Soraru telah berhasil dibawa oleh seseorang ke sisi lain taman. Ternyata di sana telah ada seseorang yang juga sedang menunggu mereka. Soraru tidak bisa melihat dengan jelas wajah mereka, Soraru ketakutan.
Soraru merengek minta dilepas sebelum akhirnya orang-orang itu menunjukkan wajahnya kepada Soraru.
Soraru mengerjapkan kedua manik biru safirnya sambil mengamati kedua orang itu. Meyakinkan diri sendiri bahwa mereka adalah... sahabatnya.
“AAAAAAAAAYYY―!! Jadi benar Soraru-san, ne?” ujar si surai cokelat bermanik hijau menatap bocah yang berada dalam pelukan si penculiknya―lelaki bersurai merah.
Si surai merah mendudukkan Soraru kecil di bangku yang terbuat dari batu yang ada di sana.
Keduanya memandangi Soraru yang terlihat sangat berbeda hari ini. Badannya kecil, suaranya lebih cempreng, dan wajahnya lebih lucu.
“Aku kila ciapa. Aku takut, Uwata, Cakata.” ujarnya, mengundang tawa bagi mereka berdua. Soraru menatap kesal. “Jangan teltawa!!”
Tawa keduanya pun mereda, namun masih ada sisa-sisa tawa yang mereka tahan.
“Aku heran kenapa kau bisa jadi seperti ini. Kalau saja kau tidak bersama Mafumafu, mungkin kami tidak akan sadar kalau itu adalah dirimu.”
Memang, awal kecurigaan mereka berdua adalah interaksi antar Mafumafu dan Soraru siang ini. Mereka sempat mengira kalau Mafumafu diam-diam sudah punya anak. Tapi setelah lama diamati, anak tersebut malah mirip seseorang, seperti Soraru. Awalnya ragu, tapi kemudian mereka memutuskan untuk menculiknya. Dan berhasil.
Tapi kenapa harus menunggu Soraru terpisah dari Mafumafu? Kenapa harus menculiknya?
***
“Soooraaaruuu-saaaann!”
Berkali-kali teriakan bersuara cempreng itu terdengar, teriakan yang menyebutkan nama yang sama.
Ya, pemuda albino ini masih belum menemukan Soraru. Dirinya benar-benar khawatir kalau Soraru diculik lalu diperlakukan macam-macam oleh si penculik.
Awas saja nanti kalau sudah tertangkap penculiknya, Mafu akan menghajarnya dengan mikrofonnya. Masa bodoh jika mikrofonnya rusak.
Sepanjang dirinya menyusuri taman belum ada tanda-tanda keberadaan bocah itu. Mafumafu belum menyerah, walau kenyataan dirinya sudah mulai lelah. Ia harus bisa menemukannya hari ini juga. Pasti belum jauh, itulah yang ia pikirkan. Juga, ia tidak bisa melapor ke polisi kalau belum 48 jam bukan? Maka dari itu ia akan berusaha untuk menemukannya dulu.
Samar-samar indera pendengar si albino menangkap sebuah suara yang sangat dikenalnya. Tidak, itu bukan suara Soraru yang didengarnya. Tetapi, suara yang lain, sedang tertawa.
Kembali dirinya mengedarkan pandangan, kedua netra disipitkan guna memfokuskan penglihatannya yang sudah mulai lelah. Dan, dirinya menangkap sedikit penampakan pucuk cokelat dan merah yang berdekatan dari balik pohon dan semak. Diam-diam mendekat agar bisa melihat dan memastikan jika itu benar dua orang sahabatnya. Kalau benar begitu, dirinya ingin bertanya apakah mereka berdua melihat Soraru atau tidak.
Dan, bingo. Itu adalah mereka berdua. Sakata dan Urata.
Mafumafu tersenyum, dirinya senang sekaligus bersyukur bertemu mereka di saat seperti ini. Dan lebih senang jikalau keduanya mau membantu mencari Soraru kecil yang diculik oleh seseorang. Dengan riangnya ia melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah mereka berdua.
“YOOO SAKATA DAN URA―” Mafumafu mematung melihat tidak hanya dua orang di sana, tapi di tengah mereka...
“Mappu!” Yang bersuara langsung menghambur ke arah pemuda albino yang baru datang, memeluk kakinya.
Kedua manik ruby-nya mengerjap bingung sebelum akhirnya ia tersadar dan kembali bersuara.
“JADI KALIAN YANG MENCULIK SORARU-SAN!!!”
“K- Kami bisa jelaskan, kok!”
***
[ Skip. ]
Mafumafu telah mendengarkan penjelasan kedua temannya. Dirinya hanya mengangguk-anggukkan kepala. Dirinya tenang ketika mengetahui bahwa yang menculik Soraru adalah sahabatnya sendiri. Tetapi dirinya juga kesal karena mereka tiba-tiba menculiknya. Kenapa pula tidak langsung menghampiri mereka berdua saja? Pakai acara culik-menculik segala― Mafumafu heran.
“Soraru-chan, aku benar-benar membelikanmu sesuatu, lho~.” Mafumafu pun membuka kantong plastik yang sedari tadi dibawanya sejak dirinya keluar dari sebuah toko ketika ia meninggalkan Soraru sendirian.
Dan diambilkannya isi kantong tersebut. Ada sebungkus permen dan sekotak pocky yang ia belikan untuk Soraru. Kedua tangan mungil si surai raven menanggapinya. Ekspresi yang ditunjukkan Soraru idak ada perubahan sama sekali. Tetap datar seperti biasa.
“Aigatou.” ucap Soraru. Mafumafu tersenyum.
“Kau suka? Mau memakannya sekarang?” tanya Mafu dengan lembut. Soraru menganggukkan kepalanya.
Apakah seperti ini rasanya punya anak? Apakah seperti ini rasanya melihat anak menerima sesuatu yang kita berikan?
“Ooooi― aku mau juga!”
“Aku juga!!!”
Kedua manik ruby Mafu mengarah pada pasangan itu. Dengan wajah yang tampak meledek mereka berdua, Mafu pun berkata, “Beli saja sendiri!” Dan dirinya kembali fokus pada Soraru.
Dibukakan bungkus permennya, kemudian diberikan kepada Soraru. Soraru pun memakan permennya.
“Oh, ya. Jangan banyak-banyak, ya. Tiga saja.” kata Mafu. Soraru kembali mengangguk menuruti perkataan Mafu.
Soraru menatap Mafu, dan Mafu juga menatap Soraru. Kedua sudut bibir Soraru naik ke atas, sehingga membentuk senyuman manis di wajahnya. “Cimakasi, Mappu.”
Akh, sudah berapa kali dirinya kena serangan ke-kawaii-an Soraru?
***
(A/N)
Chapter berikutnya adalah chapter terakhir. Terima kasih sudah mau membaca ff aneh ini.
〜
TBC
ーJovelin
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil.
General Fiction『 SoraMafu 』 / 『 MafuSora ???』 Sebuah cerita dimana Soraru jadi anak kecil selama sehari. Hah? Gimana, gimana? Baca aja, deh. ーBoy x Boy ーBahasa Indonesia