Cerita 04

3.1K 34 0
                                    

Hati yang Bimbang

Kayya menangis disudut lorong sepi rumah sakit. Untuk apa ia menangis bukankah seharusnya ia senang bertemu lagi dengan Kyle? Bukankah selama ini ia menunggu pria itu? Lantas apa yang membuatnya menangis? Bertemu dengan Kyle atau karena menyesali pernikahannya? Atau menangisi keduanya?

Tentu saja airmata Kayya sia-sia, semua sudah terjadi. Ia sudah menikah dan ia sudah bertemu Kyle. Walau pertemuan itu sedikit terlambat. Bukan, tidak hanya sedikit tapi sangat terlambat.

Apa boleh buat, waktu tidak bisa diputar kembali. Menyesal hanya akan membuang waktu dan tenaga. Semua tidak bisa dirubah kembali, karena Tuhan telah memberikan jalan terbaik bagi semuanya.

***

Penyesalan tumbuh dalam hati Kayya berkembang semakin besar. Rasa sakit yang dihadapi saat ditinggalkan memang tak tertahankan. Membuat kita setiap hari menunggu dan bertanya-tanya. Apakah ia akan kembali? Apakah ia akan datang lagi?

Dan rasa itu semakin sakit ketika hari dimana kita memilih untuk berhenti berharap dia justru datang dengan tiba-tiba. Tanpa tanda, tanpa firasat dia datang begitu saja. Padahal kita sudah tak boleh mengharapkannya, padahal kita harus berhenti menunggunya.

Lalu yang bisa kita lakukan hanya bisa menyesal karena telah berhenti mengharapkannya.

"Ya Tuhan! Ada apa dengan hatiku? Aku telah menikah tapi aku masih menyimpan rasa cinta untuk pria lain."
Kayya menyeka airmatanya, membasuh wajahnya yang sembab karena menangis.

Seseorang datang dari balik pintu toilet rumah sakit.
Alice menyandarkan bahunya didekat cermin dan bersedekap menatap iba pada Kayya.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya.
"Kau menangis? Pak tua itu pasti memarahimu lagi! Tak perlu kau pikirkan lidahnya memang selalu tajam."

"Tidak, aku baik-baik saja"

"Benarkah? Tapi matamu seperti habis menangis."

Kayya mengangguk dengan pasti. "Sungguh. Aku baik-baik saja."

"Ah! Tunggu, bukankah pak tua itu sudah pensiun minggu lalu? seharusnya dia sudah digantikan?" Alice menutup mulutnya dengan tangan. "Jangan katakan penggantinya lebih kejam dari si tua itu? Pak tua saja sudah sangat kejam, apa dia jauh lebih kejam? Aahh benar-benar bencana." oceh Alice tak karuan.

"Tidak, Alice. Kau jangan sembarangan bicara."

"Lalu apa yang membuatmu terlihat sedih?"

"Aku lupa membawa bekal makan siang...hehee" jelas Kayya tak masuk akal.

"Hiish!" Alice kesal dan mencubit kecil lengan  Kayya "Kupikir karena atasan baru kita marah besar percuma saja aku cemas." gerutunya.

Kayya menggeleng cepat. "Tidak. Sudahlah ayo kembali bekerja."

Keduanya berjalan menuju ruangan kerja masing-masing. Alice menyipit dan menatap Kayya curiga.
"Apa dia masih muda?"

"Siapa?" tanya Kayya bingung.

"Atasan baru kita." Kata Alice setengah berbisik.

"Y-Ya dia masih muda, mungkin usianya sekitar 29 tahun."

"Wow! Sangat muda untuk seorang pimpinan rumah sakit. Aku yakin dia memiliki banyak prestsi." ujar Alice terkagum-kagum. "Apa dia tampan?" lanjutnya. Kayya hanya mengangguk. Memang benar Kyle tampan. Sangat tampan bahkan mampu membuatnya mencintainya hingga saat ini.

Your touchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang