《BAB 16》♧《Rumah Iris》

105 7 0
                                    

Iris meringis kecil saat Fikri mengoleskan kapas yang sudah di teteskan rivanol. Saat ini, Iris sedang duduk di mobil menghadap ke arah luar. Dihadapannya Fikri berjongkok sambil memangku kakinya untuk mengobati lukanya.

Mungkin jika orang lain akan luluh atas perbuatan Fikri. Sayangnya tidak buat Iris. Jika saja kakinya tidak sakit mungkin sudah ia tendang jauh hingga luar angkasa cowok dihadapannya ini.

Tapi yang diucapkan Iris berbanding terbalik dengan yang ada dipikirannya. Begitu Fikri selesai mengobati lukanya, Iris berkata, "Makasih."

Well ... Iris masih cukup tau diri. Oke!? Pembalasannya akan menyusul nanti.

"Hmm ..." gumam Fikri pelan. Ia langsung menyalakan mobil dan mengantar Iris pulang.

Suasana canggung telah berlangsung semenjak lima belas menit yang lalu. Namun belum ada satupun yang mengalah untuk buka suara. Gadis itu bergerak gelisah, sesekali melirik orang dihadapannya. Kemudian langsung membuang muka saat hampir ketahuan. Dan terus berulang hingga sekarang.

"Ekhm," Iris berdeham singkat guna menetralisir rasa gugupnya yang tiba-tiba datang. "Gue denger-denger lo ikut olimpiade."

"Hmm." Fikri meliriknya dengan kening berkerut. "Iya. Tapi gue gak mintat. Kenapa?" tanyanya curiga.

Senyum Iris melebar. Benar kata Dytha waktu itu. "Ohh ..." Iris mendeja kalimatnya dengan tawa kecil, "Gak ada apa-apa kok. Terus lo udah nolak? Berarti lo sekarang bukan peserta olimpiade?"

Alis Fikri semakin berkerut dalam. Merasa aneh kerena tiba-tiba Iris mau membahas topik yang bukan kesukaannya dengan wajah berbinar. Fikri memutar otak mencari tau apa yang dinginkan oleh gadis itu.

"Kenapa?" tanyanya lagi, "Lo mau gue ikut itu? Oke. Gue tinggal bilang nanti."

"Eh? Eh ... bukan itu!" Pekik Iris panik. Ia langsung menutup mulut karena kalimat spontan itu. Tinggal tunggu di skat mat, ketahuan deh.

"Sebenernya lo mau apa? Jangan berbelit-belit bisa kan?"

Kan benar. Iris menarik napas dalam. Lalu berkata dengan tegas dan sedikit dingin,"Gue mau lo mundur. Terus bilang ke bu Ratna kalo ada seseorang yang ingin dan lebih baik dari pada lo. Dia punya keinginan yang kuat dari pada lo yang punya otak tapi malah-"

"Skyrain?" Tebak Fikri. "Jadi lo mau gue mundur dan ngajuin Skyrain buat gantikan gue?" Sebenarnya bukan hal yang sulit karena memang dari hari sebelumnya Fikri berniat meminta Sky untuk menggantikan dirinya. Namun Fikri belum menemukan waktu yang pas untuk berbicara hal itu kepada Sky.

"Iya." Jawab Iris lemah. Khawatir jika Fikri tidak akan menuruti permintaannya.

"Oke. Itu mudah." Iris membelalak. Senyumnya merekah. Kalimat apa yang bisa di deskripsikan karena dia terlalu senang. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan bernegosiasi dengan Fikri.

"Tapi, ada syaratnya."

Iris sudah memikirkan opsi jika pasti akan ada hal yang Iris korbankan. Iris sudah cukup mengenal Fikri jadi dia tidak kaget lagi Fikri meminta sebuah syarat. Tapi Iris tidak peduli. Selagi Syarat itu masuk akal ia akan lakukan.

"Apa?"

Fikri tersenyum misterius. "Gue mau lo turutin perkataan gue."

SkyArt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang