b. 7

22 14 1
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, namun Linggar, Roni, Jordy, Herman, dan Aldi masih belum beranjak dari bale milik Engkus.

Sepulangnya dari rumah pohon tadi sore, para cowok itu memang tidak langsung pulang kerumah masing-masing. Mereka memutuskan untuk bergabung dengan Engkus dan Joni yang sedang bermain karambol.

Saat ini mereka tengah asyik membahas kejadian lucu tadi siang saat Dono—kakak pertamanya Linggar, yang sedang disuruh untuk mengumumkan berita kematian seseorang di mushola, namun Dono salah menyebut nama orang tersebut yang seharusnya Kardi menjadi nama ayahnya, Pardi.
Alhasil Linggar sekeluarga pun bingung saat seluruh warga berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk melayat. Dan Pardi yang saat itu tengah memandikan Bleki sontak saja terkejut mendengar salah seorang warga yang bertanya padanya, "Welahdalah juragan, gak jadi toh matinya?"

"Abis denger gitu ya, udah tuh babeh gue langsung lari masuk kedalem rumah, terus pas nongol lagi dia udah bawa golok ditangan sambil teriak, 'mana tuh si Dono? gua cabutin bulunya biar botak kaya si bleki'."

Ketujuh cowok itu tertawa terbahak-bahak mendengar Linggar yang sama sekali tak merasa malu menceritakan kakaknya yang kabur dari kejaran babehnya.

Disela tawanya, mata Linggar melirik ke atas atap sebuah rumah berwarna krem yang berada tepat diseberang tempat ia duduk.
Mulutnya mungkin tertawa, namun hatinya sama sekali tidak. Seperti ada perasaan yang mengganjal ketika manik matanya mendapati sebuah vespa berwarna biru muda itu masih tak bergeming dari tempatnya terparkir.
Tentu bukan motor itu yang menjadi kekhawatiran Linggar, namun si 'pemilik'nya.

Berkali-kali pula Roni memergoki Linggar yang diam-diam tengah mencuri pandangan untuk melirik kearah rumah Olla.

Roni sangat yakin bahwa alasan Linggar mengajak mereka bergabung dengan Engkus bukanlah untuk bermain karambol, tapi agar cowok itu dapat mengawasi dua insan yang tengah bercengkrama di atas atap sana.

Terkadang Roni merasa sedikit prihatin dengan sahabatnya itu. Bertahun-tahun memendam rasa tentu tidak lah mudah.
Apalagi jika kenyataan bahwa cinta itu berada begitu dekat namun disaat yang bersamaan terasa sangat jauh hingga tak mungkin untuk digenggam.

Ada alasan dibalik keusilan Linggar pada Olla yang Roni tau. Yaitu agar sahabatnya itu bisa tetap dekat dengan Olla meskipun harus dibenci karena berprilaku menyebalkan.
Sungguh cinta memang dapat membuat manusia berani terjun ke kawah gunung berapi sekalipun.

Beberapa menit kemudian seorang cowok berkacamata keluar dari rumah berwarna krem itu. Si cowok sempat bersenda gurau sejenak dengan sang pemilik rumah kemudian beranjak menaiki motornya dan pergi meninggalkan rumah itu.

Pandangan Olla dan Linggar sempat bertemu selama beberapa detik sebelum akhirnya Olla yang memutuskan pandangan itu terlebih dulu dan berlalu masuk ke dalam rumah sambil menutup pintu.

Roni menepuk pundak Linggar seraya berbisik, "Udah pergi kan? Ayo buruan cabut gue udah ngantuk."

•••


Marko yang baru saja tiba di rumah segera memarkirkan motornya di garasi. Melangkahkan kaki menuju pintu dan mendorong gagangnya yang memang tidak terkunci.

Ceklek

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab seorang wanita cantik berusia 40an yang sedang duduk dan menyaksikan siaran televisi.

"Loh mami, kok udah pulang?" tanya Marko sambil menyalami Sarita lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.

Wanita itu tersenyum seraya merapikan anak rambut Marko yang terlihat berantakan, "Iya tadi mami minta pulang cepat supaya bisa istirahat di rumah. Kamu pasti habis dari rumah Olla ya?"

Marko tak menjawab dan hanya nyengir saja. Tentu Sarita tahu kemana saja selama ini  anaknya pergi jika sedang tak ada di rumah. Karena Marko pasti selalu bersama Olla.
Seakan mereka sudah menjadi satu paket, di mana ada Olla disitu ada Marko.

Sarita masih ingat betapa menggemaskannya tingkah Marko kecil dulu waktu pertama kali bertemu dengan Olla.
Awalnya Marko merasa takut dengan kehadiran seorang bocah perempuan yang tiba-tiba muncul dan bermain sepakbola sendirian di halaman belakang rumahnya.
Lama kelamaan Marko penasaran seraya terus mendekati Olla. Merasa risih karena terus diganggu, Olla menendang bola sepaknya hingga mengenai wajah Marko.
Marko pun terjatuh dan menangis, namun Olla dengan rasa tak bersalahnya malah mengulurkan tangan seraya berkata, "ayo bangun, kalo kamu masih nangis aku gak mau temenan sama kamu. jadi cowok itu gak boleh cengeng, emang kamu gak malu? olla aja yang cewek gak pernah nangis".
Ajaibnya Marko pun langsung berhenti menangis detik itu juga. Dengan ingus yang masih mengalir, Marko mengarahkan jari kelingkingnya pada Olla. "Apaan sih kaya anak kecil aja!" Marko kembali merengut, dan membuat Olla tersenyum lalu keduanya tertawa bersama.

"Marko mau masuk kamar dulu ya, Mih, udah ngantuk nih" ujar Marko sambil menguap.

Sarita mengangguk seraya tersenyum.
Kemudian Marko beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Cowok berkacamata itu membuka pintu dan langsung berlalu ke kamar mandi. Mengganti baju dengan piyama, mencuci wajah dan tak lupa menggosok gigi kawatnya.

Kemudian Marko meletakkan kaca matanya di atas nakas dan menghempaskan tubuh ke tempat tidur sambil menghela nafas panjang.
Tangannya meraih benda pipih berwarna hitam sambil memasang earphone pada kedua telinganya lalu menyetel sebuah lagu dari band Sheila On7 yang berjudul 'Itu Aku'.

Kedua lengannya ia jadikan sebagai bantalan.
Pandangan Marko menerawang pada langit-langit kamarnya.

Marko termenung, mengingat pembicaraannya dengan Olla di atap tadi.

"Gue yakin setelah pacaran, si Rere bakal lebih sering ngeluangin waktunya sama Jordy dibanding sama kita." ujar Olla.

Marko hanya bergumam mengiyakan sambil terus membiarkan Olla yang berbicara.

"Tapi kalo dipikir-pikir lagi sih ya, lo juga nanti kalo udah punya pacar pasti bakal nempel terus sama cewek lo itu dan gak lagi ngikutin gue kemana-mana. Ya, kan, Komar? Tapi gue ikhlas kok yang penting lo bahagia aja."

Kini tatapan Marko beralih pada wajah Olla yang masih memandang langit tak berbintang itu.
Ada sedikit rasa kecewa yang terbesit di dalam hatinya. Namun Marko hanya bisa diam dan tak mampu menjawab apa-apa.

"Gue jadi bertanya-tanya deh," ujar Olla kembali berbicara dan membuat Marko sedikit penasaran. "Apaan?"

"Hmm.. Menurut lo, mungkin gak ya ada seseorang yang jaaauuh di sana, ditiap malam sebelum tidurnya, berharap supaya dia bisa berjodoh dengan gue?"

Olla mengangkat tangannya ke atas seraya menunjuk langit malam dengan jarinya. "Hehe pede banget gak sih, lagipula mana ada yang suka sama cewek barbar macem gue. Huh, tau diri kek lo, Olla!"

Sungguh saat itu Marko ingin sekali berkata, 'ada kok, tapi lo nya aja yang gak pernah peka. gak perlu jauh-jauh mencari, cukup liat aja yang ada disekeliling lo. ada orang yang selalu menyelipkan nama lo ditiap doanya setiap hari, dan yang pasti gak cuma pas pengen tidur aja'. Namun akhirnya cowok itu hanya bisa menjawab, "Ada kok"

Olla menoleh kearah Marko yang tengah menatapnya, "Siapa?"

"Emmm.... Gue?"

Tiba-tiba Olla terbahak, dan membuat Marko menautkan alis bingung. "Kenapa?"

Cewek itu masih saja tertawa, tangannya meraih puncak kepala Marko seraya menepuknya pelan, "Pinter banget nih bocah ngibulnya, hahaha"

Marko masih tidak mengerti, dibagian mana dari perkataannya yang lucu hingga membuat Olla tertawa sedemikian gelinya.
Apa mungkin Olla menganggap pengakuannya itu hanya sebatas lelucon belaka?

Lalu kemudian mata Marko terpejam dan tak lama cowok itu sudah memasuki alam bawah sadarnya.

•••

TAKE ME (I'm Yours)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang