2. Mengkuti arah hidup

7K 580 11
                                    

Aku suka Dominic agisca....cocok aja ma visual Dominica. Namanya sama pula. Hahaha
............................

"Ada lalat di pipi kamu tadi." Ucapan terkesan datar dan dingin itu membuat Genta menganga, berkedip. Ibunya memperlihatkan telapak tangannya yang sudah terdapat lalat mati.

"Ayo kita pulang sudah mau sore. Ibu harus mengambil hasil sadapan lagi." Wanita itu tersenyum tipis sambil merangkul pundak putranya yang tingginya sudah hampir menyamainya.

Genta hanya termangu melihat ibunya yang kembali tersenyum padahal amarah tadi sempat terlihat saat dia membentak ibunya. Dengan sedikit malas anak itu duduk di gerobak yang tergandeng disamping motor agak besar milik ibunya. Sambil mengangkat sebelah kakinya.

Sekilas anak tanggung itu melirik pada seorang pria dewasa dengan kemeja rapi yang datang dengan mobil yang termasuk mewah untuk kota kecil itu. Dari balik bola mata hitam jernih menyimpan kesedihan. Dia menatap Kiara, teman sekelasnya yang dengan riang memeluk ayahnya sambil berputar. Luka-luka lebam tak lagi dia rasa.

Sampai motor butut ibunya melaju, Genta tak lepas memandang Kiara dan ayahnya. Gadis itu juga ikut menatapnya dengan raut yang sulit diartikan. Antara kasihan atau kagum.

Genta cepat-cepat menyadarkan dirinya. Lagipula apa pentingnya memperhatikan Kiara yang selalu melihatnya diam saja jika Badrun, sepupu jauhnya juga temannya selalu membullynya. Dengan cepat dia kembali memalingkan wajahnya ke depan. Memandang lurus jalanan asri kota kecil itu yang ramai dengan anak-anak sekolah yang pulang.

Setelah motor butut itu melaju meninggalkan halaman sekolah. Ibunya kembali buka suara. "Nanti kamu habis pulang, ganti baju, langsung makan, belajar." Lagi nada suara ibunya tak pernah berubah selalu tegas. Walau suara motor butut itu nyaring. Tapi suara ibunya yang keras masih terdengar oleh Genta.

Dalam perjalanan, diiringi gaduh suara motor, debu, dan asap kendaraan menjadi kawan dekat mereka. Melihat wajah kusam dan dingin ibunya yang sedang menyetir. Anak itu tetap memasang raut cemberut. "Aku sudah tahu. Sudah hapal perintah itu. Tidak usah terlalu mengaturku. Memang aku masih anak kecil." Ucap Genta tak kalah nyaring.

Anak itu membiarkan saja rambut hitan gondrongnya ditiup angin. Wanita itu tak peduli dengan bentakan putranya. Tetap konsen menyetir motor dengan serius.

Tak berapa lama mereka sudah sampai di halaman rumah sederhana itu yang jauh dari kata mewah walau bukan geribik. Dengan cepat anak itu melompat dari gerobak samping motornya.

Wanita itu membuka helm hitam besarnya mendesah pasrah pada anak satu-satunya itu. Lalu turun dari motor segera menangkap pergelangan tangan Genta. Merapikan rambut tebal Genta dengan lembut dengan tatapan sayang. "Rambut kamu berantakan, nak. Itu lihat seragam kamu kotor kan? Udah ibu bilang jangan duduk di gerobak. Masih ngeyel. Nanti ibu obatin lukanya."

Genta langsung menghindar rasanya risih dengan perlakuan ibunya. "Lebih nyaman di gerobak, bisa santai, selonjor kaki, atau tidur sekalian."

Setelah berucap judes. Anak lelaki itu pergi meninggalkan mereka masuk ke dalam rumah. Wanita itu menengadah ke langit mencoba meredam emosinya menghadapi sikap anaknya yang mulai pintar. Justru semakin besar dan bertambah pintar membuat Genta juga mengerti tentang hidupnya. Perbedaan dirinya dan teman-temannya membuat rasa kecemburuan sosial perlahan bangkit dalam dirinya.

Genta justru malah tiduran di kursi panjang ruang tamu yang jauh dari kata empuk. Menjadikan kedua lengannya yang terlipat sebagai bantal. Dalam benaknya, seiring waktu berjalan. Dia selalu menyalahkan ibunya, hidupnya, juga Badrun dan ganknya yang selalu menghina Genta.

Cinta Akan Membawamu Kembali (CAMK)(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang