3. Monsters

6.2K 211 8
                                    


"Ampun..ampunn"  Dua bocah tengik yang gue sekap sedang merangkak . Muka mereka sudah lebam dan berdarah. Gue hanya memberikan sedikit peringatan kerena mereka lalai menjaga Echa.

Jelas gue gak salah!!Itu adalah hukuman yang pantas buat budak yang gak becus menjalankan tugas. Gue bayar mereka, bukannya gratisan!!

Reputasi mereka sebagai preman sekolah membuat gue tertarik untuk mempekerjakan mereka. Bukan pekerjaan yang berat. Gue bahkan memberikan gaji yang lumayan gede untuk ukuran anak sekolah seperti mereka. Padahal gue sudah mengatakan dengan jelas. "Enyahkan setiap lelaki yang berdekatan sama adik gue." Apakah mereka terlalu tolol sampai gak ngerti maksud dari perintah gue?!

Dasar sampah! Kaki gue semakin kuat menginjak punggung salah satu bocah yang terkapar.

"Ampun bang" Johan meletakkan kedua tangannya di kaki gue. Berharap gue sedikit iba dengan permohonanya. Kasihan?? Gue tersenyum sinis. Gue ini iblis, bukan malaikat. Mereka harusnya tahu konsekuensi apa yang bakal mereka tanggung kalau gagal menjalankan tugas

Kaki gue semakin kuat menginjak punggung Johan, dia merintih kesakitan. Berbicara terbata-bata disela kesakitannya. "Kami sudah sering ngasih pelajaran sama Leon, Bang. Tapi bocah itu kayak monster. Beberapa anak buah kami babak belur dihajar sama dia"

Gue bisa melihat air muka mereka yang berubah takut ketika membahas cowok itu. Gue mengepalkan tangan. Gigi gue bergemelatuk seirama dengan emosi yang semakin merangkak naik. Rasanya muka gue panas karena menahan amarah.

Gue jadi penasaran, siapa cowok kurang ajar yang berani deketin adik gue? Tapi tunggu dulu! Barusan mereka bilang siapa? Leon? Rasanya nama itu gak terlalu asing ditelinga gue.

"Lang, katanya lo mau jemput adik lo? Kalo lo gak berangkat sekarang bisa telat loh" Gue menoleh. Bara masuk kedalam gudang tanpa permisi. Dia tersenyum sambil menunjuk arloji ditangannya.

Sialan! Bagaimana makhluk itu bisa tahu tempat ini?

"Jangan banyak mikir! Nanti adik lo keburu pulang dianter cowoknya" dia tersenyum manis, membuat wajahnya yang ganteng terlihat semakin memuakkan.

" Shit. Shit!!" gue mengumpat, menendang muka mereka satu persatu. Kalau bukan karena ngurusin mereka, gue gak bakalan lupa buat jemput Echa.

" ampun bang, ampun." mereka meringkuk melindungi mukanya. Dasar sampah! Katanya preman sekolah? Baru kena hajar kayak gini aja udah mewek.

Cuihh

Gue meludahi mereka.

"Kali ini gue maafin. Lain kali, kalau hal kayak gini terjadi lagi. Gue pasti patahin leher kalian berdua" mereka berdua menangis, tidak henti-henti mengucapkan kata terima kasih.

" Urus mereka berdua. Bawa kerumah sakit, nanti gue transfer bayarannya" gue berlalu meninggalkan Bara yang masih menampilkan wajah malaikatnya.

" sip boss" dia tersenyum sambil mengangkat jempolnya. Seperti biasa, dia tidak pernah bertanya. Hal seperti ini bukan hal yang baru bagi dia.

Selama kami berteman dia sudah sering membantu gue. Tetapi gue terlalu malas untuk mencampuri kehidupan dia. Dan gue terlalu sombong untuk mengucapkan kata terima kasih. Selama dia gak mengganggu urusan gue. Selama itu pula gue akan mengizinkannya terus berada di sisi gue.

Saat ini yang terpenting adalah menjemput Echa. Gue masuk kedalam mobil. Menyakalan mesin mobil dan menekan pedal gas sedalam-dalamnya, memilih untuk mengabaikan Bara yang sedang melambaikan tangannya. Gue harus tiba disekolah Echa sebelum cowok bangsat itu merebut dia dari gue.

" Eh Mas Erlang. Nyari mbak Echa ya?" Seorang satpam berjalan mendekati gue yang baru saja turun dari mobil, namanya Hasan. Ada rasa hormat yang tergambar jelas dari mukanya. Bagaimana tidak? Gue pernah menyelamatkan anaknya yang dikeroyok sama geng Johan. Tentu atas dasar suruhan dari gue.

