Hari terbaik

97 13 13
                                    

Alangkah bahagianya Vina, dari tadi pagi senyum gadis itu tak henti-hentinya merekah. Vina sangat yakin jika hari ini pasti akan menjadi hari yang terbaik dan tak terlupakan bagi dirinya.
Namun, kebahagiaan Vina itu justru membuat teman sebangkunya bingung sendiri.

"Vin, lo nggak papa kan?" tanya teman sebangku Vina.

"Emang gue kenapa?" tanya Vina balik. Vina tak mengerti apa maksud dari pertanyaan Lin, teman sebangkunya itu.

"Lo dari tadi ngapain nyengir-nyengi gak jelas gitu huh?"

"Itu bukan urusan orang Cina seperti lo Lin!" jawab Vina sembari terkekeh.

Vina memang seringkali mengolok Lin seperti itu, bahkan para guru juga berulangkali menasehati Vina agar tidak megolok Lin seperti itu lagi. Tapi itulah Vina, gadis yang terkenal akan kecantikan dan kenakalannya di sekolah. Untung saja Lin orangnya penyabar, ia sangat jarang menggubris olokan dari Vina.

Lin hanya merespon Vina dengan tatapan datar, sesungguhnya ia juga tidak suka di olok Vina seperti itu.

"Mending lu pikirin tuh toserba milik bokap lo, kasih diskon dikit kek biar gak kemahalan amat!" lanjut Vina memanas-manasi sahabatnya.

"Hei kalian berdua! Ulangan gini malah ngobrol. Kerjakan ulangan itu sendiri-sendiri!" sentak Bu Mina sembari menggeleng-gelengkan kepala karena melihat kelakuan buruk kedua siswinya itu.

Kedua anak itu kaget bukan main, kemudian mereka kembali mengerjakan kertas ulangannya dengan wajah sok serius.

Ketika pandangan Bu Mina tidak lagi mengarah pada mereka berdua, Lin kembali membuka mulutnya.

"Kayaknya gue tahu kenapa lo senyum-senyum sendiri dari tadi," tukas Lin percaya diri, ia sedikit memelankan suaranya kali ini.

"Emangnya kenapa coba?"

Lin tiba-tiba mendekatkan bibirnya ke telinga Vina. Suara kecil Lin kemudian mulai menjamah di telinga Vina, tapi Vina tidak bisa mendengar bisikan itu dengan jelas.

"Ih ... Lo ngomong apaan sih? Kalo ngomong yang jelas dong! Jangan kayak keong!"

Penekanan kalimat akhir perkataan Vina itu terdengar keras. Tak hanya Lin yang mendengar perkataan Vina itu, Bu Mina dan teman-teman sekelas juga dapat mendengar ucapan itu.

Semua tatapan menuju ke arah kedua gadis yang bersalah itu, termasuk tatapan Bu Mina yang sangatlah tajam.

"Kalian berdua keluar!"

"Tapi bu ...."

"Keluar!!!" teriak Bu Mina, tak peduli dengan perkataan Lin barusan.

Kemudian kedua siswi itu terpaksa berjalan keluar. Mereka berdiri di luar kelas dan saling menyalahkan satu sama lain.

"Ini semua gara-gara lo Vin," tuding Lin.

"Lha kok gara-gara gue? Ini semua salah lo lah. Lo sih pake bisikin gue segala!" ucap Vina membela diri.

"Apa salahnya gue bisikin Lo Vin?" tanya Lin dengan tatapan datarnya.

"Geli tau!" jawab Vina sembari terkekeh, entah apa yang salah dengan isi kepala gadis itu.

"Habislah! Gimana masa depan gue nantinya?" lirih Lin tak jelas pada siapa.

Vina berkerut kening seraya menatap teman sipitnya itu.

"Lebay lu ndro!" olok Vina sembari terkekeh sekali lagi.

"Serah lu Vin! Hmm ... Btw Lu tadi udah ngerjain berapa soal hah? Gaya lu kayak nggak ada beban aja!"

"Entah," jawab Vina sembari mengendikan pundaknya. "Mungkin 5 soal," tambah gadis cantik itu.

"Parah lu Vin! Gue aja udah jawab 43 soal, bedanya jauh amat," olok Lin. Sekarang gadis itu yang berganti menertawai Vina.

"Udah nggak usah bahas itulah!" ucap Vina cemberut.

