Bagian 1

26.7K 924 13
                                    

Seorang cowok dengan seragam putih abu-abu sedang berdiri di depan kaca lemari. Ia tersenyum simpul mengamati penampilan rapinya pagi ini. Ponsel hitam di atas nakas cokelat bergetar cukup lama tanda ada panggilan masuk. Dengan sigap, ia menyambar ponsel tersebut dan menjawab panggilan.

"Iye, tunggu bentar," Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana seragam. Meraih jaket hitam yang berada di kasurnya.

Kaki jenjangnya menuruni tangga dengan lincah. Sesekali ia bersiul sepotong nada dari lagu favoritnya. Seolah menunjukkan suasana hatinya dengan bagus.

"Mas Alvin ndak sarapan dulu?" tanya Bi Ida saat melihat anak majikannya hendak keluar rumah.

Bi Ida memang terbiasa memanggil Alvin dengan sebutan 'Mas' daripada 'Den', itu juga karena kemauan Alvin sendiri. Katanya biar bisa lebih akrab. Menurutnya, seorang pembantu juga bagian dari keluarga. Apalagi Bi Ida sudah bekerja dengan keluarganya selama sepuluh tahun.

Alvin menghentikan langkahnya. Menunggu Bi Ida yang berjalan tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. Tangan beliau dengan gesit membenahi letak jaket Alvin.

"Saya tidak sudi sarapan satu meja dengan anak pembawa sial itu!" ujar seseorang dengan suara dingin.

Alvin dan Bi Ida menoleh pada sumber suara. Namun, si empunya suara memilih tidak ambil pusing dengan tatapan mereka. Ia terus berjalan menuju dapur yang menyatu dengan ruang makan, di mana semua anggota keluarga sudah menunggu untuk sarapan.

Sudah terlalu biasa mendengar hal itu, Alvin tidak membantah atau pun membalas, sebaliknya ia memilih mengulas senyum untuk menutupi denyut perih di hatinya.

"Aku makan di kantin aja, bu," Alvin mengulas senyum terbaiknya pagi ini.

Bi Ida menatap Alvin sendu, "Yowes. Jangan lupa makan,"
Alvin hanya mengangguk. Ia meraih tangan bi Ida dan berpamitan seperti biasa.

"Hati-hati, nak," Alvin mengangguk lagi, bibirnya mengulas senyum untuk Bi Ida.

***

Alvin melepas helm fullface yang sejak tadi bertengger di kepalanya. Menunggu Gideon — sahabatnya — memakirkan motor. Pandangannya menyapu ke seluruh parkir sekolah yang sudah penuh oleh jajaran motor para murid dan guru. Alvin tersenyum simpul saat netranya menangkap helm bogo hitam yang tergeletak begitu saja di spion motor bebek.

"Yon, Vin, tunggu!" teriak seorang siswa dari belakang saat Gideon dan Alvin akan menaiki tangga sekolah.

Gideon memundurkan langkahnya yang baru menaiki anak tangga pertama. Alvin mendorong tubuhnya sedikit karena kaki besar Gideon hampir saja menginjak kakinya. Gideon hanya menyengir.

"Tumben gak telat," Alvin mengangkat satu alisnya, sedangkan yang ditanya hanya tersenyum malu.

"Lo lupa?" tanya Gideon tanpa mengalihkan pandangannya dari siswa yang kini berdiri tepat di samping kirinya.

Gideon memutar bola matanya. "Si kancut udah punya pacar. Jadi kalo pagi punya alarm sendiri,"

Gideon kembali melangkah setelah mendengar respon 'Oh' dari Alvin. Di belakangnya ada Ranu dan Alvin yang asik mengobrol tentang pacar baru Ranu yang ternyata siswi sekolah sebelah.

Overboard (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang