Pukul lima lewat tiga puluh menit sore. Langit senja kota Jakarta terselimuti awan kelabu. Hujan deras memang mengguyur ibukota dalam beberapa hari terakhir. Disalah satu gedung fakultas perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal di ibukota, puluhan mahasiswa berhamburan keluar dan dengan terburu-buru menyiapkan kendaraannya dan segera pulang. Bisa ditebak sebentar lagi akan turun hujan deras . Ada yang langsung berlarian ke parkiran, ada yang mondar-mandir sambil menunggu ojek onlinenya, bahkan ada yang komat-kamit merutuki jemputannya yang belum datang juga. Sama seperti Agnes, cewek berkacamata yang berdiri disampingnya sambil memandangi handphonenya."Ah sialan, pake acara hujan segala lagi." Agnes mulai menggerutu saat tetesan hujan mulai membasahi paving block didepan fakultas mereka.
Namun, beberapa menit kemudian sebuah sedan hitam berhenti tepat didepan mereka berdiri. Agnes sesekali mencocokkan plat nomor dan jenis mobil di aplikasi taxi onlinenya agar nggak salah masuk dan berakhir memalukan seperti saat terakhir kali dia pesan taxi online. Setelah yakin mobil didepannya ini adalah mobil yang benar cewek berkaca mata itu pun menganguk mantap. Dia lalu memandang Adelia yang sedari tadi berdiri disampingnya sambil memeluk diktat yang tebalnya bikin tipikal mahasiswa yang nggak ambis-ambis amat seperti diriya terserang migrain duluan.
"Lo yakin nggak mau pulang bareng Del?"
Pertanyaan itu embuat Adelia yang sejak tadi melamun tertegun.
"Tadi katanya Denis mau jemput. Nggak apa-apa kamu duluan aja."
Ujar Adelia sambil mengambil handphonenya dari dalam tote bag hitamnya. Tadi Denis memang berpesan agar meneleponnya terlebih dahulu setelah kuliahnya selesai. Cowok itu juga mengajaknya belanja karena keperluan bulanannya sudah habis.
Agnes hanya bisa merotasikan bola matanya dengan malas."Dasar bucin. Eh, gue nitip pembalut ya Del. Yang daun sirih bersayap. Ntar duit lo gue ganti di kosan. Yaudah cabut duluan "ujar Agnes sambil menutupi kepalanya dengan sebuah map plastik untuk menerobos hujan dan menghampiri sedan hitam tadi . Mobil yang ditumpangi Agnes pun melaju meninggalkan perkiran gedung . Adelia memutuskan duduk disalah satu bangku panjang yang ada didekat situ.
Menjadi mahasiswa baru ternyata cukup menguras tenaganya akhir-akhir ini. Mulai dari mencari tempat kost, masa-masa OSPEK, hingga menyesuaikan diri dengan lingkungan baru serta orang-orang baru. Dan yang paling membuat Adelia terkadang merasa galau adalah harus terpisah dengan orang tuanya selama empat tahun kedepan. Walaupun masih berada di Jakarta namun tetap saja jarak antara rumanhnya dengan kosan yang dia tinggali sekarang nggak bisa dibilang dekat . Mungkin Adelia bakalan pegalinu kalau harus naik motor tiap hari dengan jarak sejauh itu. Ditambah lagi mama dan papanya sepertinya nggak bakalan mengijinkannya buat naik motor sejak insiden kecelakaannya beberapa bulan yang lalu.
Hujan yang turun semakin deras membuat hawa dingin disekitar tempat itu makin terasa. Adelia yang dari tadi sibuk dengan dunianya sendiri sampai tercengang ketika mengetahui hari sudah mulai gelap dan beberapa orang yang sama-sama menunggu dengannya kini sudah menghilang entah kemana. Sambil menghela napas, Adelia memeluk tubuhya yang kedinginan.
Dia bisa saja pulang sejak tadi seandainya Denis tidak mengirimkan sebuah pesan singkat tentang ajakan belanja bulanan . Jadinya Adelia dengan senang hati menggunakan sisa uang yang seharusnya dia gunakan untuk ongkos pulang buat belanja Thai Tea siang tadi dan sekarang uang cashnya benar-benar sudah habis. Pergi ke ATM juga bukan pilihan yang bagus soalnya jaraknya cukup jauh dari gedung fakultasnya. Menerobos hujan hanya bakalan bikin dia makin kedinginan dan membuat pakaian dalamya tembus pandang saat kemeja putih yang tengah dia kenakan terkena air hujan. Jadinya satu-satunya jalan Adelia buat pulang adalah degan menunggu Denis.
Adelia kembali melakukan hal yang entah sudah berapa kali di lakukan selama beberapa menit terakhir, menelepon Denis. Dipercobaannya ke tiga belas akhirnya cowok itu mengangkat panggilannya. Namun jawaban yang diberikan cowok itu malah membuat Adelia kembali menahan kesabarannya.
"Halo, kamu...."
"Jangan telepon gue sekarang bisa nggak sih ?, gue lagi main ranked" Ujar Denis sambil mendengus jengkel diseberang sana. Dan detik berikutnya sambungan telepon pun diputus oleh cowok itu.
Adelia menunduk lemas melihat kelakuan pacarnya itu. Entah sudah berapa kali dia mendapat semprotan pedas dari Denis hanya gara-gara masalah kecil seperti barusan. Kadang Adelia sempat berpikir kenapa dia bisa menerima ajakan pacaran cowok itu sih?
Akhirnya pertanyaan itu membuat Adelia kembali mengingat potongan-potongan kenangan yang dia lakukan dengan cowok pencinta game itu.Kenalan dulu yuk. Namanya Denis. Giorgino Dennis Pramoedya. Cowok cuek, datar, dingin, tapi sekalinya senyum bisa bikin cewek-cewek lupa diri. Sejak balita udah punya ketertarikan sama video game sampe kisah cinta-cintaannya malah dianggurin. Oleh karena itu author bakalan senang hati mengulas tuntas kisah asmara si cowok pencinta game online ini.
Adelia Ranika Bramantyo. Cewek polos, lugu, alim, dan kalem. Cukup introert dan rada pendiem tapi kalau udah ketemu sama Cindy dan Clary wah lain cerita lagi bosque. Penasaran apa yang bikin Denis sampai rela dibacotin rekan satu timnya gara-gara nggak fokus main cuma karena mikirin cewek ini ? Yuk mari kita selidiki.