Bandung, 2005
Inilah hari yang ditunggu-tunggu. Oleh Rino, dan orang tuanya. Wisuda. Berbeda dengan kedua sang kakak, pemuda itu mampu lulus lebih cepat. Mereka membutuhkan waktu tujuh tahun untuk lulus kuliah, seperti Papa. Sedangkan anak muda penyuka musik lawas itu lebih mirip Mama.
Kalau saja Mama kuliah, mungkin akan sama cepatnya denganku. Bahkan lebih cepat. Rino membatin.
Suasana kampus Unkas pagi itu begitu ramai. Padat manusia. Mulai dari para tukang asongan yang mencium peluang dagang di kampus, sampai rombongan keluarga wisudawan seperti arak-arakan keliling. Yang wisuda seorang, pengantarnya satu kelurahan. Sepertinya kadar oksigen di situ lebih tipis dibandingkan di jalan raya. Bayangkan kalau ada yang coba-coba buang gas belerang dari perutnya. Bisa sesak nafas kita dibuatnya.
Sebenarnya Unkas pusat, tempat kuliah mahasiswa hukum dan ekonomi, cukup rindang. Banyak pohon tua. Kau tak akan sanggup memeluk batangnya. Diameter pepohonan rata-rata dua kali lingkaran tangan orang dewasa.
Namun begitu, kerindangan yang seharusnya sanggup memberi pasokan oksigen berlebih tersebut, seperti tidak ada artinya ketika manusia berjejalan mendatangi tempat menimba ilmu yang ada di pinggir jalan raya Dipatiukur itu.