Vina dan Bimo telah sampai di tempat Green House. Mereka berdua mengedarkan pandangannya untuk memastikan tempat itu benar-benar sepi. Vina tak ingin pernyataan cinta pertamanya itu didengar oleh orang lain, ia masih punya perasaan malu. Karena pada dasarnya, sang lelakilah yang seharusnya mengungkapkan perasaan pada gadisnya, bukan malah sebaliknya.
"Vin ...," Panggil Bimo, pria itu menaikkan salah satu alisnya. Wajahnya berubah sangat serius, fokusnya sekarang hanya mengarah pada Vina seorang.
Vina mengerti maksud dari raut wajah Bimo, ia langsung segera membuka mulutnya.
"Jadi gini Bim, Vina mau mmm ...."
Vina tak bisa melanjutkan suaranya. Kata-kata yang akan dilontarkan seakan tak mau keluar dari mulutnya. Gadis itu seketika dibanjiri keringat yang dingin, matanya tak berani menatap lawan bicaranya, ia lebih memilih memandangi lantai dibanding wajah rupawan Bimo untuk saat ini.
Sudah 5 detik gadis didepan Bimo itu bergeming, Bimo hanya bisa menatap sembari menunggu suara lawan bicaranya yang sekarang menghilang dan membisu itu.
Detak jantung Vina semakin berdebar sangat kencang, kini seluruh tubuhnya tiba-tiba bergemetar dan tak terkendali.
Tetapi bagaimanapun Vina harus mengutarakan perasaan yang dipendamnya selama bertahun-tahun ini. Ia berusaha membuka mulutnya lagi."Aku mau ...." Sialnya Vina, lagi-lagi lidahnya tak mau berkompromi.
Bursttt
Tiba-tiba Bimo menyemburkan tawanya yang sedari tadi ia tahan. Vina mengangkat kepalanya, ia menatap Bimo dengan wajah penuh tanda tanya.Tawa Bimo itu sedikit menyihir Vina, sekarang gadis itu bisa tersenyum kecil. Namun tetap saja Vina bingung dengan apa yang ditertawakan Bimo.
Beberapa detik berlalu, Bimo akhirnya menghentikan tawanya itu. "Gue tahu apa yang bakal lo omongin Vin," ucap Bimo sembari menatap Vina tepat di bola matanya. Ia sedikit maju kedepan, mendekati Vina.
"Huh?" Vina kaget bukan main, apalagi dengan tatapan Bimo yang tak biasa itu.
"Lu mau nembak gue kan?" ucap Bimo sekali lagi, kini suaranya sedikit menekan pada kalimat akhir ucapannya.
"Kok Bimo bi-bisa tahu?" tanya Vina terbata-bata, rasa bingungnya kini berlipat ganda. Tubuhnya semakin bergemetar, jantungnya berdetak dengan kecepatan tak lumrah.
"Tahulah," jawab Bimo santai, ia menjeda ucapannya agak lama. Sementara Vina gelagapan sendiri, pipi gadis itu seketika memerah.
"Lo kira cewek yang pernah nembak gue kayak gini cuman lu doang Vin?" ucap Bimo, suaranya lebih tinggi dari biasanya.
Raut wajah Vina berubah seketika, matanya membelalak. Ia menatap dalam mata Bimo, seakan ingin tahu apa yang terjadi, kenapa Bimo mengeraskan suaranya seperti itu. Kemudian Vina mencoba memberanikan untuk membuka mulutnya sekali lagi. "Maksudnya Bim?" Tatapan gadis itu seratus persen terfokus pada Bimo.
"Lo kira lu yang pertama huh? Udah banyak cewek murahan sejenis lo yang pernah nembak gue kayak gini! Dan semuanya pasti gue tolak, termasuk lo saat ini."
Vina tak menyangka jika ia akan mendengar jawaban seperti ini.
Jantung Vina seakan-akan ingin sekali meledak, pembuluh darahnya saat ini memompa lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan berkecamuk didalam diri Vina, hatinya teriris. Ia tak mengira akan mengalami kesakitan ini, Ini lebih sakit dari hukuman-hukuman guru manapun, matanya mencoba membendung kuat air yang akan terjun deras."Bimo kok berubah ka-" tanya Vina, namun dipotong oleh Bimo.
"lu kira cuman lo doang yang punya dua muka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpijak di Atas Batu [TAMAT]
Teen Fiction- Beberapa orang mengatakan bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah. Disanalah mulai banyak tumbuh benih-benih cinta. Begitu pula dengan Vina, ia juga berharap bisa mendapatkan hati pujaannya. - Beberapa orang juga mengatakan bahwa masa SMA ada...