PROLOG

65 18 3
                                    

Seorang gadis cantik termangu sendiri di balik kamarnya yang sunyi. Tak ada seorang pun yang bersamanya disana. Gadis itu hanya ditemani album lusuh yang masih setia ia genggam. Sudah beberapa hari ini gadis tersebut mengurung diri seolah sudah muak dengan hiruk pikuk dunia dan masalah yang datang bertubi tubi padanya. Mentari Ayana Giandra nama gadis cantik tersebut.

Perlahan jari jemari lentik gadis itu membuka lembar demi lembar album foto. Manik matanya yang berwarna hitam legam berhiaskan bulumata nan lentik perlahan menalar foto demi foto yang terpampang rapi disana. Semuanya tampak bahagia hanya itu kalimat yang dapat ia definisikan.

Kenangan perlahan mengalir bak air sungai yang membuat Mentari terhanyut. Banyak sekali berbagai macam foto disana. Mulai dari fotonya yang masih bayi, saat ulang tahun pertamanya, saat ia menghabiskan piknik keluarga, dan masih banyak lagi kenangan indah yang berjejeran rapi pada album merah tua tersebut. Tapi semua itu hanyalah kenangan yang telah lama ditelan waktu.

"Andaikan semuanya masih sama," ucap gadis itu perlahan.

Populer mungkin itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan seorang Mentari Anaya Giandra. Bukan hanya pintar dan cantik, ia juga tergolong siswi yang kaya.

Selalu dikelilingi pujian dan tatapan kagum bukanlah suatu hal yang baru lagi baginya. Meski dikelasnya ia tak memiliki banyak teman karena sifatnya yang cuek dan terkesan angkuh. Gadis itu tak pernah peduli, selagi ketenangannya tidak diganggu.

Namun semuanya berubah seratus delapan puluh derajat semenjak bundanya kecelakaan mobil yang hampir merengut nyawa. Seakan hal itu belum cukup, seminggu kemudian gadis itu harus tertampar kenyataan lagi saat ayahnya tersandung kasus korupsi yang membuatnya kehilangan segalanya. Pujian yang selama ini ia terima berubah jadi cacian. Bisikan yang dulunya tak terlalu kentara kini dapat dengan jelas ia dengar.

Setiap orang pasti pernah mengalami titik terenda dalam hidupnya. Dan kini Mentari sedang berada di titik terendah tersebut. Dimana ia harus kehilangan segalanya dan menyaksikan sisi lain dibalik semua orang yang selama ini ia anggap baik.

Mentari segera menutup album foto yang masih bertengger ditangannya. Ia menghembuskan nafas gusar sembari menatap kesekeliling kamarnya. Tampak jelas rona kesedihan yang terbinar pada kedua manik matanya. Namun bagi gadis itu bersedih tak akan pernah menyelesaikan semuanya karena hal itu hanya akan membuatnya terkesan lemah. Sudut bibirnya perlahan terangkat berusaha menguatkan dirinya sediri, meski hanya kepahitan yang terukir jelas pada senyum palsunya.

Hay😀
Bagaimana kesan pertama saat baca prolognya..
Masih ada yang gaje kah..

Makasih buat yang udah baca🙏
Jangan lupa kasih komen dan saranya..
Jangan lupa vote juga biar aku tetap lanjut..😉

Melody Untuk MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang