Rayden Zalzalah
Gua tengah berjalan di area sekolah bersama seorang pemudi di samping gua. Dia Chaca Indrawari. Dipanggilnya Chaca.
Pertama kali kenal karena kita dipartnerkan jadi panitia bazar beberapa bulan lalu.
Sejak mengetahui nama lengkap Chaca, namanya itu cantik dan manis seperti pemiliknya.
Sebelum bazar selesai, dia berhasil membuat gua tidak ingin dia menghilang dalam hidup gua. Jadi, walau kita dipertemukan karena bazar, meski acara tersebut berakhir, gua gak akan membuat kedekatan gua dengannya ikutan berakhir.
Hampir sebulan setelah bazar selesai, dia membuat gua terpesona. Kadang merasakan jantung gua berdebar ketika bersamanya, sehingga gua menyadari peran Chaca yang awalnya menjadi partner acara menjadi partner cinta.
Lantas membuat gua selalu bertanya-tanya dalam diam. Jika Chaca menerima perintah untuk menjadi partner acara dengan gua, apa Chaca akan menerima juga jika dapat perintah untuk menjadi cewek gua? Dalam hal ini gua mendadak jadi pesimis.
Menurut gua, dari awal kenal sampai sekarang, Chaca hanya menganggap gua sebagai teman sekolah, gak lebih dari itu.
Gua berasa jadi pengecut karena gak bisa menyatakan perasaan ini.
Dua hari yang lalu mendadak timbul tanya baru dalam kepala. Chaca pernah pacaran atau bahkan udah punya pacar atau dia suka sama lelaki lain gak, ya?
Gua jadi khawatir salah satu dari dugaan-dugaan gua tersebut adalah benar.
"Kenapa lo kemarin gak masuk?" tanya gua.
Sebenarnya gua tahu kemarin Chaca gak masuk karena sakit. Tapi, gua gak tahu sakit apa. Kemarin juga kelas gua gak ada jam kosong dan pulangnya gua ada jadwal basket buat pertandingan minggu depan dan les di malam hari, membuat gua tidur sebelum mengingat untuk ngechat Chaca.
Tapi, Chaca menjawabnya sekarang. "Kemarin badan gua panas dan kadang bersin-bersin jadi gua gak diizin masuk sekolah."
"Terus sekarang udah mendingan?" Chaca mengangguk. "Syukurlah. Kalau lo ngerasa masih gak enak badan, izin aja ke UKS, ya," pesan gua sebelum dia pamitan duluan ke kelas.
Gua memandangi punggung Chaca hilang menghilang setelah berbelok. Niat gua emang gak mau gegahan atau bikin kesan gua bagi Chaca jadi jelek.
Jika Chaca ke arah kanan, gue melangkah untuk mengambil haluan kiri. Kemudian gua hampir menabrak seseorang yang keluar dari arah tangga dan ternyata dia Boy, teman sekelas.
"Lo udah ke mading?" tanya Boy.
Kemudian gua menjawab, "Ini mau ke sana abis ngantin. Lo mau ke mana?"
"Mading juga. Ayok dah bareng lihat foto orang ganteng di sana." Di akhir kalimatnya nada Boy menjadi terkesan ngeselin sehingga gua mencibir.
Kemudian kami bersama menuju mading. Namun, gue berhenti tiba-tiba diikuti Boy.
Dia menoleh ke gua sebelum bertanya, "Kenapa?"
Dengan dagu gua menunjuk tempat yang ada di kanan Boy seraya berkata, "Toilet dulu, ya. Gua kebetel."
Yang disahutnya olehnya cepat. "Gih." Lantas gua pun ke toilet dan segera buang air kecil.
Urusan gua belum selesai dalam toilet, mendadak terdengar suara Boy mengatakan, "Al, menurut lo gua ganteng gak?" Gua menoleh ke belakang sampai menemukan dia berdiri di depan cermin—gua kira dia bakal nunggu di depan. Tumben banget dia nanya gitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Love
Teen Fiction"Dunia ini sempit atau sengaja mempertemukan kita?" "Gua harap tidak keduanya," batin Chaca membalas. Chaca tidak pernah menyangka bertemu dengan siswa sebrang membawanya pada masa SMP yang ia hindari untuk terulang ... dan kala itu juga semesta mal...