Dika mendongak, mengerjap-ngerjap polos memandang cowok jangkung yang duduk di mejanya dengan santai sambil bermain rubik di tangan.
"Lo dari Bekasi?" tanya cowok itu, Aryan, dengan suara beratnya merunduk tak memandang Dika.
"Hm," Dika mengangguk saja membenarkan. Walau ia melirik beberapa murid lain juga mengelilinginya seperti mengepung. Dari Yuta, Yogi, Dafa, Alvine, Virgo, juga Jonathan.
Jeka tak ada, seperti biasa sibuk kelayapan keliling sekolah. Sementara Junaid juga seperti biasa, mendatangi kekasihnya di kelas bawah, kelas IPA.
"Kenapa lo pindah?" tanya Aryan masih tenang, masih dengan tangan fokus pada rubik. Rubik yang sebenarnya dibawa Yogi.
"Eung..." Dika jadi agak canggung, sebenarnya bingung kenapa ia jadi seperti tahanan yang diinterogasi para polisi preman begini. "Orangtua gue pindah juga..."
"Lo udah keliling sekolah?" tanya Aryan masih dengan intonasi tenang.
"Belum," jawab Dika polos.
"Hmm," Aryan mengangguk-angguk. Ia menyelesaikan rubiknya, kemudian mendongak. "Kalau lo ke kantin lewat lobi utama, lo seenggaknya bakal keliling setengah sekolah," kata Aryan membuat Dika mengangkat alis. "Lo mau ke kantin?"
Wajah Dika merekah, "boleh," katanya jadi semangat.
"Hm. Kalau gitu gue nescafe original. Lo apa?" tanya Aryan menoleh pada Yuta dengan tenang.
"Pulpy aja gue lagi pengen yang seger," jawab Yuta santai membuat Dika mengerjap bingung.
Alvine ikut mengangkat tangan, "es blender aja gue, nggak neko-neko. Tapi pake cincau."
"Gue juga tapi sama coki-coki ya!" kata Yogi riang.
"Gue juga es blender tapi nggak pake cincau," celetuk Virgo di samping Yogi, "eh bilangin juga nggak pake susu. Atau langsung aja kasih tau ibunya pesenan Virgo IPS gitu."
"Gue ikut Dafa aja," kata Jonathan tenang, sibuk sendiri dengan hape dan bersandar santai di belakang Dika.
Dafa bergumam sejenak, berpikir. "Gue ikut Aming juga deh. Nescafe kaleng juga," katanya di samping Jonathan.
Aryan manggut-manggut tenang, kembali memandang Dika. "Tuh, gampang aja kan pesanannya? Tiga nescafe kaleng, tiga es blender. Satu pulpy."
"Gue pake cincau!" kata Alvine menegaskan.
"Coki-coki!" kata Yogi juga mengingatkan.
Dika mengerjap-ngerjap. Ia mengernyit, tak mengerti.
"Kenapa lo masih duduk?" tanya Aryan membuat Dika tersentak. "Katanya mau ke kantin."
"...Gue sendiri?" tanya Dika masih tak paham.
"Kenapa harus rame-rame?" sahut Aryan tanpa beban.
Dika jadi melongo. Ia ingin bertanya lagi, tapi entah kenapa jadi menelan kembali kalimatnya. Pemuda kurus itu berdiri perlahan, masih mengerjap dengan wajah bingung.
"Jangan kelamaan, entar makin lama antrinya," tegur Dafa tak sabar.
"Ho. Aus gue," kata Yuta setuju.
Aryan melempar rubik pada Yogi yang sigap menerima. Kemudian dengan santai mengangkat kaki menaruh di atas meja Dika yang ia duduki. "Kenapa? Lo masih nggak tau kantin dimana?" tanyanya dengan suara beratnya. Kali ini dengan nada lebih dingin.
Dika mengerjap lagi. Ia masih kaku, akhirnya beranjak dan melangkah pergi. Pemuda itu mencoba mencerna apa yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman On Top
Teen FictionKelasnya dijuluki Pangeran. 3/4 isinya cowok-cowok ganteng penuh karisma, cuma ada lima siswi. Badboy? Tawuran dan bolos sering. Sebat rajin. Tapi.... uwu. Kalau kamu cari cerita cinta tentang badboy yang gemas dan romantis, jangan harap akan kamu...