Part 5

5 0 0
                                    

Alfi

Happy Reading Guys

Arisya sedang berdiri di depan balkon kamarnya dengan kedua siku yang bertumpu pada pembatas balkon. Menatap langit sore dan juga menikmati hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya. Arisya melihat jari manisnya yang melingkar cincin sederhana itu hadiah ulang tahun pemberian Defano, Arisya pun memutar cincinnya perlahan hingga terlepas dari jari manisnya dia melihat cincin itu dengan senyum miris.

Apa maksud Defano memberikan cincin itu Arisya tak pernah tau dan tak pernah pula bertanya, terkadang Arisya berharap bahwa perasaan dendam Defano bisa berubah menjadi cinta tapi itu hanya harapan kosong. Dan bodohnya Arisya lah yang jatuh cinta pada Defano. Bodoh, itu lah kata yang dia sematkan pada dirinya.

Arisya kembali ke kamar lalu duduk kursi meja belajarnya, dia mengambil buku agendanya yang berwarna orange di bukanya lembar demi lembar yang berisikan sajak yang ia tulis selama ini. Hingga di lembar kosong Arisya pun menulis sajaknya kembali.

Aku pernah punya puisi bernama kamu.

Tapi sudah lama tak ku baca, karena hilang entah kemana.

Kini yang ku baca hanyalah waktu.

Karena ia tak perduli pada arti menunggu.

Setetes air mata lolos membasahi lembar kertas mengartikan jika Arisya begitu tersakiti. Di tutupnya lembar agendanya lalu kembali menangis.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu membuat Arisya dengan cepat menghapus air matanya lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.

" Ibu bawain puding coklat kesukaan kamu." Ucap Nia sambil menujukan nampan yang berisi sepiring puding coklat, Arisya pun tersenyum.

" Arisya bisa ambil sendiri kok bu ga usah di anter ke kamar segala." Arisya pun mengambil nampan yang tadi di pegan Ibunya lalu menaruhnya di nakas dekat kasurnya.

" Ca sinih!" Nia menepuk pelan kasur Arisya mengisyaratkan Arisya untuk duduk di sampingnya. Arisya pun malah duduk di lantai lalu menyenderkan kepalanya di paha ibunya sebagai bantalannya.

" Bu, Caca mau nanya boleh ?"

" Boleh." Jawab Nia sambil membelai rambut Arisya lembut.

" Apa alasan Ibu bertahan sama Ayah ?" Tanya arisya, Nia pun tersenyum mendengarnya.

" Karena Ibu cinta ayah kamu."

" Tapi dia udah lukain Ibu." Nia pun kembali tersenyum lalu mengangkat kepala Arisya agar menghadap ke arahnya.

" Ketika kita jatuh cinta tanpa alasan apa harus ada alasan juga untuk meninggalkan, Ca dia kamu tetep Ayah kamu walaupun dia udah sakitin Ibu, Ibu yakin suatu saat nanti Ayah pasti kaya dulu lagi dan kita pasti bahagia." Ini lah alasan Arisya begitu menyayangi Ibunya yang selalu sabar dan kuat.

***

Langit sudah berubah menjadi gelap Arisya masih duduk termenung di atas kasur sambil bersandar, setengah tubuhnya sudah ditutupi oleh selimut tebal. Dia agak bosan sendirian di rumah Ibunya tadi berpamitan ke kantor katanya ada urusan mendadak. Arisya akhirnya memilih merebahkan tubuhnya lalu mematikan lampu kamarnya bersiap untuk tidur.

Sungguh Arisya masih memikirkan Defano sudah berhari-hari dia tak muncul setelah kejadian itu. Di

sekolah pun dia tak bertemu hanya kedua temannya Marcell dan Bagas. Arisya malu jika bertanya pada Defina kemana kakaknya itu pergi.

" Sebenarnya perasaa apa yang aku punya buak kakak?" Gumam Arisya dia pun memilih memejamkan matanya saat Arisya hampir tertidur tiba-tiba di mendengar suara di balkon seperti ada seseorang. Arisya melihat dari kasurnya di balik gorden ada siluet seseorang dengan cepat dia bersembunyi dibalik selimutnya. Arisya semakin ketakutan saat orang itu mengedor pintu kaca balkon.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sebait Sajak UntukmuWhere stories live. Discover now