III - Sekolah Sinetron

27 3 0
                                    

Bella, baginya menutup telinga dan matanya sudah cukup.
Begitu banyak orang dengan lidah berbisa dan otak terlalu licik untuk selalu ingin menang.

"Nah, gini, nih, kalau cangkang kerang dikasih nyawa. Baper."

Itu kata yang diberikan oleh kawan sekitarnya. Diam dibilang tidak merespon. Komentar dibilang baper. Menghindar sudah paling baik. Daripada selalu mendengar para mulut itu bicara seenak perut.

Sekarang dia memasuki rumah. Home sweet home, bahkan kata itu tidak pantas untuk Bella. Surga? Tidak ada surga di rumah. Semuanya hanya terlihat seperti lubang hitam yang berputar tak karuan.

Lemari es, kosong. Hanya ada sebotol air yang dia masukkan ke dalam. Setidaknya seteguk air dingin bisa membuat otaknya perfungsi lebih baik. Ya, sebenarnya air dingin mungkin tidak berpengaruh. Namun, apa salahnya memasang sugesti seperti itu.

Satu, dua teguk. Bella diam dalam waktu panjang. Merasakan setiap aliran air itu mengalir dalam tubuh.
Andai dia masih ada, andai dia masih di sini. Di rumah yang katanya tempat tujuan akhir. Bukan, tempat tujuan akhir itu ada di tempat lain. Tempat berbeda dan aturan yang berbeda.

***

Sementara Andre masih menatap langit-langit kamar. Sesekali tersenyum. Love at first sight. Alamak! Kenapa dia malu sendiri pada dirinya. Dia menutupi kepala dengan bantal, terdengar teriakan-teriakan aneh di balik bantal itu.

Tiba-tiba ponselnya berdering, panggilan masuk.

"Halo," katanya asal angkat tanpa melihat siapa yang menelepon. Hatinya sedang berbunga. Entah bunga apa yang sedang tumbuh.

"Andre! Oh, my god! Lo tahu, enggak, sih? Gue kesel banget lo gak masuk ke kelas gue! Aturan, tuh, kita sekelas!"

Andre menjauhkan ponselnya dari telinga, ah, Sissy. Ada tarikan napas, kemudian dia menelan ludah sejenak.

"Ya, bagus, dong. Gue gak harus repot-repot denger suara lo lagi."

"Ih, jahat banget, sih!"

"Dalam rangka apa, nih, nelepon gue?"

"Dalam rangka kesel! Lo, tuh, gak tahu kalau gue mau pamerin lo sama temen gue!"

"Lo kira gue apaan dipamerin."

"Lo, kan, aset gue, Ndre."

"Aset your father!"

Sissy terbahak di balik telepon. Lama mereka berbincang, sampai akhirnya dengan sopan Andre memutuskan sambungan telepon. Ada yang harus dia kerjakan. Ya, memikirkan seseorang sekarang sudah jadi bagian pekerjaannya. Tunggu, kalau Bella anak kelas IPS tiga, artinya dia sekelas dengan Sissy. Kemudian pikiran-pikiran membahagiakan itu mewarnai otak Andre.

***

Pagi itu matahari sedang bersembunyi. Dengan malu-malu ia menampakkan sinar yang harusnya bisa membantu memperhijau daun-daun yang mulai menguning.

Bella berjalan sambil jinjit, pelan-pelan ia melangkah agar sepatunya tidak begitu kotor. Hujan turun semalam, sisanya masih menggenang di jalanan berlubang, jalanan cekung dan sisi-sisi jalan yang becek.

Jaket Mickey mouse yang ia kenakan membuat dirinya terlihat lebih lucu. Di samping tubuh Bella yang tidak terlalu tinggi, rambut sebahu yang ia miliki juga cukip membuatnya terlihat lebih lucu pula.

"Bella!" Seseorang berteriak memanggil namanya. Bella nyaris terpeleset, ubin-ubin lantai sekolahnya licin sekali. Benar-benar licin. Bea menoleh sambil menarik napas.

"Kenapa?" Katanya.
"Gak apa-apa, cuma pengin manggil." Andre tersenyum lebar.
"Lo, ya. Kalau gue tadi kepeleset gimana, coba?"
"Ya, maaf."
"Maaf! Gue mau ke kelas. Belum ngerjain PR."
"What?!"
"Biasa aja mukanya, gitu banget." Bella dengan wajah datar pergi meninggalkan Andre.

Begitu saja. Ya, paginya cukup begitu saja. Hanya datang ke sekolah, hitung-hitung tidak membuat alfa untuk absennya dan begitu lagi. Hidup sudah terlalu membosankan bagi Bella. Tinggal hanya bersama ayah yang jarang pulang dan sekolah yang apa, ya? Anggap saja ini sekolah sinetron. Anak-anak murid berlomba memakai tas atau sepatu dengan brand yang bahkan Bella saja tidak akan mampu membelinya. Bahkan ada beberapa temannya yang dengan penuh paksaan hati ingin memiliki barang seperti temannya, dia rela kredit.

Tapi, ayolah. Kenapa mereka memaksakan diri hanya untuk sebuah barang yang akan rusak atau bahkan tidak modis lagi nantinya?
Kenapa mereka senang menghamburkan uang dengan cara seperti itu? Dan kredit adalah hal paling menjijikan untuk Bella. Bukan masalah kreditnya. Status mereka masih pelajar tapi kenapa ngoyo  untuk kredit. Setidaknya, bagi Bella apabila ada sesuatu yang begitu Dia inginkan. Lebih baik dijadikan motivasi. Belajar yang benar, lulus, mau kerja, ya, kerja. Kalau mau kuliah ya kuliah. Bukan malah berlomba-lomba kredit dan diangsur dengan uang jajan. Oh, what a shame!

Dan Bella juga tahu, dia juga bukan anak orang kaya. Yah, boleh dibilang dia juga anak yang tidak tahu malu. Bukan dari keluarga kaya tapi seenaknya tidak mengerjakan PR. PR memang terlihat seperti hal kecil. Tapi sebenernya PR merupakan bagian tugas yang harus siswanya lakukan. Bella juga tahu, mungkin secara 'keinginan bermodis' dia bukan bagian dari teman-temannya. Namun, kalau ada bagian dari temannya adalah kelompok orang yang hanya numpang lulus, mungkin Bella akan duduk dab bergabung bersama mereka.

"Bell, ada yang mau gue bicarain." Sissy berdiri di hadapan Bella dengan wajah tidak enak.
"Di sini atau di tempat lain?" Tanya Bella santai sambil tetap menulis.
"Gak usah sok keren, Bell. Sumpah pada akhirnya gue muak sama lo!"

Bella menatap wajah Sissy.
"Lo kenapa, sih?"
Sissy melemparkan semua foto yang ada di tangannya.
"Kenapa semua ini bisa kesebar? Lo jahat banget sumpah! Gue kira lo gak sejahat itu ternyata? Sumpah jijik banget gue sama lo, Bell!"
Sissy pergi dengan wajah marah dan mata berair.

Bella membuka lembaran foto yang tergeletak di lantai.
Itu adalah beberapa foto Sissy sedang belanja di pasar. Kalian tahu, lah, sekolah sinetron ini adalah sekolah yang paling anti dengan orang yang membeli barang-barang dari pasar. Tapi kenapa Sissy menganggap Bella yang menyebarkan foto ini? Sedangkan Bella sendiri tidak pernah tahu kalau ada foto ini. Ya, selama ini yang Bella tahu adalah Sissy sering membeli barang KW bukan orisinil. Ya, benar. Untuk memenuhi nafsu tubuh yang ingin di ganduli barang mewah tapi dengan uang seadanya. Sissy, pun, sama. Ikut-ikutan dengan kredit tas atau sepatu sampai dulu Bella pernah nyeletuk, "kredit, kok, tas. Kredit, kok, sepatu. Rumah, noh, kredit."

Sekarang Bella sedang bingung siapa yang menyebarkan foto ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang