Genre 1 : Untung cinta, coba kalau enggak?

3.1K 251 46
                                    

Naruto Disclaimer Masashi Kisimoto. Saya hanya meminjam chara. Saya tidak mendapatkan keuntungan dari cerita ini, murni untuk have fun 😘

Bahasa slank, kekinian dan tidak baku. Ada unsur humor walau enggak tahu bakal bikin receh apa enggak.

Pairing always Naruhina 😎
Rated semi M

.

.

.

.

"Ta, nata –"

". . ."

"Hinata."

Naruto bersabar. Sudah biasa diabaikan. Barangkali dinding kamar dipasangi pelapis kedap suara atau ada lapisan hampa udara yang tidak bisa dirambati segala macam bunyi, entah pula jika suaranya kurang lantang, kurang gahar dalam memanggil. Namun sampai tenggorokan gatal kekurangan pelumas air liur pun yang dipanggil belum juga menolehkan kepala.

Alih-alih menoleh, Hinata keterusan sibuk di depan layar pemancar radiasi demi mem-frasakan imajinasi ke rangkaian kata-kata hingga berbentuk rentetan cerita. Sekali duduk menghadap Leptop, Hinata sudah tentu masuk zone. Wilayah bebas hambatan dan gangguan. Sekalipun diteriaki Naruto berulang kali, Hinata akan tetap duduk bersemedi sambil menggerakan jari di atas keyboard. Dia keasyikan sampai tak sadar sudah mem frendzone-kan kekasih demi sebuah cerita fanfiksi.

Hinata lebih sayang reader dibanding lover. Naruto mengusap dada mencoba meluaskan arti kesabaran.

Cukup miris, namun Naruto masih dapat tersenyum. Dia lelaki penyayang –punya peliharaan kucing sepuluh ekorpun dia mampu merawat sampai melahirkan puluhan ekor, ia pria bermental baja dan yang pasti juga seorang budiman. Naruto tidak gampang tersulut marah bila ada ibu-ibu menyalakan lampu sein kendaraan ke kanan namun belok ke kiri. Lihat, kurang apa lagi coba! Dia sudah umur 27 tahunan. Tentunya lebih dari cukup untuk dikatai dewasa dalam menghadapi segala hal termasuk meladeni pujaan hati yang nantinya bakal jadi istri.

Malam minggu rencananya Naruto ingin mengajak Hinata ke luar, tapi yang ada justru dirinya ditelantarkan. Pacarnya lebih menggilai fanfiksi ketimbang memilih gandengan tangan di plipiran jalan. Oke, mungkin itu terdengar nggak modal, pacaran norak dan terlalu kere. Tapi apa salahnya ngapel di malam minggu? Ia tidak berharap muluk-muluk sampai meminta Hinata harus menyambutnya dengan rentangan pelukan sambil memutar-mutar tubuh dan bernyanyi seperti film india.

Meski seuprit, Naruto ingin Hinata sedikit menyadari arti cintanya. Tidak lama, hanya sebentar, mungkin sepuluh menit –untuk merayakan dua tahun hari jadi mereka.

"Kau yang memaksaku, Hinata." Gemas bercampur kesal, Naruto langsung mencabut colokan listrik sebagai penyumbang daya penghidup Leptop. Layar langsung gelap, tentu saja. Leptopnya cuma bisa hidup bila ada sengatan listrik, baterainya sudah lama menggembung akibat cara pemakaian over supplay.

Dan Hinata baru sadar ada orang lain masuk ke kamarnya.

"Naru?" Frame kaca mata diturunkan sampai ke tengah hidung mancung, mata belonya kedap-kedip bingung. Hinata belum men-save draf fanfiksi­ namun keburu leptonya mati -dimatikan. "Apa ada pemadaman listrik?"

Dasar tidak peka dan perasa. Dikira Naruto yang bersendekap tangan di dada dengan tatapan merah menyalah karena sedang menahan konstipasi dan tidak tahu dimana letak kamar mandi.

Bola mata pucat berkedip semakin imut. Imut sih, tapi kok makan hati. Tentu saja Naruto mengelus dada, dalam hati berteriak

Kampreeeetttt!

Fanfiction is My Rival?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang