Di tengah hiruk pikuk kantin kampus, berkumpul lah 4 orang pemuda yang tengah menikmati makanan mereka. Keempat pemuda dengan latar belakang yang berbeda tenggelam dalam kenikmatan duniawi yang bernama mengunyah makan.
Dalam setiap suapan terlihat begitu khusyuk mengingat hari ini merupakan penghujung bulan. Saat dimana waktu-waktu makan pagi (sarapan) digabungkan dengan makan siang. Kadang jua saat makan malam menjadi satu-satunya nutrisi yang didapatkan tubuh dalam dua kali putaran jarum pendek jam.
Disaat semua dari mereka selesai menyantap hidangan siang itu, mulailah salah satu dari mereka angkat bicara.
"Agama itu candu bro..." bukanya sembari menyilangkan sendok dan garpu di atas piring kaca yang sudah tak bersisa hingga dasar.
Gagasan tersebut langsung memecah keheningan diantara mereka. Ketiga pemuda lawan bicara dari pemuda awal segera melayangkan arah pandangan mereka ke rekannya yang satu ini. