Di usia pernikahan menginjak 6 tahun masih sama seperti hari pertama pernikahan. Tidak ada cinta ataupun kasih sayang di dalamnya.
Rumah tangga yang terkesan hambar dan tidak ada warna yang bisa mewarnai kehidupan pernikahan itu. Hanya cinta sepihak yang mampu mempertahankan rumah tangga di ambang kehancuran itu.
Cinta yang terlalu besar di miliki oleh sang istri, mampu membangun rumah tangga sejauh itu. Selama 6 tahun ini Risa sudah berteman baik dengan rasa sakit dan rasa kesepian.
"Hari ini masak apa?" tanya seorang remaja berseragam putih abu-abu yang baru turun dari kamarnya.
"Hari ini, aku masak makanan kesukaanmu," jawab gadis yang tidak bisa merasakan masa mudanya.
Setelah, lulus sekolah dia harus menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya. Risa yang terbilang anak penurut dan tidak pernah membangkang ikhlas menerima perjodohan itu.
"Apa tidak bosan setiap hari memasak makanan kesukaanku?" tanya Marvin adik satu-satunya suaminya yang tinggal bersamanya.
"Agar kamu bisa makan yang banyak," jawab Risa yang selalu memperhatikan pola makan adik iparnya itu.
Marvin tersenyum sambil duduk untuk menikmati sarapan pagi sebelum sekolah. Dia sudah menganggap Risa temannya, bukan hanya sebagai kakak iparnya selama ini.
Perhatian yang di berikan Risa lebih dari ibunya sendiri. Sejak kecil, dia tidak bisa merasakan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan.
"Kak, kamu tidak sarapan?" tanya Marvin tiba-tiba sambil menatap pemuda yang berjalan turun tangga.
Perlahan ia menatap ke arah meja makan, yang di atasnya sudah tersaji berbagai makanan. Lalu, dia menatap Marvin adiknya yang selalu membuat ulah dan masalah dalam hidupnya.
"Tidak," jawab sang kakak yang berdarah dingin itu.
"Tapi-"
Ucapan Marvin terhenti saat kakaknya memilih pergi. Dia langsung berdecak kesal dan ingin melemparkan sendok di tangannya saking kesalnya.
"Bagaimana bisa kamu bertahan hidup dengan manusia seperti itu? Tidak punya perasaan," ucap Marvin dengan wajah kesalnya.
"Ini bukan pertama kalinya 'kan. Kenapa kamu begitu emosi?" tanya Risa yang seperti menutupi lukanya dari Marvin.
Dia bukan anak kecil lagi dan tahu hubungan Risa dengan kakaknya tidak pernah baik-baik saja. Bahkan, kamar mereka terpisah, selama 6 tahun pernikahan mereka tidak pernah tidur satu kamar.
"Kak, jika kamu sudah tidak kuat, kamu boleh bercerai dengan Kakakku. Aku sangat mendukungmu sepenuhnya." Kata Marvin yang sudah tidak tahan melihat sikap keterlaluan kakaknya.
"Apa yang kamu katakan? Bagaimanapun dia Kakakmu pengganti orang tuamu, kamu harus menghormatinya." Jelas Risa marah meskipun perkataan Marvin tidak sepenuhnya salah.
"Dia sudah keterlaluan padamu, Kak. Jika dia tidak membutuhkanmu, kenapa masih mempertahankan mu. Dia harus menceraikanmu dan hidup sendiri sampai mati." Jelas Marvin yang selera makannya langsung hilang.
Marvin yang makan sedikit memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Sebelum pergi, Risa memberikan bekal makan siang, meskipun Marvin sering menolak karena membawa bekal ke sekolah terkesan kuno.
Gadis mungil itu tetap memasukkannya ke dalam tasnya, membuat Marvin tidak bisa menolak. Apalagi, ia selalu merasa kasihan karena Risa tidak pernah di perlakukan baik oleh kakaknya.
☘️☘️☘️
"Aku jika di posisi Kakakku. Betapa aku mensyukuri hidup, memiliki pasangan hidup seperti Kak Risa. Dia memang tak secantik mantan Istrinya, tapi dia baik luar dalam." Jelas Marvin yang menggerutu selama perjalanan ke sekolah.
Memang bukan pertama kalinya ia menyaksikan sikap kakaknya yang dingin dan tidak menganggap Risa sebagai istrinya. Mungkin, bisa terhitung sebanyak apa kakaknya bicara dengan Risa.
Jika dia menjadi Risa sudah pasti meninggalkan pemuda seperti itu dan menjalani kehidupan yang terlewatkan. Melakukan apa yang di inginkan dan menikmati hidup pikir Marvin.
"Si brengsek Salsa cuman modal tampang doang. Ngapain masih belum move on dari dia, dia bahkan menggugat cerai hanya karena tidak mau punya anak." Celetuk Marvin yang ketika bicara tidak pernah di pikirkan terlebih dahulu.
"Sekarang, ada yang setia dan mau punya anak. Dia sendiri yang tidak memberikan nafkah batin, aku merasa malu memiliki seorang Kakak sebajingan itu nyakitin anak orang." Lanjut Marvin dengan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Meskipun, Marvin waktu pernikahan kedua kakaknya duduk di bangku SMP, tapi dia sudah dewasa untuk melihat permasalahan di keluarganya. Memang pada dasarnya pernikahan itu perjodohan, bukan pilihan kakaknya sendiri.
Marvin berpikir seiring berjalannya waktu, kakaknya bisa berdamai dengan keadaan. Tapi, sikapnya semakin menjadi-jadi dan tidak pernah berubah.
Kakaknya seperti masih trauma dan mati rasa karena pernikahan sebelumnya. Marvin ingin kakaknya bisa melanjutkan hidupnya dan tidak perlu hidup bersama bayangan masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii