S2. 11

1.6K 176 38
                                    

Entah mengapa, Eza merasakan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan gelisah, juga seperti sedang mengusik hatinya. Mungkin karena malam ini, untuk pertamakalinya, pria itu akan menginjakkan kaki pada tempat yang bernama diskotik.

Eza membuang napas gusar, begitu pintu besi bertuliskan starclub, telah dibuka oleh sorang penjaga. Suara dentuman musik disco langsung terdengar, seperti menyambut kehadirannya. Perasaan ragu datang menghampiri, ketika ia akan melangkah masuk ke dalam tempat yang terlihat remang--dipenuhi sorotan cahaya, dari bola lampu penuh warna.

Namun-

"Jangan tegang, pak Reza."

"Pak Reza akan senang di sana."

"Ini itu surga, banyak cewek-cewek cantiknya."

-bujukan dari beberapa rekan bisnis, memaksa Eza, akhirnya melangkahkan kaki, mendekati pintu masuk starclub.

"Pake tongkatnya, pak." Salah satu karyawan Eza memberikan tongkat, lantaran melihat sang atasan, seperti sedang merasakan nyeri dibagian kakinya.

Aktivitas seharian--nyaris tanpa jedah, ditambah dengan meeting yang memakan waktu lama, memuat sakit dibagian kaki Eza kembali datang. Pria itu membutuhkan tongkat--yang sengaja ia bawa, untuk membantunya berjalan, jika diperlukan.

Mengapit gagang tongkat di ketiak, Eza menarik napas panjang, sebelum akhirnya ia melangkah, mengikuti beberapa pria berkemeja formal.

Begitu kakinya menginjak lantai disco, Eza mengerutkan wajah, sambil menahan napas. Asap-asap rokok yang beterbangan, dan aroma dari minuman alkohol, menyengat indra penciumannya. Dentuman musik disco yang terdengar menggelegar, seperti sedang menghantam-hantam dadanya--membuat ia merasa sesak.

Meski cahaya ruangan terlihat remang, namun pira itu bisa melihat dengan jelas, bagaimana orang-orang menggelangkan kepala, meliuk-liukan tubuh, mengikuti alunan musik disco. Eza bergidik merinding kala tangan-tangan wanita berpakaian minim, melambai dan bahkan ada yang nekat meraba dadanya. Memberikan undangan terbuka.

Mengabaikan para wanita penggoda, Eza melanjutkan perjalanan, mengikuti rekan-rekan bisnisnya. Ramainya pengunjung disco, membuat pria itu harus berdesakan, sedikit kesulitan saat berjalan.

Sumpah demi apapun, jika bukan karena menghargai rekan bisnis--yang sudah mengucurkan dana, pria itu memilih kembali pulang, tidur nyaman sambil memeluk putranya.

Berkat bantuan tongkat, dan dibimbing dari salah satu karyawannya, akhirnya Eza bisa bernapas legah sambil menjatuhkan pantat--duduk pada sofa yang membentuk huruf C.

Seorang pria--salah satu rekan bisnis beringsut, merapatkan duduknya di samping Eza. "Rileks pak, Reza!" Orang itu harus berteriak, melawan kerasnya suara musik disco. "Jangan khawatir, di sini enggak akan ada yang gigit. Paling, cuma digoyang." Setelah mengatakan itu, rekan bisnis Eza tertawa lepas, tanpa beban--seolah ia akan hidup abadi di dunia ini.

Eza hanya tersenyum simpul menanggapi pria tersebut.

Tidak lama setelah Eza dan rekan-rekan bisnis duduk, beberapa bartender datang sambil membawa beraneka minuman beralkohol, lalu menyusunnya di atas meja.

"Selamat malam tuan-tuan."

Seorang pria berpakaian wanita, menyapa dengan ramah sambil mengipasi dirinya menggunakan kipas bewarna pink. Beberapa wanita cantik mengenakan pakaian terbuka, berbaris di samping pria centil tersebut.

Gaya gemuali pria itu membuat Eza mendesis--tertawa singkat, sambil menggelang heran.

"-selamat datang di starclub, surganya kota Cilgon." Lanjut pria centil tersebut. "Silakan nikmati malam indah tuan-tuan, bersama gadis-gadis terbaik di starclub__"

TERBIASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang