Hujan

51 10 3
                                    

"Hujan, Raph" ucap Rose sambil memandang keluar jendela cafeteria.

"Langit ikut sedih, Rose. Sebab hari ini adalah hari terakhir kita bertemu."

Iya, Raphael dan Rose dipisahkan oleh jarak yang begitu tega. Demi sebuah masa depan, Raphael meninggalkan Rose sendiri di Jakarta sedang Raphael pergi ke London untuk melanjutkan studinya.

Raphael pernah bilang "masa depan itu harus di perjuangkan. Apalagi masa depanku nanti bersamamu, Rose. Aku tidak ingin melihatmu sengsara bersama anak kita nanti."

"Rapha.."
"Ada apa, Rose?"
"Bisa tidak pulangnya nanti saja? Rinduku masih belum sepenuhnya terobati."

"Rose.." ucap Raphael dengan lirih.
"Aku masih ingin berlama-lama denganmu, aku ingin kamu menemaniku disini." mata Rose mulai berkaca-kaca.

Raphael menggenggam kedua tangan Rose, menyentuhnya dengan hati-hati seolah-olah tangan Rose adalah berlian yang harus dijaga dengan ekstra.

"Sabar ya? Bertahanlah sebentar lagi, aku tahu kamu orang yang sabar, orang yang kuat. Jangan begini, jangan buat aku berat untuk meninggalkanmu sendirian disini."

Rose menunduk dalam, ia tidak ingin Raphael melihatnya menangis lagi.

Ntahlah, semenjak Raphael datang ke Jakarta. Rose tiba-tiba merasa rapuh, apa perihal itu? Dia juga tidak tahu.

Ingin sekali rasanya Rose menanyakannya, namun ia enggan.
Takut mendengar apa yang akan keluar dari mulut Raphael.

GlückTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang