C.H 20

458 69 7
                                    

Hari mulai beranjak semakin larut, para penghuni rumah itu sudah mulai memasuki alam bawah sadarnya. Kecuali gadis itu, ia masih duduk termenung seorang diri di ruang tengah rumahnya. Pikirannya sibuk mengingat kejadian sore tadi, sepulang mereka dari rumah sakit.

"apa?? Ara.. Ara lihat siapa??" begitu tanyanya ketika anak kecil itu berteriak tiba-tiba. Rio pun segera meminggirkan mobilnya ke bahu jalan.

"Ara.. Nak.. Apa Ara beneran lihat bunda?? Bunda Ara??" tanya tante Cut kemudian.

Ara mengalihkan pandangannya dari luar jendela, menengok ke belakang, memandangi mama Yuki nya, kemudian Rio, tante Cut lalu ia menggeleng pelan.

"lalu.. Kenapa Ara tiba-tiba memanggil nama Bunda??" Rio berganti bertanya.

Ara kembali melihat ke luar, sambil menunjuk sebuah taman yang ada tepat di seberang jalan itu.

"taman itu, bunda sering ajak Ara  bermain disana" ucapnya.

Yuki, tante Cut dan Rio saling berpandangan. Entah kenapa Yuki seolah tidak suka dengan perbincangan ini, ia sama sekali tak berminat untuk menanyakannya lebih lanjut, sampai tiba-tiba Rio menanyakan sesuatu yang paling tidak ingin ia dengar.

"apa mungkin.. Rumah Ara dekat sini?"

Yuki melebarkan matanya menatap Rio. Namun pemuda itu membalas dengan wajah tanpa dosanya.

"emm.. " Ara bergumam sambil mencoba berpikir, mengingat-ingat jalan menuju rumahnya.

"tidak tahu" jawabnya kemudian.

"Ara kalau kesini sama bunda naik apa?" tanya tante Cut yang sama penasarannya dengan anak lelakinya.

"jalan kaki"

Wajah tante Cut dan Rio mendadak cerah begitu mendengarnya. Itu berarti rumah mereka tidak jauh dari tempat itu.

"Bunda dan Ara selalu jalan kaki, karena Bunda tidak punya sepeda" jelas Ara kemudian. Jawabannya mampu membuat wajah cerah tante Cut dan Rio menghilang seketika. Kalau begitu, jauh maupun dekat jarak rumah mereka dari taman belum begitu jelas.

"baiklah, apa udah cukup wawancaranya?? Hmm?? Aku sangat lelah dan jalanan ini makin ramai, apa kita harus menunggu sampai ada orang datang menegur kita karena berhenti sembarangan seperti ini??" Yuki segera memotong pembicaraan mereka dengan sedikit menaikkan nada suaranya.

Semuanya mendadak terdiam, tanpa menjawab sepatah katapun Rio segera mengendalikan kemudinya kembali ke jalan.

"Yuki, apa kamu.. Sengaja melakukannya? " tanya tante Cut ketika beliau menemani Yuki mencuci piring setelah selesai makan malam tadi.

"apa? Maksud tante apa?" tanya Yuki berpura-pura tak mengerti.

"bukannya dulu kamu sudah berjanji, tidak akan pernah mencoba memisahkan mereka"

Tangan Yuki yang sedang sibuk mengusap piring dengan spon yang penuh dengan busa sabun itu terhenti, lalu ia menatap tante Cut.

"Yuki hanya bilang tidak akan menghalangi bundanya untuk bertemu dia, bukan berarti ingin membantunya menemukan bundanya" ucapnya tegas, tangannya kembali sibuk dengan piring-piring kotor di depannya. Hatinya sedikit perih ketika harus mengatakan ini kepada tante Cut.

"kenapa kita yang harus menemukannya?? Bukankah kalau memang ia mau, setiap detik pun ia punya kesempatan untuk bertemu putrinya kemari, tapi dia tidak melakukan itu, kenapa??" tanya Yuki tanpa melihat wajah tante Cut, matanya mulai berkaca-kaca.

"karena kita tidak tahu apa yang terjadi padanya kan?? Apakah ia masih ada tenaga, kesempatan dan waktu luang untuk bertemu lagi dengan putrinya?" tanya tante Cut, dengan nada yang seperti biasanya, halus dan penuh santun namun sedikit ada penekanan disana.

Dear Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang