0. permulaan

19 2 2
                                    

Di setiap sekolah setidaknya ada satu kelompok berisi anak - anak populer yang duduk di meja paling besar, pas di tengah kafetaria, sambil nyekikikan melihat baju yang dipakai si freak Lupe hari itu. Kelompok ini biasanya berisi anak - anak atlit yang gagah dan ototnya gede - gede. Tak lupa sebagai pemanis, tentu saja cewek - cewek pemandu sorak di pangkuan mereka.

Dan Jared Shoemaker adalah salah satu dari mereka. Penyerang terbaik lacrosse, kebanggan sekolah.

"Bukankah dia sangat seksi?"

"Tipe kasar kayak dia bukan tipeku."

"Bukannya koleksimu hardcore semua?"

"Sialan. Kamu habis hack laptopku lagi?!"

"Nggak tuh, Shirley yang kasih tahu kodenya."

"Shirley!?"

Aku berpaling dari roti isi tuna yang terlihat semengerikan namanya, menyerah dengan tekad ingin kumakan demi menghargai ibu kafetaria yang sangat baik padaku tapi aku angkat tangan setelah melihat ada acar di dalamnya. Timun fermentasi, euh.

"Kamu yang nyuruh." Melihat muka bloon Clara, kulanjut "Itu nah pas kamu ada rapat marcing band dan tugas literasi Hody yang ada di laptopmu mau di kumpul di jam berikutnya, kamu bilang buka aja karena rapatmu bakal lama."

"Aku pernah bilang gitu?" Aku, Hody dengan wajah penuh kemenangan dan Nami yang beralih dari cowok - cowok seksi lacrosse kini sibuk filrting dengan para vampir jangkung klub renang, menggangguk kompak.

"Tapi tetap aja kamu buka folder tugasmu doang harusnya, ngapain buka - buka yang lain? Pri. Va. Si."

Hody menggeleng - geleng khidmat, dengan wajah sebijak para motivator sepuh yang sering Mrs. Diana undang dalam sesi detention di hari selasa dan kamis, Hody menepuk pundak Clara sambil berujar, "Orang bodoh mana yang melewatkan kesempatan mengetahui aib temannya."

Clara masih ingin menyahut namun sudah terlanjur dipotong dengan pekikan girang Nami. "Lihat!" Nami menunjukkan selembar post it bertulis rangkaian nomor dengan p.s menggelikan "Call me anytime, sugar." Sugar? Euh.

"Aku lebih suka honey."

Aku mendelik. "Euh."

"Jadi aku harus gimana?" Nami menopang dagu, matanya yang bulat dan besar mengedip - ngedip, aku paham kenapa vampir jangkung itu sebut Nami gula.

Clara yang sepertinya sudah melupakan insiden pembongkaran aibnya mengibas tangan bosan. "Alah, walaupun kami bilang telpon aja toh nanti malam itu post it juga bakal ada di tong sampah sementara kamu menelpon mesra dengan Clay."

Clay. Clayton Guynelson adalah pacar Nami sejak angkatan 8. Saat pertama kali mereka berhubungan aku sudah tidak setuju dan meskipun sekarang aku tidak pernah protes menyarankan Nami untuk memutuskan Si Nelson lagi, aku masih tidak setuju.

Nami menyengir atas dugaan akurat Clara. "Kalau gitu kasih ke perawan abadi kita saja." Iya, maksudnya aku.

"190 cm? Yang benar aja Dy."

Pemberitahuan singkat, tinggiku di bawah standar. Tidak lebih dari 162 cm dan walaupun aku suka cowok tinggi tapi beda 30 cm itu keterlaluan. Lagipula cowok ceking bukan tipeku. Kukatakan itu pada mereka dan mereka malah membalas, "Iya deh, kesukaanmu cuma si Lupe."

Aku paling malas kalau kejadian Lupe menyapaku setiap kami papasan dengan ekspresi yang semua orang bisa artikan bahwa kami lumayan kenal, diungkit.

Jadi, tanpa sadar aku menyahut "Aku suka Jared."

Kesalahan. Besoknya mereka mulai mengejekku dan yang terparah, dua hari setelahnya ketika klub lacrosse kami sedang selebrasi kemenangan, Clara dari pinggir lapangan berteriak "Jared! Shirley bilang kamu mirip Robert Dawney Junior pas masih muda." Dimana aku pas itu? Iya, aku duduk di samping Clara.

Sejak saat itu Jared notice aku. Oh Lord. Terkutuklah Mrs. Hyme yang tidak memberi tugas akhir pekan sehingga aku menggabut kemudian mengiyakan saja ajakan Clara tanpa menyadari kelicikan cewek blonde itu.

Nggak ada hubungannya kalian bilang? Ada dong. Mrs. Hyme selalu, kuulangi lagi, selalu memberi tugas akhir pekan statistika yang membuatku butuh lima jam tanpa jeda hanya untuk mengerjakan tiga soal. Kenapa hari itu dia nggak ngasih? Salahnya.

Dan aku semakin mengutuk Mrs. Hyme kala Jared berbalik, memberikanku sebuah senyum yang mengundang jeritan di kalangan supporter. Clara paling girang melihat respon Jared. Dia memukul bahuku nggak kira - kira.

Seakan itu belum cukup, Jared menambah kemeriahan dengan gestur sedang menulis kemudian menelpon diakhiri dengan menunjukku. Maksudnya dia minta nomorku. "Ahhhh!" Penonton mengheboh. Tatapan anak - anak pemandu sorak yang daritadi berusaha kuabaikan mengintens.

Wah. Terakhir, terkutuklah Mrs. Hyme.

0%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang