Kencan Buta

64 7 0
                                    


Aina mendapatkan SMS dari biro jodoh, yang memberitahukan bahwa ia akan ada pertemuan pada malam minggu.  Oleh karena itu Aina sekarang sedang sibuk memilih pakaian yang cocok untuk dipakainya pada acara itu.

"Baju ini bukan.  Baju itu juga bukan,"
Aina tampak binggung memilih-milih pakaian di toko milik Mamanya Zesika.

"Menurut aku sih, pink bagus, kulit kamu kan bersih."  Zasika mengambil baju yang dipajang di butik itu,  lalu mengepaskannya pada Aina.

"Enggak kemudaan kah, ini kan baju ABG?"  Aina tampak ragu.

"Terus mana dong?  Dari tadi pilih-pilih,  enggak dapat juga."  Zasika berkata gemas seraya mengembalikan baju itu ke tempat semula.

"Menurut Tante sih. kamu pakai ini aja cantik."  Mama Zasika tiba-tiba memberi saran.  Sembil menyodorkan baju dress
Berwarna maroon dengan lengan seperempat dan kerah baju
Ditaburi sedikit manik-manik mutiara disekitar dadanya.  Sangat cantik sekali.  Tidak norak dan terkesan elegan,  walaupun panjang dress hanya sampai lutut saja tidak terkesan nakal sama sekali.

" Tante makasih Tan, bagus banget ini,saya suka."  Aina langsung girang ketika melihat pakaian itu.

"Nanti malam cantik-cantiklah kau, jangan malu-maluin."  Zasika menepuk bahu Aina.

"Apaan sih?"

"Ha.. haha kalian ini."  Mama Zesika menggeleng kepala melihat kelakuan anak dan temannya itu yang dari tadi grasa-grusu mengobrak-abrik tokonya.
Bisa kusut semua nanti.

°¿°

"Mana nih.  Orangnya?  Katanya jam 08:25  ini lah lebih." Aina memperhatikan arloji-nya.

Dia sedang duduk di meja nomer 23.
Dengan mengenakan gaun yang sudah dipilihnya malam kemaren.  Aina tampak cantik sekali,  ditambah rambutnya yang dibiarkan tergerai indah, sedikit jepitan warna emas kupu-kupu menghiasi rambutnya.

"Boleh duduk, Aina kan?"
seorang laki-laki menegurnya.

"Silahkan,"

Dia pun mengambil posisi duduknya.
Aina memperhatikan laki-laki tersebut diam-diam. Kalau terang-terangan malu-maluin emak di rumah.

"Ni cowok ganteng juga. matanya bulat tubuh atletis,"  Aina menilai dalam hati.

"Kita pesan minum dulu yuk, kamu minum apa ai?" tanya pemuda itu sopan.  Aina tahu dia juga pasti sedang menilai dirinya.

"Teh poci aja deh...  kayaknya enak,"

"Mas!"  Kelaki itu melambai pada pelayan restoran.

"Pesan teh poci dua dan... oh ya makananmu apa ya?" tanyanya pada Aina.

"Sate deh,"

"Oh, ya sate aja, ya Mas dua juga."

Pelayan itu mencatat pesanannya.
"Baik, silahkan menunggu sebentar,"
Pelayan itu berlalu.

"Nama aku. Raka Putra, kamu pasti sudah lihat bio aku kan?"

"Iya sih, oh jadi kamu beneran cari jodoh?"

"Iya emang kurang meyakinkan ya?"

"Enggak sih hanya heran?" Aina hanya basa-basi bertanya.

"Heran kenapa?"  Raka tampak bingung.

"Cakep masa enggak laku,"  Aina sedikit menggombal.

"Kamu cantik kok enggak laku juga sih."

PLAK!  Aina merasa tertampar
"Sialan!  disinggung ..eh nyinggung balik."

"Aku perempuan nyari jodoh itu susah,  masa ada yang mau langsung terima, kan harus cari yang baik to."
Aina tidak mau kalah
Memberi jawaban umum itu biasa.

"Wah..  mentang-mentang cewek, laki-laki terus yang harus duluan,"

"Entar kalau perempuan emansipasi malah dibilang murahan lagi."

"Ha.. haha kamu lucu juga ya."

"Kenapa enggak tahu jawabannya apa ya?"  Sindir Aina.

Di antara mereka berdua
Aina tahu lelaki itu pasti sedang jengkel.

"Ini pesanan kalian, silahkan dinikmati.."

"Terima kasih,"  Aina tersenyum membalas senyuman pelayan itu.
Aina memakan makanannya dengan tenang.

"Apa kau tidak keberatan kalau kita mencoba dulu, maksudku sebagai teman?"  tanya Raka sambil  memotong dagingnya.

"Terserah saja, aku juga belum bisa memutuskan, kan,  kencan buta ini diatur untuk beberapa pertemuan lagi dengan yang lain."  Jawab Aina sembari  menyuap satenya

"Mana nomor telepon-mu? Aku minta dong,"

"Kemarikan hendphone kamu, aku tuliskan." Raka menyerahkan Hendphone-nya. Aina langsung mengetik.  "Jangan disebarin ke mana-mana."  Katanya kemudian.

"Mang apaan pakai disebar-sebar,"
Raka menyimpan Hendphone-nya.

"Ha.. ha.. ha."  Mereka berdua tertawa.

"Oh.  Ya,   kenapa kamu cari jodoh di biro?  Bukanya umur kamu masih muda ya?"

Aina neminum tehnya
Sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Mama di kampung sering maksa buat seriusan, katanya sih mempung masih muda,  ada yang mau,  kalau udah tua tinggal peotnya aja nih.."

"Haha...  Masa anak gadis disuruh nyari,"  Raka tertawa lucu ketika mendengar Aina bercerita.

"Yang mau enggak ada sih, mau apa lagi."  Jawabnya jujur.

Jujurkah atau bodoh kok ngaku kalau enggak laku.

"Kalau aku sih ya...  cuma nyari ibu buat anak aku, kasihan masih kecil."

"Hah!  Duda..! Apa ini kan di bio aku bilangnya single kok Dude Harlino?!"
Aina tercengang.

"Kamu duda?"  tanyanya mencoba menyakinkan.

"Kamu keberatan ya kalau aku duda?"
Wajahnya dihiasi tanda pasrah

"Maaf kalau di bio aku bilangnya bujangan.."

Aina diam tidak mengatakan apa pun hanya senyum canggung saat ini menghiasi bibirnya.

"Bolehkan aku tetap menghubungi mu?"

"E. em. iya bo-boleh kok, jalan dulukan ya?"  Aina mencoba biasa tapi entah tenggorokannya kering.
Kalau tahu begitu dia akan memesan juss dengan ekstra besar tadi.









CALON MANTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang