Terserah
Sudah 2 hari ini Defano tidak mendapat kabar dari Arisya, saat ke rumahnya pun malahan kosong tak ada siapa-siapa. Dia coba terus menghubungi poselnya pun malah tidak aktif. Tadinya dia ingin bertanya pada adiknya Defina dia pasti tau Arisya sekarang dimana tapi karena memang Defano yang begitu gengsi menanyakannya dia malah takut jika adiknya yang bawel itu bertanya kenapa Defano menyakan Arisya.
" Hahh, lo kemana sih sya." Defano mengacak-acak rambutnya kesal. Dia pun memutuskan untuk bertanya pada Defina hanya dia satu-satunya yang bisa membantu Defano.
Defano pun keluar kamar menuju kamar adiknya yang bersebrangan dengan kamarnya, dia agak sedikit ragu tapi yasudahlah. Defano pun mengetuk pintu kamar Defina lalu sang empunya kamar pun menyaut dibukanya pintu kamar Defina. Terlihat di sedang tengkurap di kasurnya sambil menatap layar laptopnya Defano sudah hafal pasti dia sedang menonton drama korea.
" Tumben abang ke kamar Defi, ada angin apa nih ?" ucap Defina masih dalam posisi tengkurapnya. Defano hanya menghela nafasnya.
" Tumben kamu gak main ?" Basa basi Defano , yang malah membuat Defina semakin bingung sejak kapan abangnya ini memerhatikan dia. Defina pun merubah posisinya menjadi duduk lalu menatap Defano intens.
" Abang kesurupan ya ?" Tanya Defina , Defano pun melongo dengan pertanyaan itu.
" Ngawur!"
" Ya abis tumbenan banget dateng ke kamar Defi terus nanya-nanya kaya gitu, ih Abang abis lewat kuburan ya tadi." Defina pun bergidik ngeri sambil memegang tengkuknnya merasakan bulu kuduknya merinding.
Defano yang masih di ambang pintu pun memutar bola matanya malas, baru basa-basi saja Defina sudah selebay ini apalagi jika bertanya tentang Arisya kepadanya. Defano pun lebih memilih pergi dari kamar Defina.
" Abang tutup lagi pintunya!." Teriak Defina , tapi Defano malah terus berjalan ke kamarnya.
" Dasar manusi es!" Teriak Defina lagi sambil menatap ke arah pintu kamar Defano yang sudah tertutup Defian pun menutup pintu kamarnya dengan kasar.
***
Seharian ini Defano hanya berada di kamar tanpa memedulikan ajakan tema-tamannya untuk nongkrong. Lengan kokohnya di taruh di dahinya sambil menatap langi-langit kamarnya sesekali dia menghela nafas. Dia berfikir apa Arisya mencoba menjauhinya, tidak ini tidak bisa dibiarkan dia tak mau Arisya jauh-jauh darinya. Getaran di ponsel Defano membuyarkan pikirannya tentang Arisya, tertera "papah" di Id panggilan itu.
"...."
" Iya."
"..."
" Hmm."
Defano pun menutup panggilan ponselnya lalu berjalan menuju kamar mandi, dia harus bersiap-siap karena papahnya menelpon tadi untuk ikut makan malam bersama Omanya nanti malam. Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya.
" Bang ayo cepetan, abang mandi apa semedi sih." Cerocos Defina. Defano pun memutar kenop pintu kamarnya, Defina sudah beridiri sambil melipat tangannya di dada.
" Lama banget dan-dannya." Defina pun jalan mendahului Defano yang masih memebenarkan dasinya.
" Gak ada harga dirinya banget gw jadi kaka." Gumam Defano sambil melihat Defina yang sedari tadi komat kamit kesal.
Sepeti biasa keluarga Defano pasti mengadakan malam bersama setiap bulannya, kata papahnya Defano sih agar keharmonisan keluarga terjaga.
Defano dan Defina pun sampai di restoran langganan keluarganya jika melakukan acara makan malam. Keduanya di sambut baik saat masuk ke restoran oleh beberapa pelayan. Defina hanya mengangguk kecil sambil tersenyum berbeda dengan Defano yang hanya memasang ekspresi wajah yang datar.
YOU ARE READING
Sebait Sajak Untukmu
Teen Fictionbiarkan aku menjadi penulis rahasia tentangmu yang diam-diam selalu menulis tentang mu si manusia es yang kejam dengan senyuman yang indah. tulisan demi tulisan akan ku rangkai menjadi sajak yang mungkin entah kapan itu akan kusampaikan padamu. kisa...