even

3.5K 314 4
                                    


. even,

jimin punya ingatan samar tentang siapa gerangan si tuan belahan jiwa, kendati dia sendiri tidak terlalu peduli akan cara kerja sistem aneh di dunia mereka (yang diam-diam buat woojin jadi seperti cowok baru puber); lengkingan suaranya berubah bariton dan adiknya itu jadi genit sekali dengan semua hal berbau bening yang mampir di matanya.

ada kim yeri si pentolan sekolah sebelah, cowok manis berparka hijau yang jimin yakini lebih tua tiga atau dua tahun dari woojin, sampai tetangga baru depan rumah mereka yang sama-sama punya marga park.

"dia seperti mentari, hyung. matanya bulat dan berbinar cantik. cantik, cantik, cantik sekali. kurasa aku pernah lihat dia di dalam salah satu sudut mimpiku. entah. dan kurasa, dia juga pasanganー"

"jangan bodoh, woojin. cinta pandangan pertama; mana ada hal seperti itu?"

jimin itu retoris, cenderung kaku bersekat kasar. pemikirannya kuno alih-alih hahahaha seperti si bungsu keluarga park; hal yang woojin bingung harus syukuri atau tidak karena kakaknya itu punya jutaan pesona liar milik hades (yang berarti terlepasnya dia dari jeritan norak atau tanya berapa-nomor-kakakmu-woojin? karena jimin sudah pasti bakal menolak semuanya mentah-mentah).

"aku tidak mau calon iparku pacaran dengan bocah sepertimu," cowok yang lebih tua beranjak mengangkat bekas piringnya ke wastafel, mengabaikan gerutuan woojin karena milik dia tidak sekalian ikut dibawa.

"kau itu bodoh, cenderung tolol. jelek. pendek. tidak bertanggung jawab," woojin melotot, ingin membantah. "kekanakan, agak rasisーdan rasismu hanya berlaku untuk yukhei, aku tidak mengerti lagi. dan kau itu, kau, woojin,"

woojin mendecak, tapi ada senyum membayang di sudut bibir. "apa, hyung?"

"kau mirip yeol hyung. keras kepala dan tidak bakal menyerah sebelum tujuan kalian kandas. aku memang kakakmu, sih, tapi aku tidak punya hak mengurusi tetek bengek semacam itu. jadi, lakukan semaumu. kejar dia."

"hyung, kau tau kalau aku sayang sekali denganmu, 'kan?"

"hm," yang ditanya manggut-manggut, seolah memikirkan jawabannya kembali padahal woojin tau jimin sudah memutuskan. park jimin tidak pernah bilang tidak jika itu menyangkut woojin. "kalau begitu, kau sudah coba buat kontak dengannya?"

oh.

oh.

yang ini belum dipikirkan sebelumnya.

woojin tidak sadar mengerutkan bagian ujung hidungnya dan menyipitkan mata sebelum tanya, "maksud hyung, menyentuhnya dengan telapakku?"

"tentu saja, bodoh. memangnya tanda jelekmu itu ada di bagian mana selain tangan?" ekor mata jimin melirik perban yang woojin kenakan, mencibir akan gestur tersinggung adiknya, sudah terbiasa. "aku bertaruh warnamu nanti pasti bakalan jelek. tidak seperti yeol hyung yang warna-warni menyenangkan."

woojin diam sebentar.

"dia sudah bahagia sendiri, hyung." woojin akhirnya bilang.

jimin tidak menjawab. dia hanya ingin bilang kalau chanyeol masih bersama mereka; berkeliaran di kamar tamu sambil makan keripik keju setengah melempem, atau mampir ke kamar woojin untuk melihat si bungsu belajar rumus matematika campuran.

dia bahkan sedang mengejekmu sekarang, woojin, jimin ingin bilang begitu tapi dia lebih dari tau.

jadi jimin mengangguk saja, meletakkan gelas mereka ke wastafelーlalu mengacak rambut adiknya sambil berlalu ke lantai atas.

ˢᵘⁿᵏᶦˢˢᵉᵈTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang