Kadang jadi orang serba bisa itu menyebalkan dan melelahkan. Tapi, seenggaknya kemampuan kita dihargai dan diakui. Selama satu minggu Lara bekerja di perusahaan ini, ia terus-terusan menjadi tumpuan senior di timnya. Tentu saja, ia sebagai karyawan baru patut dimanfaatkan keberadaannya.
"Ra...laporan penjualan udah lo kerjain?" tanya Denis yang tiba-tiba duduk di meja kerja Lara.
Lara mendengus sebal dengan tingkah seniornya satu ini, bisa-bisanya semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dia bebankan padanya. "Udah nih, tinggal di print." ketus Lara.
Denis mencubit pelan pipi Lara, sambil bercanda. "Dih gitu aja sebel, ngambek. Senior nih senior, bantuin dikit kan gak dosa Ra."
"Abisnya Kak Denis semuanya gue, apa-apa gue. Kerjaan gue jadi pending nih gara-gara lo." bunyi ketikan di keyboard laptop Lara terdengar lebih kencang bersamaan dengan suara kekesalannya.
Denis, terkenal seantero perusahaan karena sikap ramahnya. Ia mudah dekat dengan orang baru, contohnya Lara. Selain ramah dia juga terkenal playboy, banyak bucin dimana-mana termasuk 'Bella' karyawan di sebelah meja Lara. Memang dasarnya cowok jahil, Denis mulai melancarkan serangannya. Cowok berperawakan tinggi itu tanpa segan membelai rambut Lara untuk mengerjainya. "Yaudah Ra, abis ini gue traktir makan. Mau makan apa aja gue beliin buat lo, Ra." masih cekikikan membelai rambut Lara.
Tanpa aba-aba Gavin keluar dari ruangannya dan menyaksikan kejahilan Denis ke Lara.
"Kak Denis!! Nggak usah modus, lepasin tangan lo!" ucap Lara tanpa melepas pandangan dari layar laptopnya.
Gavin berjalan tepat di depan meja Lara dan masih ada tangan jahil Denis di kepalanya. "Ekhemm....saya rasa ini kantor bukan hotel. Kalau ingin bermesraan tolong tau tempat dan aturan."
Buru-buru Denis berdiri setelah mendengar suara yang tak asing ia dengar. Lara pun tak kalah kaget, setelah mendengar ucapan dari bosnya itu.
"Maaf Pak, tadi saya cuma becandain Lara aja kok Pak. Kami nggak ada apa-apa." kata Denis gugup.
'Kampret si Denis!! Buat masalah bawa-bawa gue." umpat Lara.'
Gavin masih berdiri dipijakannya, kini matanya beralih menatap Lara seakan menunggunya menyampaikan sesuatu.
Jantung Lara berdetak tak karuan, ini semua karena tatapan menyiksa Gavin didepannya."P..P..Pak, saya nggak ada apa-apa kok sama Kak Denis, cuma temen biasa aja gak lebih."
Gavin membuang nafasnya kesal, "Saya nggak perlu klasifikasi tentang hubungan kalian, yang saya mau kalian harus bisa menempatkan diri dimana kalian berada sekarang. Saya rasa nggak perlu saat jam kantor begini bercanda berlebihan seperti tadi. Untung cuma saya yang lihat, coba kalau tiba-tiba ada inspeksi mendadak dan tim auditor datang, terus mergokin kalian seperti tadi. Mau nggak mau saya juga yang kena."
Denis masih menunduk tau akan kesalahannya, dan Lara?...dia hanya diam masih memandang lekat Gavin didepannya.
"Maaf Pak, sekali lagi saya minta maaf." ucap Lara menegaskan.
Gavin balik menatap Lara, membuatnya ingat akan sesuatu yang harus ia sampaikan padanya. "Laporan kegiatan produksi sudah kamu kerjakan kan Lara? Saya tunggu sekarang di ruangan saya." Gavin melangkah pergi dan masuk kembali ke ruangannya.
Kali ini Lara yang kelimpungan, bukan belum dikerjakan tapi karena laporan itu belum ia print. Dan Lara tau satu hal, Gavin tidak suka menunggu.
Dengan cepat ia mencetak laporan yang Gavin pinta. Tangannya menggertakkan meja menunggu hasil cetakan selesai. "Ra, sorry ya gara-gara gue lo jadi..."belum selesai Denis merampungkan kalimatnya, Lara keburu berlari masuk ke ruangan Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suit and Blouse
Romance'Lara' , meninggalkan semua kenangannya di Yogyakarta dan move on hingga berani hijrah ke Jakarta. Bekerja di perusahaan yang ia inginkan, tapi sama sekali tidak pernah menginginkan atasan dingin nan kejam bernama 'Gavin Wijaya'. Hari demi hari ia l...