Espresso

781 149 17
                                    

Jemari lentik Hoseok menekan papping bag dengan hati-hati. Satu persatu sponge cake cokelat yang baru saja Jeonghan keluarkan dari chiller dia hias dengan whipped cream coklat dan potongan kitkat berbentuk balok. Hoseok tersenyum ketika tidak ada celaan yang keluar dari mulut jahat Jihoon ketika ia berhasil menghias semua double chocolate mont blanc tanpa harus mengulangnya kembali seperti minggu kemarin. Hanya lirikan sekilas yang ia terima dari Jihoon ketika melihat hasil kerja Hoseok cukup memuaskan. Sudah cukup baginya menerima amukan Jihoon karena tak becus mengoleskan butter cream yang sesungguhnya terlihat mudah. Ia mengacaukannya dan membuat makhluk yang lebih mungil darinya melarangnya untuk masuk ke bagian dapur dalam selama seminggu.

Selama seminggu itulah Hoseok belajar dengan giat untuk dapat bergabung dengan patisserie team. Setiap harinya setelah pulang bekerja ia akan berlatih meghias dengan sisa kue yang ia bawa dari cafe. Ia menikmati proses belajarnya. Karena cita-citanya kelak ketika sudah menjadi dancer, ia akan membuka cafenya sendiri dan kue buatannya akan terpajang dengan bangga di etalase.

"Kali ini jangan kacaukan tiramisu ku. Cukup ratakan dengan lembut"

Hoseok meringis mendengar perkataan Jihoon yang lebih mirip dengan sebuah titah raja. Ia tidak akan mengulang kesalahan yang sama karena ia bukan seekor keledai.

"Ku dengar minggu lalu hyung bertemu dengan sepupu ku"

Spatula yang digunakan Hoseok untuk meratakan cream tiramisu berhenti. Saat ini hanya ada mereka berdua, Jeonghan sedang menerima panggilan telefon di luar.

"Apa Wonwoo yang bercerita?"

"Ani."

Kerutan di dahi Hoseok terlihat sangat jelas.

"Lalu?"

Jihoon meletakkan loyang cheese cake terakhirnya diatas meja.

"Dia sendiri yang bercerita."

"Bagaimana—"

"Kenalan ku mengantarkannya ke apartemen ku jam 2 dini hari. Dia mabuk—"

Jihoon menggantungkan kalimatnya. Ada perasaan khawatir yang terpancar dari tatapannya.

"—dan terus menangis menyebut nama mu."

Jihoon tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana tatapan yang Hoseok berikan saat ini karena lelaki itu terus menunduk, menatap tiramisu yang belum selesai ia kerjakan. Hoseok mencoba mengabaikan tatapan menyelidik Jihoon dengan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Jihoon menghela nafas. Sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat membahas sepupunya di hadapan Hoseok.

"Pantas saja minggu kemarin hyung mengacaukan semua kerja keras ku. Kau seharusnya tidak membawa perasaan pribadi di dalam pekerjaan"

Telinga Hoseok memanas, Jihoon sudah kembali ke mode sarkasnya. Ia hanya diam mendengar omelan lelaki yang lebih muda darinya tanpa berani menyela.



🌸🌸



Mingyu melihat arlojinya dengan perasaan gelisah. Pemotretannya kali ini berjalan dengan lancar. Sesungguhnya tidak ada alasan baginya untuk merasa gelisah. Kecuali ketika kau akan bertemu dengan pujaan hati mu beberapa jam lagi.

Hwang Minhyun, fotografer yang menangani sesi pemotretan Mingyu kali ini tersenyum jahil ketika kegugupan sang artis tertangkap kameranya.

"Apa kau sedang memikirkan seseorang?"

Mingyu tersedak ludahnya sendiri ketika Minhyun dapat membaca isi kepalanya dengan baik. Minhyun adalah teman sejak masa sekolahnya dan ia mengetahui semua cerita Mingyu dari awal hingga akhir. Tentang dirinya yang menjadi stalker, tentang bagaimana pertemuan tidak disengaja di kedai tteokbokki, tentang percakapan singkatnya dengan Wonwoo. Semua ia ceritakan pada Minhyun. Minhyun senang melihat kilatan bahagia sudah kembali terpancar dari diri Mingyu setelah berbulan-bulan lalu bahkan senyuman pun hilang dari wajahnya.

"Apa setelah ini kau ada janji kencan dengan kekasih mu?"

Seringai kecil Minhyun dapatkan ketika Mingyu tidak dapat menahan memorinya untuk flashback di delapan hari lalu ketika Wonwoo tersenyum padanya dan mengajaknya untuk bertemu di tempat ia bekerja.

"Jangan menggoda ku dengan pertanyaan mu. Cukup selesaikan segera dan aku dapat pergi menemuinya."

Minhyun terkekeh ketika Mingyu mencoba mengatur raut wajahnya seperti semula.

"Baiklah tuan tidak sabaran. Tiga pose lagi dan kita akan selesai."

Tidak sampai setengah jam kemudian Mingyu sudah berlari dengan tergesa menuju basement meninggalkan managernya dan Minhyun yang berniat untuk mengajaknya berdiskusi mengenai pemotretan Mingyu di Bali beberapa hari lalu.

Ya. Setelah pertemuan tidak terduga terjadi, keesokan harinya Mingyu harus bertolak ke Bali untuk melangsungkan pemotretan dengan majalah 1st LOOK selama lima hari penuh. Setelah pulang dari Bali, Mingyu sudah disambut dengan jadwal yang tak kalah padat mulai dari reality show hingga pemotretan lainnya. Mingyu berharap hari Rabu ini adalah hari yang tepat untuk bertemu dengan Wonwoo.

Mingyu memasuki salah satu audi hitam miliknya yang belum lama ia terima sebagai hadiah. Ia mengendarai mobilnya dengan sedikit tergesa menuju cafe tempat Wonwoo bekerja. Jalanan yang cukup padat membuatnya semakin gelisah dari waktu ke waktu. Sepertinya Tuhan sedang mencoba mengolok-olok dirinya yang semakin hari semakin tergila-gila dengan makhluk bernama Jeon Wonwoo. Ia langsung membanting stir ketika sudah sampai di depan cafe. 20 menit perjalanan terasa seperti bertahun-tahun. Mingyu melepas seatbelt nya, keluar tergesa dengan sebuket lily putih di tangannya. Ia berdiri di depan pintu cafe beberapa saat untuk mengatur nafas sebelum membukanya dengan tangan kirinya yang bebas. Ia berjalan gagah menuju counter, dimana Wonwoo sedang memunggunginya, membuat salah satu pesanan pelanggan wanita.

Semua mata tertuju pada Mingyu dan apa yang ia bawa ditangannya. Mulai dari pegawai cafe hingga pengunjung yang mayoritas wanita memekik kecil ketika Mingyu sudah berdiri tegap di depan meja counter. Senyuman manis, bercampur gugup tidak menghalangi pesonanya. Sebagian pengunjung menoleh ke segala arah, berfikiran sang artis sedang melangsungkan reality show. Namun tidak ada satu kamera pun yang mengikuti Mingyu sehingga kesimpulannya Mingyu datang demi seseorang.

Wonwoo tertegun ketika begitu ia berbalik, seseorang yang selalu muncul di dalam mimpinya kini sudah berdiri di hadapannya dengan buket bunga kesukaannya.

"Si-silahkan"

Wonwoo memberikan satu gelas besar ice americano pesanan wanita di hadapannya dengan tangan gemetar. Tiba-tiba saja ia gugup untuk bertatap muka dengan Mingyu.

"Hi"

Sapaan kaku keluar dari bibir Mingyu.

"Aku datang untuk mengambil payung ku. Apa kau tidak keberatan untuk berbincang dengan ku sepulang kerja?"

Wonwoo mengangguk kaku. Lidahnya terlalu kelu untuk digerakkan.

"Kalau begitu aku ingin satu gelas besar mocca latte float dengan banyak cinta di dalamnya"

Semua orang melihatnya dan menjerit dalam hati, ketika seulas senyum yang begitu manis tersemat di bibir Jeon Wonwoo yang biasa irit ekspresi. Beruntung begi bebrapa pengunjung yang merekam kejadian langka tersebut. Namun lebih beruntung bagi Mingyu karena senyuman itu ditujukan untuknya.

Mingyu duduk di pojok ruangan. Ia tidak ingin ada banyak mata yang menyaksikannya. Dengan gerakan tubuhnya ia meminta pengunjung untuk tidak merekam atau memotretnya. Ia ingin hari ini menjadi hari yang tenang baginya dan Wonwoo.



TBC




Ada yang masih ngikutin work ini?

Coffee Addict [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang