0

1.9K 263 0
                                    





Renjun menatap dari kejauhan seorang pemuda -pujaan hatinya- dengan tatapan lara. Pemuda kelahiran China itu perlahan tersenyum miris melihat apa yang dilakukan oleh orang yang ia cintai itu. -berciuman dengan orang lain-

Renjun menghela nafasnya dalam.




"Aku bukan orang paling sabar di dunia, Jung Jeno." Gumamnya dengan penuh kesedihan dan rasa sakit.





"Hah??? Aku bicara apa sih. Sadar Renjun! Dia tidak akan menoleh padamu seberapa banyak pun cinta dan kasih yang kau berikan padanya!" Gumamnya pada diri sendiri.






Tes!












Perlahan tetesan air mata membasahi pipi tirus nya yang memucat karena dinginnya malam.




"Aku mencintaimu, tapi sekarang aku ingin menyerah padamu Jeno."


Renjun mengusap air mata yang perlahan mengalir semakin deras. Seraya meremat rasa sakit yang mulai menghujam jantung lemah miliknya.









"Waktuku sudah habis, Jeno."














Renjun membalikkan tubuh mungilnya, berjalan menuju pintu keluar dari taman yang sedari sore tadi ia gunakan untuk mengamati pujaannya.












Renjun tersenyum lemah.









Setidaknya ia punya 1 orang yang menerima hatinya dengan penuh kehangatan.










"Renjun-ge! Kau kemana saja? Aku mencarimu! Ayo kita pulang!"






Secepat kilat sebuah telapak tangan yang besar menautkan jarinya diantara ruas jari Renjun yang mungil. Renjun tersenyum ketika sang pemilik tangan besar itu meremat telapak tangannya penuh kehangatan.



"Renjun-ge disini dingin! Ayo pulang..." ujar pemuda berdarah Taipei itu dengan senyuman yang memperlihatkan kedua dimple miliknya.





Renjun mengangguk dengan senyuman lebar.

































'Terima kasih... Lai Guanlin...'

You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang