Mungkin pertemuan semalam menjadi alasan utama Kim Chaewon termenung larut dalam pikirannya. Suara baritone dari seorang laki-laki ber-freckless itu masih terngiang-ngiang bagai suara nyamuk dikepalanya. Begitu pula dengan senyuman yang sangat mirip dengan miliknya kini mulai menghantui pikirannya.
Dengan kejadian semalam, Chaewon bisa menyimpulkan bahwa Felix adalah seseorang yang mudah bergaul dengan selera humor yang rendah. Dan ia adalah seorang penyihir? pertanyaan besar tersebut melengkapi kebingungan Chaewon hari ini.
Bubur yang kian encer itu terus diaduk oleh Chaewon, selera makannya menguap entah kemana semenjak pikirannya hanya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan seorang Lee Felix.
"Buburmu tak akan kemana-mana. berhenti menatapnya seolah ia akan pergi jauh" tegur seorang wanita berambut pendek yang hanya dibalas dengusan.
"Banyak pikiran ya? Kerutan diwajahmu bertambah, persis seperti nenek nenek", ejek Yoojung
"Apa tidak ada kerjaan lain selain menggangguku wahai Kim Yoojung kakakku?", delik Chaewon kepada kakaknya yang dibalas kekehan kecil.
"Tadi eomma bilang, ia sudah mengirimkanmu beberapa uang tambahan untuk keperluan kesehatanmu", ucap Yoojung sambil membereskan mangkuk bubur yang masih penuh tadi.
"Ia tak memberitahu soal kapan kepulangannya kesini. Perusahaannya sedang dalam masa kejayaan sehingga sangat sulit untuk meninggalkannya", lanjut Yoojung.
"Perlukah aku mendoakan kepunahan perusahannya agar ia peduli padaku?", tanya Chaewon.
"Ide bagus jika kau ingin hidup melarat. Jam 10 aku ada kelas, jangan lakukan hal yang aneh-aneh seperti kemarin. Aku pergi", pergi Yoojung.
Ruang makan itu lenggang kembali semenjak kepergian Yoojung kekampusnya. Pikiran Chaewon kini tertuju kepada eomma-nya.
Jujur saja, ia rindu pada eomma-nya yang selalu menanyakan kabar, menanyakan hari-harinya. Coba saja jika appa-nya tidak pergi begitu saja meninggalkan kewajibannya disini, mungkin eomma-nya adalah orang yang paling khawatir dengan keadaanya saat ini.
Dengan kata lain, eomma-nya berusaha meraih kebahagiaan materi dengan melupakan kebahagiaan anaknya. Miris namun inilah kehidupan Chaewon.
Ia melirik jam pada gawainya sebentar, menunjukan pukul 09.00. Mungkin jika ia masih bisa melakukan aktivitas biasanya, sekarang adalah waktunya ia belajar matematika bersama Bu Kim yang identik dengan rambut pendek dan senyum sinisnya.
Tak ingin larut dalam kesedihannya kembali, Chaewon memutuskan untuk kembali kekamarnya. Mungkin ia bisa membaca kembali novel yang pernah ia baca
🌈🌈🌈
Ternyata novel tidak bisa mengalahkan kegundahan dalam hatinya. Ucapan kakaknya yang menunjukan ketidakpedulian ibunya terhadap dirinya itu bagai tusukan tombak pada dirinya. Bahkan ibunya tidak memberikan kabar langsung kepadanya, melainkan melewati kakaknya.
Hingga tak terasa air mata itu kembali menetes, melambangkan kekecewaannya kepada eomma-nya dan kepada takdir. Jika boleh, Chaewon pun ingin mengutarakan kekecewaannga kepada Tuhan atas takdir pedih yang ia rasakan.
"Apakah menangis itu termasuk hobimu?", suara baritone itu mengisi kelenggangngan kamarnya yang semula hanya berisikan isakan tangis.
"Menangis memang bisa meredakan kesedihanmu, tapi jika dilakukan terlalu sering kasihan matamu kehilangan binarnya"
"Berisik—hiks kau Lee—hiks Felix", ucap Chaewon diantara isakannya.
"Lihatlah mata sembabmu yang memerah dan— astaga lihat ingusmu itu Chaewon. Jelek sekali kau", ucap Felix diiringi gelak tawanya.
Chaewon yang merasa dirinya diejek, menggerakan kursi rodanya mendekati cermin itu dan melemparnya dengan tumpukan tisu.
"Jika dengan aku menyentuh tanganmu bisakah kau berhenti menangis?", ucap Felix sambil menempelkan tangannya ke permukaan cermin seaakan mengajak Chaewon untuk melakukan hal yang sama.
"Berhenti untuk membual Felix, itu tidak mungkin"
"Lakukan saja, jika benar maka berjanjilah padaku untuk berhenti menangisi seseorang yang bahkan tidak memperdulikanmu ya?"
Chaewon merotasikan matanya. Tindakan bodoh, pikirnya. Akhirnya ia melakukan hal sama yang dilakukan Felix.
Chaewon hanya terpaku ketika ia perlahan merasakan kehangatan dibalik cermin itu. Dingin dari permukaan cermin tergantikan oleh lembut dan hangatnya dari tangan seorang Lee Felix. Perlahan tangan Felix menggenggam tangannya.
"Sudah kubilangkan?"
Suara baritone milik Felix yang biasanya terendam oleh cermin itu sekarang kian terdengar asli dipendengarannya.
"Sekarang waktunya kamu menaati janjimu Chaewon", senyum Felix
Salahkan pipi—sialannya yang sekarang mulai merona akibat sihir Felix yang terlalu tiba-tiba.
.
.
.
.TBC
.
.
.
.HUUY KEMBALI DENGAN DIRI Q!!!
KEMUNGKINAN ALURNYA BAKAL AKU CEPETIN HEHE BIAR KONFLIK DARI CERITANYA NDA KEMANA MANA!!vote dan comment dari kalian sangat membantu huhu!! 😭💜
KAMU SEDANG MEMBACA
mirror ; felix chaewon
Fanfiction- When two opposites happen at once who will deserve a better life?