Parent

4 2 0
                                    

Ingin rasanya ia mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar dalam kepalanya ketika lelaki tak dikenal terus menarik lengannya menjauh dari tempat menyeramkan namun sangat akrab dengan Je Ah. Mengapa orang ini menyelamatkannya? Bagaimana jika orang ini menjadi sasaran bully selanjutnya?. Tetapi sebelum menanyakan hal itu bukankah Ia harus berterima kasih pada orang yang sedang berjalan di hadapannya? "Tunggu, berhenti sebentar." ucapnya saat mereka berjalan melewati aula sekolah.

Pria dihadapannya pun berhenti berjalan dan berbalik. "Ada apa!" jawab pria itu dengan nada tinggi.

Je Ah menatap wajah pria di hadapannya. Tatapannya tertuju pada luka di sudut bibir dan lebam di pipi kiri pria itu. "Mm, lebih baik kita sekarang ke klinik sekolah untuk mengobati lukamu itu." ucap Je Ah canggung.

"Tidak usah, lebih baik kau pulang sekarang. Orang tuamu pasti mengkhawatirkanmu."

"Tidak, mereka tidak akan mengkhawatirkanku." gumam Je Ah tanpa sadar.

"Kau bilang apa?"

"T-tidak, a-aku tidak bilang apa-apa. Sebaiknya kita sekarang ke klinik sekolah." Je Ah pun menarik tangan pria itu menuju klinik sekolah yang berada di lantai 2.

"Hei, hentikan. Aku tidak mau di obati. Hentikan sekarang!". Sepanjang perjalanan Woo Jae terus mengoceh menolak untuk diobati.

Je Ah pun berhenti, namun mereka berhenti tepat di depan pintu klinik sekolah. "Kita sudah sampai." Je Ah kembali menarik tangan pria di belakangnya untuk masuk. Di dalam, Je Ah menyuruh pria itu duduk di kasur yang sudah tersedia di dalam ruang klinik sekolah. Diedarkannya pandangan ke seluruh sudut ruangan bermaksud mencari dokter yang tengah berjaga, namun hasilnya nihil.
Gadis itu pun berinisiatif mengobati Woo Jae dengan ilmu p3k yang ia dapat ketika ia SD dan SMP. "Dimana ya," gumamnya sambil berjalan menuju lemari untuk mengambil kapas, cairan antisepsis, handuk kecil, wadah dan air dingin.

"Kau tidak usah seperti ini. Aku juga baik-baik saja." katanya sambil duduk diatas salah satu kasur dari lima kasur yang ada di klinik sekolah.

"Tidak apa-apa. Ini ucapan terima kasihku karena kau telah menolongku tadi." ucap Je Ah sembari berjalan kembali dengan benda-benda yang diambilnya.

Pria itu hanya diam, menatap Je Ah yang mulai menuangkan sedikit cairan antisepsis ke atas kapas lalu mulai mengobati luka di sudut bibirnya. "Aduh! sakit, sakit. Sudah, sudah tidak usah di obati. Malah tambah sakit." Omel pria itu sambil mengerang kesakitan.

"Maaf, maaf. Tahan sebentar. Sedikit lagi juga selesai. Omong-omong kenapa kau tadi menolongku?"

"Mm? Menolongmu? Aduh! Tidak, aku tidak menolongmu. Aku hanya tidak suka keributan. Mereka sangat berisik dan menggangguku bermain. Jadi caranya untuk.. Aduh! Pelan-pelan. Jadi caranya untuk menghentikan mereka ya.. Menarikmu dari sana." ucapnya ketus sambil sesekali mengerang kesakitan.

"Kalau begitu terima kasih." ucap Je Ah sambil menaruh kapas yang sudah dipakai lalu ia mengambil handuk kecil yang di rendam air es untuk mengobati lebam di pipi kiri pria itu.
"Namamu siapa dan kau berada di kelas mana?"

"Namaku Shin Je Ah, aku berada di kelas 2-3. Kalau kau?" jawab Je Ah sambil memeras handuk kecil lalu ia pun mengobati luka lebam di pipi kiri pria itu.

"Namaku Yook Woo Jae, aku juga berada di kelas 2-3." Hening sesaat sebelum Woo Jae membuka mulutnya lagi. "Aku tidak tahu mengapa aku tadi ikut campur dengan urusanmu tapi entah mengapa wajahmu itu mirip dengan seseorang yang membuatku ingin menolongmu."

"Maksudmu?"

"Aku merasa sudah pernah melihatmu padahal pada kenyataannya kita tidak pernah bertemu karena aku selalu bolos kelas."

I'll Listen To Your StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang