«|Diculik, lalu Dia menghilang|»

7 1 0
                                    

Biar ku perjelas.

Kalian pasti ingin tau, mengapa bukan Alula saja, mengapa harus Jingga? Apa itu nama lengkapnya?

Tidak, bukan.

Sudah dijelaskan bukan, dari awal, Alula tidak mempunyai nama Jingga di Akte Kelahirannya.

Lalu, kenapa?

Jingga, adalah sebutan khusus yang Biru beri untuknya.

Mengapa?

Karena, Alula sangat menyukai warna Senja yang tenggelam itu, Jingga. Alula menyukai itu, bahkan hampir semua barangnya berwarna Jingga.

Sebutan Jingga semakin melekat, saat dia selalu mengenakan apapun yang berbau Jingga. Dan lelaki itu, Biru, namanya. Tidak pernah memanggil nama Alula, selain Jingga. Karena itu, yang membuat Jingga merasa nyaman, sekaligus tidak rela apabila ada yang memanggil Jingga selain Biru.

Ya, selain lelaki itu.

“Katamu, kita ke Planet Biru.” Alula kecewa, karena Biru berbohong.

Sama seperti yang dulu-dulu.
Sedangkan lelaki itu, sibuk memarkirkan motor Birunya di tempat yang agak jauh. Alula turun. Keduanya kemudian berjalan beriringan.

“Jingga kecewa?”

“Sangat,”

Tempat yang Biru ajak untuk berpetualang hari ini, ialah Pantai Ancol. Dengan segala keindahan yang ada, sehabis turun hujan, dan sepi dari pengunjung, membuat Biru dan Jingga merasa bahwa Pantai ini milik mereka berdua.

“Biru, sejak dulu, kamu selalu berjanji mengajak aku dan Lyn pergi ke Planet mu itu. Tapi, mana? Kau selalu berbohong,"

“Aku tidak berbohong, Jingga. Suatu hari nanti, akan ku bawa kamu dan Lyn menghilang, dan tiba di Planet Biru.”

“Kapan?”

“Aku masih tidak tau,”

Seperti itulah, Biru. Selalu bisa membuat Alula penasaran dengan setiap kata yang terucap dari bibirnya. Seakan itu adalah rumus baru, yang harus Alula pecahkan. Tapi berbeda, rumus ini sangat sulit dipahami. Meskipun Alula selalu mendapat peringkat satu di kelasnya.

Mereka duduk di bawah pasir putih, menikmati belaian angin sore. Sepatu keduanya diletakkan di belakang mereka, seakan tak boleh melihat apa yang ada di depan. Menikmati waktu dimana Matahari akan tenggelam, berpisah, lalu muncullah istilah Senja.

“Sekarang, kamu bisa leluasa bercerita, Jingga. Sebentar lagi Senja, Jingga menyembul dengan indahnya, kamu bisa bercerita. Silahkan,” Biru tidak menatap Jingga, sahabat kecilnya itu.

Pun dengan Jingga. Dia tak menatap wajah Biru, hanya melihat pemandangan indah di depannya. Ombak pantai yang tidak begitu besar, juga detik-detik menuju Senja.

“Aku takut, Biru. Takut akan segala hal. Mama, Lyn, dan diriku sendiri.”

“Kan, ada aku, Jingga.”

“Tidak. Kamu bilang, kamu akan pergi ke Planet Biru, menyiapkan segala hal untuk aku dan Lyn nantinya, untuk kita bertiga. Kamu tidak ada disini, Biru.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang