3

473 103 25
                                    

Park Woojin mendengus dan bersedekap menatap beberapa pria dihadapannya yang menatapnya dengan tatapan menantang.

Sepulang sekolah tadi, ia di cegat oleh lawannya di arena balap. Woojin tentu tau, apa maksud mereka mencegatnya seperti ini, tapi hari ini dia sedang dalam mood yang kurang baik dan mereka semakin memperburuk mood-nya.

"Ada apa?" tanya Woojin pura pura bodoh, membuat pria dihadapannya itu mendecih dan menatapnya remeh.

"Kau tentu tau, apa maksud kami, dan aku tidak suka di permalukan." ujar pria yang menjadi lawannya di arena balap minggu lalu.

Woojin tertawa mengejek sambil bertepuk tangan pelan. "Kau kalah karena aku lebih baik dari padamu, kenapa kau marah?" jawab Woojin santai, ia menggeleng gelengkan kepalanya heran dengan kelakuan lawannya itu.

"Sialan kau!"

Setelah itu baku hantam di antara mereka pun terjadi. Woojin itu jago berkelahi, meskipun ia sendirian menghadapi lawannya yang jumlahnya tak sebanding dengannya, setidaknya ia masih cukup kuat untuk melawannya.

Namun baru beberapa menit perkelahian itu terjadi seorang pria berbahu lebar bersama dua temannya datang dan ikut membantu Woojin.

Kang Daniel, pria yang membantu Woojin menarik tangannya agar menjauh dari perkelahian itu, membuat Woojin protes dengan tindakan Daniel.

"Kenapa menarik ku!!" desis Woojin tajam, ia masih kesal dengan pria yang mencegatnya itu, ia ingin menghajarnya hingga babak belur.

"Tidak lihat luka diwajah mu yang baru saja diobati!? Lengan mu juga! Dasar bodoh!!" Woojin menatap Daniel tajam, ia menarik pergelangan tangannya yang di genggam Daniel erat, namun percuma, itu malah membuat pergelangan tangannya memerah.

"Itu sudah biasa sialan!" Daniel tak menghiraukan perkataan Woojin, maniknya mengedar dan bertemu pandang dengan seorang pria tinggi dengan setelan kemeja yang rapih sedang berdiri menatap mereka.

Ia berjalan ke arah pria tinggi itu dengan Woojin yang ia tarik secara paksa.

Guanlin tersentak dari lamunannya ketika dua orang mendekat ke arah dimana dia berdiri, pria Lai itu makin tersentak ketika tangan si bahu lebar menariknya.

"Tolong bawa dia pergi, aku akan mengurus yang di sana."

Satu detik kemudian tubuh yang lebih kecil dari pria tadi sudah berpindah di pelukannya. Guanlin menatap sebentar pria manis di pelukannya ini. Tidak ada pilihan lain, Guanlin harus kembali ke ruangan penuh dengan ranjang untuk orang sakit.

Jika Guanlin berjalan sendiri, pria Taiwan itu hanya membutuhkan waktu 15 menit, tapi kini dengan pria di pelukannya ini, Guanlin membutuhkan waktu yang lebih lama.

Setelah mendaftarkan Woojin, Guanlin segera melepaskan jaketnya, Woojin sudah ditidurkan di sebuah tempat tidur, Guanlin sudah akan mengambil peralatan jahit sebelum netranya menangkap sosok senior yang cukup akrab dengannya dan menariknya pelan.

"Jadi benar rumor yang beredar kalau Lai Guanlin begitu mencintai rumah sakit, jadwalmu kan sudah-" Guanlin segera memotong omongan seniornya ketika melihat Woojin yang meringis menahan sakit.

"Kumohon sunbae yang menanganinya." Guanlin sedikit menundukan badannya karena tinggi badan seniornya lebih pendek.

"Aish, karena aku sedang baik hati jadi ya sudah."

Guanlin tersenyum ketika tangan cekatan seniornya mulai mengambil alih peralatan jahit. Pria Lai itu segera mendudukan badannya di kursi yang sudah di sediakan untuk pendamping pasien.

"Pacarmu ya? Soalnya mukamu terlihat khawatir."

"Memang khawatir harus selalu tentang pacar ya?" Guanlin menautkan alisnya, ia  meluruskan kaki panjangnya yang terasa pegal, menyedekapkan tangannya dan memandang seniornya yang biasa ia panggil Ong Sunbaenim.

From The Vulnus |PanchamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang