Wajah gadis itu tak secerah matahari pagi lagi, ia tetap melanjutkan kesehariannya meskipun sudah di usir semalam oleh suaminya. Dia mencoba terlihat baik-baik saja di depan Marvin, menyambutnya dengan senyuman hangat.
Marvin melihat lagi-lagi mata kakak iparnya yang bengkak juga sembab. Dia tidak bisa membayangkan selama apa dia menangis semalam pikir Marvin. Ia duduk untuk sarapan pagi.
"Belajar dengan baik dan perbaiki nilaimu." Pinta Risa dengan memberikan kunci motor kesayangan Marvin padanya.
"Kamu mendapatkannya, Kak?" tanya Marvin sambil menatap kunci motor di dekatnya.
"Iya dong." Kata Risa sambil tersenyum, memasukkan bekal makan siang ke dalam tas sekolahnya.
"Bagaimana caramu mendapatkannya?" tanya Marvin yang sebenarnya dia tahu kejadian semalam.
"Rahasia. Cepat habiskan sarapanmu, ini sudah siang kamu bisa terlambat ke sekolah." Pinta Risa berjalan ke dapur membuat pemuda itu merasa menyesal.
"Maaf," ucap Marvin membuat langkah gadis itu terhenti.
"Hah?" Risa terkejut juga kebingungan, dengan ucapan Marvin yang tiba-tiba minta maaf padanya.
"Karena aku. Kamu dan Kak Theo bertengkar semalam." Mendengarnya membuat Risa hatinya terasa sakit kembali.
"Kenapa kamu mencintainya, Kak? Kenapa kamu-"
"Marvin, cepat habiskan makananmu." Sela Risa yang tidak mau membahas kejadian malam tadi.
"Aku tidak berselera makan," ucap Marvin dengan beranjak berdiri dan pergi.
Risa menarik nafasnya ketika pemuda itu meninggalkan tas sekolahnya. Dia mengambilnya dan mengejar Marvin yang tahu kejadian semalam.
"Jika Kak Theo bersikeras mengusirnya, aku akan pergi dari rumah ini." Perkataan Marvin membuat Risa menghentikan langkahnya.
Marvin menghadang kakaknya yang akan berangkat kerja. Mereka berdiri saling berhadapan dan Marvin dengan sedikit emosi atas kejadian semalam, ia enatap tajam kakaknya tanpa rasa takut seperti sebelumnya.
"Kenapa melibatkan dia dengan masalah kita?" tanya Theo menatap dingin ke arah Risa yang berdiri di dekat mereka.
"Aku mendengar semuanya. Kenapa bisa mengatakan hal sekejam itu. Dia Istrimu bukan orang asing," ucap Marvin yang sudah kesal atas sikap kakaknya.
"Pergi sekolah." Kata Theo yang tidak mau bertengkar dengan adiknya.
"Harus dengan cara apa untuk menyadarkan mu, jika dia lebih baik dari Salsa." Ungkap Marvin sampai Theo menatapnya tak percaya.
"Jangan sebut nama dia di sini," ucap Theo dengan tatapan kesal dan marah.
"Marvin, cepat kamu pergi sekolah." Kata Risa dengan menarik tangan Marvin untuk menjauh dari kakaknya.
"Apa yang bisa di banggakan dari si brengsek Salsa, hah? Dia cuman cantik doang, tapi tidak bisa melakukan apapun!" Seru Marvin yang emosi tingkat tinggi pada kakaknya.
"Hentikan, omong kosongmu itu," ucap Theo membuat Marvin berdecak kesal.
"Apa kamu marah aku menghinanya? Kenapa tidak bisa melupakan orang sepertinya? Kamu harus buang jauh-jauh dia dari hidupmu, Kak. Kamu berhak bahagia." Jelas Marvin dengan menatap kakaknya dari kejauhan.
"Aku bilang hentikan," ucap Theo yang terpancing emosi itu.
"Katakan padaku sekarang. Kamu masih mencintai gadis sialan itu 'kan? Ayo, katakan padaku kalau kamu tidak bisa hidup tanpa dia!" Teriak Marvin pada kakaknya dengan nada tinggi.
Plak..
Satu tamparan keras melayang di wajah mungilnya Risa, ketika dia dengan cepat menghalangi tubuh Marvin oleh tubuhnya. Marvin terkejut melihat Risa yang terkena tamparan kakaknya bukan dirinya.
Theo sendiri terkejut tidak menyangka jika gadis itu akan menghalangi Marvin. Dia yang tersulut emosi ingin menghajar adiknya.
"Aku membencimu." Kata Marvin tanpa berpikir panjang membantu Risa yang wajahnya terasa sakit sekali.
Apa yang di takutkan oleh Risa terjadi juga, dia yang tidak mau Marvin membenci kakaknya. Kini, Marvin mengatakan dengan jelas membenci kakaknya.
Theo terdiam sambil menatap tangannya yang pertama kalinya menampar orang. Ia melihat kepergian adiknya bersama Risa keluar dari rumah.
☘️☘️☘️
Marvin membawa kotak obat untuk Risa, yang dimana lukanya sudah terlihat jelas di wajah mungilnya. Ia tidak pernah menyangka jika Risa akan melakukannya.
"Seharusnya, kamu biarkan saja Kakak menghajarku habis-habisan. Aku sudah muak dengan sikapnya padamu," ucap Marvin dengan mengobati luka di wajah Risa.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu termasuk Kakakmu sendiri," ucap Risa membuat pemuda itu terdiam seketika menatap Risa.
Risa meringgis kesakitan ketika sudah merasakan tamparan keras dari suaminya. Dia alasan utama yang membuat hubungan kakak dan adik itu bertengkar hebat.
"Aku sudah bersamamu ketika kamu masih remaja unyu-unyu dan sampai sebesar ini. Aku tidak sanggup melihatmu di lukai siapapun." Ungkap Risa dengan sedikit tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca melihat Marvin sudah besar.
"Hanya kamu yang bersikap baik saat aku datang ke rumah ini. Kamu benar-benar menganggapku ada." Lanjut Risa sambil menangis mengingat dulu.
Marvin terdiam karena dia semua ini terjadi. Ia tak sanggup ketika melihat wajah imutnya Risa memar dan berusaha tersenyum bangga padanya kini sudah tumbuh besar.
"Cepat, pergi ke sekolah jangan buat masalah lagi." Pinta Risa dengan memegang lengan Marvin agar dia mau mendengarkannya.
"Tapi-"
"Aku baik-baik saja." Sela Risa menyakinkan adik iparnya yang mengkhawatirkannya.
Marvin beranjak dari duduknya lalu pergi meskipun kakinya berat untuk melangkah. Ia tidak pernah menyangka semua akan berakhir seperti ini. Sudah banyak luka yang kakak iparnya tahan selama ini dan dia tetap memilih bertahan.
Dia memang tidak mengerti, kenapa bisa Risa mencintai kakaknya yang tidak pernah bersikap baik dan menganggapnya. Ia setia dengan cinta itu selama bertahun-tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii