Kembali : 2

556 93 13
                                    

Sudah satu minggu berlalu sejak Ara menetap di rumahnya. Perlahan kehadiran gadis kecil itu mampu mengubah kehidupan Yuki. Jika dulu ia hanya mampu tersenyum beberapa kali saja dalam sehari, kini hari-harinya justru dipenuhi senyuman.

"Ara.. Sudah sekolah?". Tanya Yuki penasaran. Tangannya sedang sibuk menyisir rambut tipis Ara yang baru saja selesai mandi sore itu.

Ara hanya menggeleng.

"eh? Belum?".

Gadis kecil itu kembali menggelengkan kepalanya.

Di surat itu tertulis umur Ara sudah 5 tahun. Bukankah seharusnya dia sudah ada di bangku kanak-kanak?

Ingin rasanya Yuki bertanya pada gadis kecil itu. Apa saja kegiatan yang dilakukannya selama di rumah -- mengingat dia saat ini belum sekolah  -- namun Yuki enggan menanyakannya, ia khawatir jika itu malah membuat Ara kembali mengingat Bundanya.

"Ara bantu Bunda". Kata gadis kecil itu tiba-tiba. Seakan tahu apa yang ingin Yuki ketahui tentangnya.

"eh? Bantu apa?". Kini Yuki mulai berani bertanya.

"Bunda jual kue enak, Ara nemenin Bunda keliling". Jelas Ara dengan logat polosnya.
"Bunda pasti sekarang lagi sibuk jual kue yang banyak, jadi Bunda pasti capek kan?". Gadis kecil itu tiba-tiba memutar badan menoleh ke arah Yuki. Meminta jawaban darinya.
Yuki menghentikan gerakan tangannya. Ia letakkan sisirnya lalu memegang pipi lembut Ara.
"Iya. Bunda pasti sekarang sedang bekerja keras untuk Ara. Karena itu sekarang Ara ada disini, bunda pasti tidak ingin Ara ikut capek juga. Bunda sudah berjuang untuk Ara. Jadi, Ara harus jadi anak yang pintar dan patuh ya..".
Ara mengangguk tanda mengerti, namun hati Yuki seakan teriris mendengar pengakuannya tadi.

Apa mungkin Ara berasal dari keluarga tidak mampu? Karena itu dia belum juga di sekolah kan oleh Bundanya, dan apa karena alasan ekonomi juga, Bundanya sampai harus meninggalkannya seperti ini? Tapi.. Dimana Ayahnya?? Selama ini dia belum pernah sekalipun mengucap kata Ayah. Huh, Benar-benar.. Rumit.

"lagi ngobrolin apa sih? Sepertinya seru". Tante Cut datang menghampiri mereka berdua sambil membawakan piring berisi potongan buah untuk mereka.

"emm tante.. ".
"ya?". Tante Cut mulai duduk diatas karpet disamping Yuki.
"apa kita bisa daftarin Ara ke sekolah yang ada di dekat sini?". Yuki bertanya tanpa basa-basi.
"eh?"
"em.. itu.. Ara.. Belum sekolah". Kata Yuki hati-hati. Ara hanya menunduk.
Tante Cut memandang Ara sejenak, kemudian kembali beralih ke Yuki.
"kamu yakin?".
Yuki mengangguk mantap.
"Yuki udah mulai ngerjain skripsi kok tante, jadi sudah tidak perlu sering pergi ke kampus. Walaupun begitu, Yuki janji. Yuki akan bantu urus Ara tanpa mengganggu skripsi Yuki".
Tante Cut kembali menatap Ara.
"oh, em.. Ara, mau sekolah disini?". Tante Cut meminta persetujuan gadis kecil itu.
Ara hanya terdiam.
"tidak apa-apa sayang, ada kak Yuki dan tante Cut disini yang nanti akan mengurus sekolah Ara. Ara mau kan?". Giliran Yuki yang menanyainya.
"loh loh, kok cuman kak Yuki sama tante Cut sih. Kak Ifin nya mana? Kan ada kak Ifin juga disini". Suara kak Arifin mengagetkan mereka bertiga.
"apa sih, kaya lihat hantu aja". Protesnya lagi.

"ah, iya.. Ada kak Ifin juga yang nanti bisa bantu urus pendaftarannya". Kata tante Cut menyetujui.

"kakak? Udah Om kali. Om Ifin, bukan kak Ifin". Protes Yuki yang disahut oleh suara tawa dari tante Cut dan kak Arifin sendiri.
"haha, ya deh. Terserah. Eyang Ifin juga nggak masalah". Kak Arifin seolah pasrah menanggapinya.
Suara tawa kecil Ara mampu membuat Yuki, tante Cut dan kak Ifin tersentak sesaat, namun kemudian ketiganya ikut tertawa.
"jadi, Ara mau sekolah disini kan?". Tanya Yuki kembali.
"iya". Ara mengangguk mantap.
"syukurlah.. ". Ucap ketiganya berbarengan.
"kalau di lihat-lihat, Yuki sekarang sudah seperti mamanya Ara ya". Ucapan kak Arifin mampu membuat pupil mata Yuki membesar.
"eh? Salah omong ya". Kak Ifin langsung menutup mulutnya.
Yuki yang merasa khawatir dengan perasaan Ara pun menoleh ke arah gadis kecil itu yang ternyata sudah menatapnya dari tadi.
"nggak usah digubris omongan om Ifin ya, emang suka nggak jelas gitu". Yuki mencoba menjelaskan. Tak peduli apakah Ara mengerti ucapannya atau tidak.
"Mama.. ".
Panggilan lirih Ara mampu membuat Yuki terkejut. Bukan, bukan hanya Yuki. Namun juga tante Cut dan kak Arifin yang masih berada disana.
"eh?". Yuki menatap Ara dengan wajah tak percaya.
"Mama Yuki.. ". Panggil gadis kecil itu kembali. Lalu tiba-tiba dia memeluk Yuki untuk yang pertama kalinya.
Yuki tak mampu berucap. Ia gerakkan tangannya menyentuh punggung gadis kecil itu. Perlahan air matanya menetes haru. Dia tidak benci dengan panggilan itu, dia hanya.. Merasa bahagia dan, bangga.
"terima kasih.. Ara".
Kedua orang yang menatap mereka pun ikut terharu dibuatnya.

Dear Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang