"BONJOUR"

457 66 5
                                    

"Lara Zaina" karena satu dan lain hal, ia terpaksa mengubur cita-citanya menjadi banker handal dan mencoba peruntungan menjadi karyawan di sebuah perusahaan perdagangan bernama Globe International. Ia hijrah ke Jakarta setelah sekitar satu bulan menganggur di Kota asalnya Yogyakarta. Tak perlu waktu lama untuk Lara mendapatkan pekerjaan baru. Perempuan cantik dan pintar itu punya segudang kemampuan dan keahlian untuk menembus perusahaan yang ia inginkan hanya dengan satu langkah. Tak perlu diragukan lagi, Lara yang mempunyai basic bekerja di bank dan memiliki kemampuan bahasa asing yang mumpuni, membuat interviewer terkagum dan tidak mau membuang anak emas yang di butuhkan di departemen mereka.

Lara mempercepat langkahnya untuk mengejar kerumunan orang yang akan memasuki lift bersamaan dengannya. Lingkungan kerja yang jauh berbeda dengan pekerjaan terdahulunya. Orang-orang berpakaian bebas rapi dan formal tanpa seragam. Lara melihat kanan kirinya untuk memastikan bahwa ia tidak salah kostum pagi ini.

Flat shoes berwarna putih dengan aksen pita itu membawanya ke ruang HRD, tujuan utamanya. Menatap sekeliling ruangan yang masih nampak kosong hanya ada resepsionis disana.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya perempuan manis itu ramah.

"Saya karyawan baru mbak, dan pagi ini saya disuruh menemui Pak Karim Kepala Bagian disini."

Resepsionis itu melihat ke layar monitor di depannya "Oh, dengan mbak Lara ya? Baik, mohon tunggu sebentar hingga Pak Karim datang ya mbak." ucapnya tersenyum.

Lara balik tersenyum dan duduk tak jauh dari meja resepsionis.

Tak sampai 10 menit karyawan bagian HRD berdatangan memenuhi meja kerjanya masing-masing. Tak lama Pak Karim yang ia tunggu pun menunjukkan batang hidungnya.

"Oh Lara? Sudah sampai rupanya. Ayo langsung ke ruangan saya." sapanya sambil mengarahkan tangannya ke ruangan yang ia dan Lara tuju.

Lara merapihkan blouse putihnya, kemudian berjabat tangan, tanda profesionalitas.

"Lara, kamu tau ada dua manajer yang akan ke ruangan ini memperebutkan kamu untuk menjadi bagian di tim mereka, kamu harus secara seksama memilih dan menempatkan kemampuan disana." ucap pria paruh baya berumur hampir kepala lima itu.

Lara tersentak sejenak, mengapa bukan HRD yang menempatkannya, mengapa ia harus memilihnya sendiri. " Maaf Pak, jadi belum ditentukan ya, di bagian mana saya bekerja?"

"Ya, saya pusing menempatkan kamu dimana karena ada dua tim yang memang sangat membutuhkan kamu. Tapi..." ucapan Pak Karim terpotong kala pria berumur sekitar 28 tahun masuk ke ruangan dengan senyun tipisnya.

"Pagi Pak" ucapnya lugas.

"Gavin, sudah datang rupanya. Wira dimana? Belum datang?"

Gavin menatap Lara sekilas lalu menumpukan pandangannya kembali ke Pak Karim. "Wira ada tugas luar kota, Pak. Dia juga pesan, nggak butuh tambahan karyawan lagi di timnya."

Pak Karim menghela napasnya, "Baiklah, sekarang sudah fix. Lara, kamu saya tempatkan di bagian produksi, dan kenalkan ini manajer kamu 'Gavin Wijaya' ."

Lara pun buru-buru mengangkat tangan kanannya untuk berjabat tangan, "Perkenalkan, saya Lara Zaina, mohon bantuannya Pak Gavin." senyum terkulai diwajahnya.

Gavin hanya menatap sinis dan membalas jabatan tangannya sekilas, "Saya manajer bagian produksi."

"Pak Karim, kalau begitu saya permisi." ucapnya santai lalu melenggang pergi.

'Apa-apaan ini cowok! jutek banget! baru aja ketemu udah ngeselin!" gumam Lara dalam hati.'

Pak Karim membisikkan sesuatu ke dekat telinga Lara, "Kamu lama-lama pasti akan terbiasa kok sama sifat Gavin. Jangan dimasukin ke hati, memang orangnya begitu, kayak batu hahaha." Pak Karim tertawa terbahak-bahak, sampai Gavin yang berada diluar ruangannya pun menoleh.

"Udah sana kamu ikutin dia, kamu belum tau kan ruang bagian produksi." Pak Karim mendorong bahu Lara pelan. "Semangat Ya"

"Terima kasih Pak." Lara tersenyum namun setelah keluar dari ruangan Pak Karim senyum itu lenyap seketika.

Langkah kaki kecilnya berusaha mengikuti gerak cepat manajer didepannya. Mereka pun berada di pijakan yang sama tepat di depan lift. Lift pun terbuka dan keduanya masuk bersamaan.

"Keadaan awkward macam apa ini, kayak ada awan gelap di atas kepala gue." batin Lara. Lara berpikir keras untuk sekedar basa-basi memecah kecanggungan di dalamnya.

"Ekhm..Pak, sudah sarapan?" pertanyaan absurd keluar dari bibir Lara. Bisa-bisanya ia bertanya begitu pada manajer yang baru ia kenal beberapa menit yang lalu.

Gavin menoleh ke arah Lara sekilas, lalu membuang pandangannya kembali ke depan. Lara merutuki kebodohannya, ia menggigit bibir bawahnya menyesal. Tentu saja Gavin, yang sedingin es itu tidak menjawabnya.

Lift terbuka, Gavin melangkah lebih dulu. Ia berhenti sejenak di ambang pintu lift "Saya nggak suka sarapan" lalu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Lara yang diam mematung.

to be continued

-New Story-

Hai, hai aku kembali dengan cerita baru. Untuk What Is Love aku discontinue. Mohon maaf sebelumnya 😢.

Semoga suka ya sama genre yang ini. Aku akan sempatkan buat nulis, walaupun itu berat. Berat membagi waktu dengan real life.

Thank you so much for your love and support 🙏💙

-I'll be back soon-

Suit and Blouse Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang