Remembering

390 16 9
                                    

"Aria!" Bentak Gio, pria bermata biru terang dengan rambut coklat serta rahang yang keras itu. Ia mencengkeram tangannya Aria dengan sangat kuat.

"Apalagi sih Gio?! Tak ada yang perlu dijelaskan lagi! Semuanya sudah cukup! Cukup Gio!" Jawab Aria dengan kasar. Ia mencoba melepaskan diri dari cengkramannya Gio dengan sekuat tenaga.

"Aku masih mencintaimu Aria, masalah yang lalu itu adalah kesalahanku. Kebodohanku." Gio dan Aria saling beradu pandang, mereka pun bersi tegang. Sesaat setelah itu cengkramannya Gio mulai melemah.

"Tapi cinta itu sudah tidak ada lagi padaku!" Aria menghentakkan tangannya melepaskan diri dari Gio. Ia berlari keluar taman menuju stasiun metro Piola dengan wajah yang terlihat sedih bercampur marah dan kesal.

●○●○●○

Nit nit nit nit teeett

Krek

Suara kode kunci otomatis. Aria memutar kenop pintu lalu membukanya. Setelah menaruh syal dan jaket ke gantungan di sisi kiri pintu, Aria menjatuhkan diri di atas sofa di ruang tengah. Tasnya ia lemparkan begitu saja. Aria memejamkan mata seraya memijat pelan keningnya. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa hari ini bisa-bisanya ia bertemu dengan Gio, mantan tunangannya. Padahal mereka sudah lama tidak bertemu sejak 4 bulan yang lalu.

Aria menarik napas panjang. Pekerjaan yang menumpuk di kantor, lalu pertemuannya dengan Gio, telah membuat tubuh dan hatinya menjadi kacau.

Tok tok tok

Aria membuka matanya. Ia beranjak dari kursi dan pergi ke arah pintu untuk memastikan siapa yang mengetuk. Iapun melihat ke luar dari lubang kaca di tengah pintu, dilihatnya seorang pria tampan berkenakan setelan jas sedang berdiri di ambang pintu. Sesaat kemudian ia membukakan pintu.

"Apa benar ini rumahnya Signorina Elle?" Tanya pria bermata hijau itu.

"Ya benar. Tapi ia belum pulang ke rumah. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Aria balik. Ia memperhatikan pria itu dari atas ke bawah. Seperti ada yang familiar dengannya, pikir Aria.

"Ada sesuatu yang ingin aku berikan padanya, dan Elle memintaku datang kesini untuk memberikannya secara langsung." Jelas pria itu. Aria mengangkat alisnya.

"Tunggu sebentar." Aria pergi ke sofa yang tadi ia duduki kemudian mengambil ponsel dari dalam tas yang tergeletak diasana.

Daren

Dominique

Elle

Aria menekan nomornya Elle dan tak berapa lama nada sambung pun terdengar.

"Ya Aria." Ujar Elle di ujung sana.

"Ka, disini ada seorang pria ingin mengantarkan sesuatu. Katanya kau yang menyuruhnya datang kesini, Apa benar?" Tanya Aria.

"Oh... Signore Dante. Ya, memang aku yang menyuruhnya untuk datang. Tolong sampaikan padanya agar menungguku. Sebentar lagi juga aku sampai, aku masih menunggu metro." Pinta Elle.

Signore Dante? pantas saja aku merasa familiar dengan pria itu. "Oke." Jawab aria, iapun menutup telponnya. Aria kembali ke depan pintu menghampiri Dante.

"Si prega di venire in, signore dante." Aria menyuruh Dante untuk masuk. Setelah di ruang tengah, Aria mempersilahkannya duduk di sofa. "Kau mau minum apa Signore Dante?"

"Tidak perlu Signorina. Grazie." Tolak Dante diiringi seulas senyum.

"Panggil aku Aria saja, kata signorina terlalu formal disini. oya, Mia sorella memintamu untuk menunggunya karena dia masih di metro. Dan... mm tunggu sebentar ya Dante." Dengan cepat Aria pergi ke arah dapur. Ia membuka kulkas dan mencari sesuatu untuk disuguhkan pada Dante. Setelah seisi kulkas ia periksa, iapun mengambil sebotol kecil bir dan setoples makanan.

Two Face [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang