Meski Tias adalah seorang gadis yang polos, kekanakan dan terkadang manja, tapi ia juga wanita yang pintar berwawasan luas. Gadis itu tidak terlalu buta pengetahuanya tentang hubungan yang baru saja ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Tias hanya merasa terpukul, hatinya sakit. Ia benar-benar tidak menyangka jika sahabat terdekatnya masuk ke dalam dunia yang selalu dipandang hina oleh masyarakat kebanyakan.
Rasa bingung, gelisah, juga sedih, bergabung menjadi satu di hati dan fikirannya. Tias masih belum percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Sahabat baik yang juga sudah bertunangan dengan sahabatnya, terlihat penuh nafsu bercumbu dengan laki-laki yang belum lama dikenal nya.
"Ya ampun Eza, kamu kenapa sampai berbuat kayak gitu si." Tias bergumam sambil menyandarkan punggungnya pada jok mobil taxi yang ia naiki.
Sungguh selama ini wanita itu tidak pernah melihat sisi lain dari sahabatnya. Semua terlihat normal, dan tidak ada tanda-tanda berbeda pada diri Eza. Tias memejamkan mata, sambil menjambak rambutnya. Wajah Mira--sahabat yang sekaligus tunangan Eza melintas di benaknya, membuat kepalanya mendadak sakit. Bagaimana kalau Mira sampai tahu jika tunangannya ternyata berselingkuh dengan laki-laki. Entahlah, Tias tidak sanggup membayangkan itu semua.
"Pak tolong nanti berhenti di taman kota ya," ucap Tias kepada seorang pria yang tengah duduk di belakang kemudi.
"Iya mbak..."
Tias menghela napas sambil menidurkan kepalanya pada jok mobil. Wanita itu melamun, terdiam sepanjang perjalanan sampai suara sopir taxi menegurnya.
"Sudah sampai mbak."
"Oh, iya." Tias membuka hand bag nya, mengambil sejumlah uang untuk membayar sopir taxi tersebut. "Terima kasih pak."
"Sama-sama, mbak," balas sopir taxi tersebut.
Setelah menutup kembali pintu mobil, Tias berjalan lesu tanpa tujuan. Ia benar-benar masih sangat shock. Tidak siap dengan kejutan yang baru saja ia dapatkan.
Langkah kaki Tias membawanya sampai pada sebuah kursi taman yang terbuat dari besi. Merasa lelah berjalan terlalu lama, akhirnya gadis itu mendudukkan pada kursi tersebut.
Tias menghela napas sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Adegan ciuman yang dilakukan oleh Eza dengan Arga, selalu melintas di benaknya--membuat ia bergidik merinding.
Setelah diam dan berpikir selama beberapa saat, Tias membuka hand bag, mengambil HP yang ia simpan di sana.
Menyalakan HP tersebut, ibunya menyentuh menu kontak. Setelah menemukan kontak bertuliskan nama Eza, Tias menyentuh tombol panggil, sebelum akhirnya ia menempelkan benda berbentuk persegi empat itu pada daun telinganya.
"Aku di taman kota," ucap Tias tanpa basa-basi, setelah panggilannya tersambung. "Kamu ke sini sama Arga, aku tunggu." Tanpa menungu jawaban dari orang di seberang sana, Tias menutup panggilanya secara sepihak.
Memasukan HP itu kembali ke dalam hand bag kemudian gadis itu mendesah. Penjelasan. Ya, Tias butuh penjelasan. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi antara Arga dengan Eza. Tias ingin mendengar langsung dari mulut dua laki-laki itu.
Menghubungi Eza dan Arga, mengajak mereka untuk berbicara, adalah pilihan yang tepat menurut Tias.
Tbc