"Dunia itu hanya tiga hari,
1) Kemarin, yang tak akan terulang ceritanya
2) Besok yang belum tentu menemuinya
3) Hari ini Tempat menabung Amalan kita."~ Al Hasan Al bashri ~
Piringan matahari meninggalkan Cakrawala. Lantunan ayat suci Al-quran telah bersuara. Ku langkahkan kaki ke dalam kamar mengganti dengan baju kokoh dan sarung. Meletakkan peci di kepala, dan juga sejadah di bahu. Ku bergegas cepat ke masjid di samping rumah, berjarak empat rumah dari rumahku. Ku ambil wudhu lalu memantapkan langkah ke dalam bersiap tuk segera adzan. Adzan-pun terdengar satu persatu mulai bermunculan dari beberapa masjid ataupun mushola kecil di berbagai daerah sekitar. Orang-orang mulai bermunculan mengisi shaf baik yang di laki-laki ataupun wanita. Pak ustadz datang, dengan peci hitam dan baju kokohnya yang khas, mengisi shaf paling depan sebagai seorang Imam.
Menunggu iqomah, anak-anak warga membacakan sholawat nabi Aku berdiri dengan maksud salat sunnah sebelum maghrib terlebih dahulu ( 2 rokaat salat sunah rawatib qobliyah maghrib ).Jam-pun terus berputar pada porosnya. Usai salat magrib Aku menunggu Isya dengan muraja'ah hafalanku. Menjaganya agar tetap dalam hati dan ingatanku.
Aku telah selesai menjalankan tugas. Selain sebagai Muadzin, aku juga berkewajiban menunaikan perintahnya sebagai seorang hamba yang taat. Karena kata Abah, ALLAH menciptakan manusia bukan untuk main-main belaka, melainkan untuk beribadah hanya kepadanya. Yang di maksud beribadah di sini, bukan hanya shalat dan puasa saja, tapi menolong dan menyenangkan hati orang lain juga termasuk dalam ibadah. Abah selalu berpesan; Shalat itu bukanlah kewajiban, tapi shalat adalah kebutuhan, dan sebagai seorang lelaki yang sholeh, melaksanakan shalat lima waktunya itu harus di masjid, bukan di rumah. Kalau di rumah, ya.. namanya sholehah. Begitulah Abah selalu menasehatiku agar tak pernah meninggalkan shalat, apapun kondisinya, kecuali memang benar-benar darurat, sakit berat misalnya.
***
Kulangkahkan kakiku yang beralas sendal jepit milik Almarhum Abahku. Kenangan itu-pun menyelimuti diriku. Saat ku lihat sendal yang pernah dipakai oleh-nya, nasehat-nasehat-nya. Beliau pernah bercerita padaku, saat itu aku masih SMA kelas 10.
"Nak, itu sendal jepit kesayangan abah, nanti kau yang akan memakainya dan menggantikan posisi Abah sebagai muadzin setiap harinya." kata Abah disertai batuknya, sambil menunjuk sendal kesayangannya yang di hadapan saat itu.
Mungkin itu adalah sebuah pesan singkat terakhir untukku. Sejak abah sering sakit-sakitan. Tapi aku tidak tahu apa penyakitnya. Abah dan ibu menyembunyikannya dariku. Ku kira itu hanya Sakit biasa, tapi setelah di ceritakan ibu, saat Abah sudah tenang di alam yang berbeda, aku jadi tahu apa penyakitnya. Abah menderita penyakit TBC ( Tuberculose ) yang merupakan infeksi bakteri mycobacterium tuberculose di paru-parunya, dan juga penyakit gagal ginjal.
Abah berpulang ke rahmatullah dalam keadaan tenang selepas Shalat Subuh, pada hari Jum'at di dalam kamarnya sedang berbaring menghadap kiblat. Saat itu Ibuku panik, dan menyuruhku memanggil bidan di sekitar rumahku. Tapi abang menolaknya, dan memintaku untuk berada disampingnya mengucap kalimat tauhid untuknya. Abah mengikutiku dengan lancar.
" Lailahaillallah.. Muhammadarrasulullah.."
Hembusan Nafas Terakhir, membawa Abahku pulang kembali pada sang pemilik. Dengan berbekal kalimat tauhid dan senyum yang menggariskan kedua pipinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/152383840-288-k95498.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
"Sekawan Tak Seperjuangan"
Krótkie OpowiadaniaPersahabatan tanpa pamrih Saling menasehati tiada letih Perpisahan membuat pedih Terpisah oleh jarak yang sangat panjang Tak lagi sekawan dan tak seperjuangan .. ... Bangkalan/20/06/2018