Seperti yang gue bilang. Gue ingin menciptakan dunia yang nyaman buat Echa. Jadi gue harus pasang strategi untuk mengamankan dia. Salah satunya dengan menanamkan rasa balas budi kepada setiap orang yang ada disekelilingnya.

See? Terbukti berhasil kan?

" Ya Pak" gue menangguk sambil tersenyum manis.

" Waduh Mas. Jam pulang sekolah sudah lewat setengah jam yang lalu. Sebenarnya saya juga belum lihat Mbak Echa keluar dari gerbang. Tapi coba ditelepon dulu Mas. Siapa tahu saya salah." ucap Hasan tak enak hati

Fxxxxxx shitt!

Gue mengumpat dalam hati. " Waduh Hp Echa mati Pak. Saya tadi sudah telefon tetapi gak aktif." Ucap gue tenang. Tak lupa gue menyisipkan seulas senyum dibibir, padahal amarah sudah diujung lidah. Untuk yang satu itu gue gak bohong. Gue sudah nelpon Echa sejak gue datang, tapi yang jawab cuma operator.

"Boleh saya mencari Echa kedalam?" Ucap gue meminta izin.  Pak Hasan terlihat ragu. Tapi akhirnya mengangguk dan memberikan izin untuk masuk.

" Terima kasih pak" gue tersenyum sebagai tanda terima kasih. Berjalan kedalam sekolah menuju kelas adik gue tersayang.

Seusai informasi yang gue dapat dari Pak Hasan, kelas Echa ada diujung. Gue hanya perlu melewati lapangan dan berjalan lurus.

Sebenarnya gue merasa aneh dengan suasana sekolah Echa. Sepanjang gue berjalan, gak ada satupun anak sekolah yang berpapasan dengan gue. Bukannya gue baru setengah jam telat jemput Echa? Tapi kok sekolah ini sudah sepi kayak kuburan.

Ada perasaan aneh terselip dihati gue. Sebuah perasaan yang membuat gue merasa tidak nyaman dan waspada. Rasanya seperti ada singa yang keluar dari kandang dan siap menerkam siapa saja yang dia lihat.

Gue mempercepat langkah menuju ruang kelas Echa. Papan nama kelas XI A yang tergantung membuat gue sedikit bernafas lega. Dengan langkah tergesa gue memasuki ruang kelas.

Kelasnya kosong.

Tidak ada satupun orang ada disana. Memang apa yang gue harapkan. Kelas udah bubar setengah jam yang lalu. Gak mungkin Echa berdiam diri dikelas nungguin gue datang.

Oh ya. Mungkin dia sedang ke kantin atau ke taman. Gue mencoba untuk menenangkan diri. Gak akan ada hal buruk yang bakalan menimpa dia selama gue masih hidup.

" Echa. Echa. Lo dimana dek?" gue berteriak di sepanjang lorong. Rasanya gue mulai hilang kontrol. Gue gak bisa nemuin Echa dimanapun bahkan dikantin sekalipun.

" lo dimana dek?" gue menjambak rambut frustasi. Sekelebat kenangan buruk kembali melintas.

BRAKKKK

Bunyi pintu yang didobrak membuat gue terkejut. Suaranya dari arah toilet yang barusan gue lewati. Tangan gue mengepal. Gue bisa merasakan nafas gue berubah panas, gigi gue bergemelatuk menahan amarah yang siap meledak.

Gue bunuh kalian kalau sampai nyakitin Echa!!!!!!!

***********
Hello guys...
wanna say thanks a lot buat kalian yang udah mengapresiasi cerita gue yang agak gaje ini. Entah dengan meninggalkan jejak berupa vote atau comment.

You know, its so much meant to me. Semua perhatian yang kalian berikan membuat gue lebih semangat buat nulis chapter selanjutnya.

Jujur aja kemarin-kemarin gue mulai males mau ngelanjutin ini cerita. Tapi ngelihat notifikasi dari banyak orang yang mulai memasukkan cerita gue ke list reading kalian benar-benar bikin gue happy banget.

Sekali lagi, feel so touching. Gue gak bakal maksa kalian buat vote atau comment, karena gue tahu banget sesuatu yang gak datang dari hati itu gak enak buat dijalani.

Jujur, cerita gue dibaca aja udah berasa terbang ke langit. Tapi kalau kalian ikhlas vote orang comment gue juga gak bakal nolak.. Hehehhee

See you in next chap guysss

Love yaaa

Don't Touch Her ! She is My SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang