kenapa aku tidak melihatnya sendiri di rumah? Karena kurasa kurang seru jika hanya sendirian. Makanya aku lebih memilih melihat bersama di rumah Fitra.
Ini masih jam enam pagi, dan ibuku yang ingin berangkat bekerja memarahiku karena sudah pergi bermain sepagi ini. Bahkan aku belum mandi.
Namun, dengan sedikit rayuan aku berhasil mendapat izinnya. Ibu dan ayahku pergi bekerja, jadi aku di rumah sendiri. Bukankah lebih baik aku bermain saja?
Di rumah Fitra, aku disambut hangat oleh ibunya. Ibu Fitra sudah seperti saudara bagiku. Dia bahkan tidak pernah membedakan aku dengan Fitra.
Acara nonton Spongebob di rumah Fitra pun berlangsung tak ada halangan. Hanya saja, kartun itu sesekali kami acuhkan karena asik bermain dan mengobrol.
Setelah acaranya selesai, ibu Fitra meminta kita mandi. Aku dan Fitra pun mengiyakannya. Terpaksa aku harus pulang dan mandi dulu di rumah, kemudian kembali ke rumah Fitra.
Rumah Fitra bagaikan rumah kedua bagiku. Jika aku bosan sendiri di rumah, pasti aku akan ke sana.
Setelah mandi kami pergi bermain. Kami sering sekali melakukan kegiatan seperti ini di hari minggu atau hari libur lainnya. Jalan-jalan, bermain di rumah tetangga, ke sawah, dan kemanapun asalkan kami senang.
Kali ini aku dan Fitra bermain di rumah tetangga sebelah kananku. Di sana ada beberapa anak yang juga bermain.
Sebenarnya tetanggaku itu tidak memiliki anak kecil, tapi pohon sawo di depan rumahnya itu menarik minat anak-anak untuk bermain di sana. Jadi banyak anak-anak yang bermain di pohon itu. Pohon itu juga tak terlalu tinggi, jadi cukup mudah untuk anak-anak memanjatnya.
Aku dan Fitra segera memanjat dan duduk di tempat yang biasanya kami duduki, tapi Fitra terus saja berpindah-pindah. Kadang dia memanjat lebih tinggi, kalau kurang nyaman dia akan kembali turun ke batang yang lebih rendah.
Fitra itu pintar memanjat, jadi tak heran kalau dia bisa memanjat lebih tinggi daripada aku atau teman-teman yang ada di pohon ini.
"Eh, nanti thole Alka ulang tahun. Kita themua diundang," ucap seorang anak lelaki yang tidak bisa mengucap huruf r dan s secara benar, dia bernama Jaya.
"Jam berapa?" tanyaku penasaran.
"Jam dua."
"Kamu gak bohong 'kan? Biasanya kamu suka bohong," ujar Fitra dari atas.
"Enggak, benelan. Tadi ibunya yang bilang thama aku." Jaya berusaha meyakinkan teman-teman.
"Iya. Tadi aku bersama Jaya waktu ibunya Alka bilangin dia," kata anak bertubuh gempal dari bawah pohon yang bernama Tegar.
"Tuh, aku gak bohong, 'kan?"
Setelah mendengar perkataan Tegar, semua yang ada di tempat itu percaya.
*******
"Sindy!!!" Sebuah teriakan dari luar rumah membangunkan aku yang sedang tertidur.
Aku tahu suara itu, itu Fitra. Aku segera keluar walaupun masih dalam keadaan mengantuk.
"Ada apa?" tanyaku sembari mengucek mata.
"Kamu belum siap? Kita terlambat ke ulang tahun Alka."
"Astaga! Aku lupa. Tunggu sebentar, aku mandi dulu." Aku segera berlari ke kamar mandi dan bersiap-siap secepat mungkin.
Untung saja tadi siang aku sudah membungkus kado untuk Alka. Jadi aku hanya tinggal merias diri.
"Ayo cepat!" Aku dan Fitra segera berlari ke rumah Alka.
Sudah jam setengah empat, padahal tadi pagi Jaya bilang acaranya jam dua. Ini sungguh sangat terlambat.
Sampai di sana acara sudah dibubarkan. Aku ingin menangis rasanya. Antara malu dan menyesal karena datang terlambat. Setelah aku liat Fitra, ternyata dia juga ingin menangis sepertiku. Matanya sudah memerah.
"Sindy, Fitra. Ayo masuk, gak usah nangis. Ini makan kuenya." Ketika ibu Alka menyerahkan kue pada kami, tangisku dan Fitra pecah bersamaan.
"Tapi kami terlambat," ucap Fitra di sela tangisnya.
"Gak papa. Ayo dimakan kuenya. Kadonya kasih Alka di sana, ya?" Ibu Alka berkata lembut seraya menunjuk Alka yang sedang membuka kadonya.
Aku dan Fitra pun mengangguk dan menghampiri Alka.
"Alka, ini kado untukmu. Maaf ya kami telat," kataku pelan.
"Makasih, ya. Gak papa kok. Sini, kita buka kadoku bersama." Alka menggeser duduknya agar aku dan Fitra dapat duduk di sebelahnya.
"Hei, lihat! Ada yang mengado uang. Hahaha, lucu sekali." Alka tertawa ketika menunjukan uang itu pada aku dan Fitra.
Kami pun ikut tertawa ketika melihat uang itu. Tawa yang bukan disengaja. Kami seolah lupa akan kesedihan yang beberapa menit lalu kami alami.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Alka
Non-FictionIni bukan sebuah cerita drama. Ini hanya tentang Alka, Alka yang aku cinta.