Teeeetttttt
Bel sekolah berbunyi, menandakan waktu untuk istirahat.

Bu Mina juga mulai keluar dari kelas, wanita itu tak menatap acuh kedua siswinya itu dan lewat begitu saja.

Kemudian Vina dengan buru-buru masuk ke kelas, beberapa teman sekelasnya menatap miris, tapi Vina tak peduli. Vina menuju ke tempat duduknya.

Vina langsung sibuk mencoba mengeluarkan beberapa barang-barang dari tasnya.

"Vin, gimana nih? Bu Mina kayaknya udah marah berat ama kita. Apa kita temuin aja dia di ruang guru? Minta maaf gitu?" tanya Lin yang tiba-tiba sudah berada dibelakangnya.

"Lu aja sana, wakilin gue!" jawab Vina sekenanya.

"Etdah ... Ngapain lu bawa banyak coklat? Jangan-jangan-"

"Ya enggaklah! Gue gak bakalan ngikut jualan makanan dikelas kayak lu," potong Vina. Sekarang ia sibuk merapikan poninya.

"Tapi lumayan loh untungnya Vin."

"Orang Cina tetaplah orang Cina," gumam Vina yang masih didengar oleh Lin.

"Apa maksudnya!?" tanya Lin dengan penuh penekanan.

Vina tak menggubris pertanyaan Lin, ia menyelonong begitu saja meninggalkan kelas.

Vina berjalan ke ujung lorong sekolah, disanalah letak kelas Bimo berada. Jika seseorang mendengar nama Bimo, pasti yang dipikirkannya adalah sosok idaman para kaum hawa di SMA Sentosa ini. Bimo memiliki perawakan yang gagah, kulit putih bersih, dan yang paling penting, ia merupakan sosok terkenal dimata warga sekolah bahkan di kawasan kota bandung manapun.

Walaupun banyak yang menyukai Bimo, tapi Vina tak gentar sedikitpun demi  mendapatkan cinta Bimo. Entah mengapa, Vina merasa Bimo memperlakukan dirinya secara berbeda, ia merasa sangat diistimewakan. Itulah mengapa Vina sangat yakin untuk mengungkapkan perasaannya pada hari ini, ia telah mempersiapkan segalanya.

Baru saja Vina hendak memasuki kelas Bimo, tapi ia malah tak sengaja menabrak Bimo yang hendak keluar.

"Eh ... Maaf Bim," ucap Vina dengan senyuman manisnya. Jantung Vina tiba-tiba berdetak lebih cepat dibanding biasanya. Pupil gadis itu membulat senpurna karena bertatapan dengan lelaki pujaanya itu.

"Iya Vin, nggak papa kok. Mmm ... Vina mau nyari siapa?" tanya Bimo, ia tak lupa membalas senyuman Vina.

Senyuman Bimo itu malah membuat nyali Vina menciut. Detak jantungnya kini semakin berdetak tidak karuan.

"Vin, kamu nggak papa?" tanya Bimo, memastikan keadaan Vina yang dari tadi melongo didepannya.

Vina mengerjapkan matanya berkali-kali. "Eh ...Vina nggak papa kok Bim. Vina disini mau nyariin Bimo," jawab Vina, entah mengapa perkataan Vina yang biasanya blak-blakan berganti lembut jika dekat dengan Bimo.

"Nyariin aku?" tanya Bimo memastikan, sembari menunjuk pada dirinya sendiri.

"Iya. Bimo nggak lagi sibuk kan?" 
Gadis itu masih memasang senyuman manisnya.

"Nggak kok Vin, santai aja. Mmm... Ngapain nyari aku?"

"Vina cuman mau ngomong sesuatu ama Bimo. Tapi jangan disini Bim, takut ada yang denger."

"Hmm ... Sepenting itu ya? Jadi kita mau ngobrol dimana nih?" tanya Bimo lagi.

"Gimana kalo di situ aja Bim?" tanya Vina balik sambil menunjuk Green House yang berjarak beberapa meter dari dirinya.

"Oke, tapi jangan lama-lama ya? Soalnya, temen-temenku udah nunggu di kantin Vin."

"Iya Bim, nggak lama kok," jawab Vina lembut, sementara Bimo sudah pergi mendahului dirinya ke arah Green House.

Berpijak di Atas Batu [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang