1

7.6K 215 8
                                    

Brakk....

Benda pipih itu kulempar sekuat tenaga mengenai tembok di depan meja kerjaku, emosi rasanya sudah sampai ke ubun ubun, ku usap dan ku garuk wajah kasar, tanpa peduli seberapa acak acakan hasilnya nanti

Tiba tiba pintu terbuka, Joanna berdiri disana dengan wajah terkejut
"Bian.. Ponselmu?"

Aku yang sudah membelakanginya hanya menarik nafas gusar, kenapa mereka tidak peduli perasaanku, kenapa harus selalu aku yang menjaga perasaan mereka, mereka menumpahkan semua kekesalan padaku, sedang aku??

Aku kesal, sungguh, lebih mengesalkan hari ini dibanding hari hari sebelumnya,setelah beberapa karyawan menjadi lampiasan amarahku, kini benda pipih tak bersalah itu mati dengan bagian belakang terlepas dari tempatnya,

"Bian.. Ada masalah apa?" Joanna yang ku kira sudah keluar dari ruanganku menghampiri, berdiri di sampingku yang sedang menatap lurus keluar jendela gedung pencakar langit ini
"Kamu bisa cerita sama aku soal apapun, jangan begini Bian.." Lirihnya,

Usapan lembut terasa di lengan, ku tarik pinggangnya mendekat, membenamkan wajahku di perut datarnya,

aku menangis..

Sial.. Hari ini benar benar sial.. Aku tidak pernah menangis sesakit ini sebelumnya, di depan siapapun, Joanna sekalipun, gadis yang sudah menjadi sekretarisku dua tahun belakangan itu mencoba menenangkan dengan sapuan lembut jari-jarinya dari puncak hingga kebelakang kepala

Perlahan pelukanku di perut Joanna mengendur, ku tegakkan kepala, "terimakasih.. Ingatkan aku meeting 15 menit lagi" ujarku tanpa menatap Joanna

Kulihat gadis itu mundur perlahan, memungut kepingan ponselku di lantai, dan bergegas keluar, Kutarik nafas berat dan mengeluarkannya kasar, dadaku sesak, sebenarnya belum puas menangis, tapi sampai kapan aku akan menangis, menangisi seseorang yang bahkan mungkin tidak memikirkanku sedetikpun, ku usap wajah perlahan menghapus sisaan cairan sialan yang selalu membuatku mungkin terlihat lemah dimata Joanna,

Joanna, kenapa jadi memikirkan Joanna, wangi strawberry vanilla nya masih melekat di indera penciumanku, kembali kuembuskan nafas,

kutatap keyboard di depan mata, jariku mulai menari di atasnya, mengatur beberapa teknik dan avatar game yang harus segera release bulan ini, harus realease kalau ingin nama perusahaanku tetap menjadi vendor applikasi pencarian teratas di otak penyuka game seluruh dunia

Tidak peduli dengan keadaan dia diluar sana, tidak peduli dengan ponselku, biarlah Joanna yang mengatur semuanya untukku, hanya perlu mencipta dan bermain sekarang ini,

Pintu terbuka "Bian.. meeting segera dimulai" ujar Joanna dengan laptop dan beberapa berkas dipangkuan nya, aku mengangguk, meraih blazer dan melangkah keluar ruangan di ikuti Joanna

Suara Hendra ketua Team pengembang yang sedang menjelaskan beberapa fitur tambahan pada aplikasi terbaru, terasa berdengung di telinga, ragaku di ruang meeting, tapi jiwaku entah dimana, semuanya terasa melelahkan,

Meeting selesai, aku melangkah keluar dengan tatapan bingung karyawan lain, Joanna mensejajari langkahku
"Bian... Sementara, semua panggilan kualihkan ke ponselku ya, kemungkinan besok ponsel barumu datang" Joanna mungkin sedang mengalihkan wacana karyawan yang berbisik bisik di ruang meeting tentang kediamanku, dia tau betul cara menghadapi diriku dalam mode siaga (siap hajar siapa saja) seperti ini

"Ga usah difikirkan, aku sedang tidak butuh benda itu sekarang.."

"Tapi rekan bisnismu memerlukan nya, bagaimana kalau ada sesuatu yang mendadak sewaktu waktu"

Aku berhenti melangkah, menoleh padanya, membungkukkan badan, menyejajarkan wajah dengan Joanna yang hanya setinggi bahu ku

"Aku percaya kamu bisa handle semuanya.. Semangat!!" kubuat senyum selebar mungkin dengan tangan mengacak poni nya, bibir Joanna memberengut seketika

Maaf, Aku membuatmu 'belok'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang