Sudah satu semester aku di kelas satu. Sepertinya dua bulan lagi akan diadakan ulangan tengah semester genap, dan semuanya baik-baik saja.
Aku mempunyai cukup banyak teman di sini. Banyak teman yang dulu satu TK denganku, jadi aku sudah mengenal mereka.
Aku dan Fitra juga baik-baik saja, bahkan kami duduk bersama. Awalnya aku tidak duduk dengannya, aku duduk bersama Delia. Namun, wali kelasku meminta kita duduk bersama.
Aku juga menjadi juara kelas di sini. Mungkin itu alasan wali kelas memintaku duduk dengan Fitra, karena memang Fitra kurang bisa mengerti pelajaran saat itu. Dia mungkin mengira jika Fitra duduk denganku, dia akan ketularan pintar sepertiku.
Bukan berarti Fitra itu bodoh, dia hanya kurang mengerti. Jika mau menjelaskan lebih sabar, aku yakin dia pasti mengerti.
Oiya, kalau soal Alka ... Aku tidak begitu dekat dengannya. Dia lebih sering bermain dengan temannya yang bernama Zikra, mungkin karena mereka berasal dari sekolah yang sama dulu.
Aku dan Fitra selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Terkadang Alka juga ikut berjalan bersama kami, karena memang rumahnya satu komplek dengan rumahku dan Fitra. Namun, jika Alka menaiki sepeda, dia akan pulang lebih dulu.
Aku dan Fitra memang hanya berjalan kaki. Selain kita belum punya sepeda, jarak sekolah dan rumah tidak terlalu jauh. Jadi mau tak mau kita harus berjalan kaki.
Selama kita berdua bersama, kurasa tak ada kata lelah. Bahkan kita tak terlalu memerlukan bantuan orang tua untuk mengantar.
"Baiklah anak-anak, ayo duduk yang rapi. Siapa yang paling rapi, dia akan pulang lebih duluan," ucap seorang guru perempuan yang usianya sudah tak muda lagi.
Segera aku dan teman-teman yang lain mengatur duduk kami serapi mungkin. Tangan kami sudah terlipat di atas meja dengan badan yang sudah tegak sempurna.
Tidak ada suara, semua sudah memandang ke depan berharap namanya yang dipanggil lebih dulu untuk pulang ke rumah.
"Sindy." Namaku pertama kali yang disebut, senang rasanya. Aku segera memakai tas kemudian bersalaman dengan guru dan berjalan keluar.
Satu persatu murid dari kelas itu sudah keluar, tapi Fitra belum. Aku tidak mungkin meninggalkan Fitra dan pulang sendiri.
"Fitra." Akhirnya nama yang aku tunggu terucap juga dari mulut ibu guru. Fitra terlihat gembira dan sedikit berlari menghampiriku.
"Kamu lama," rutukku saat Fitra baru tiba di hadapanku.
"Hehe, maaf. Ayo pulang." Aku mengikuti langkah Fitra yang telah mendahuluiku.
Kini kita berjalan beriringan seperti biasa. Bercerita dan bercanda layaknya sahabat pada umumnya.
"Eh, Alka tadi belum keluar kelas, ya?" tanyaku pada Fitra.
Mungkin karena terlalu asik bercanda, aku sampai lupa dengan Alka yang tidak ada di sini.
"Iya, tapi aku tadi lihat dia bawa sepeda kok. Jadi gak masalah kalau dia ditinggal." Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan Fitra.
Kami kembali dengan obrolan kecil yang menyenangkan. Hingga terdengar sebuah suara di samping kami.
"Mau naik ojek mbak, mas?" Sontak aku dan Fitra menoleh ke kanan di mana suara itu berasal.
Itu Alka, dengan sepeda yang dia naiki. Sebuah sepeda gunung berwarna biru tua dengan beberapa warna hitam di kemudinya.
"Boleh dong, aku mau," ujarku antusias.
"Tapi bo'ong." Alka tertawa dan mulai mengayuh sepedanya lebih cepat.
"Ihh Alka!!!"
"Ayo kejar, Sin." Fitra berlari mengejar Alka dan aku mengikutinya.
"Bang ojek bang!!!" teriak Fitra sembari terus berlari mengejar Alka.
"Ojek bang!!!" Aku mengikuti teriakan Fitra.
Dari kejauhan Alka tertawa dan terus berteriak 'Tidak mau' sedangkan aku dan Fitra terus mengejar hingga kami sampai di rumah masing-masing.
Ini melelahkan, sungguh. Namun, sangat menyenangkan bisa bercanda dengan teman seperti mereka.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Alka
Non-FictionIni bukan sebuah cerita drama. Ini hanya tentang Alka, Alka yang aku cinta.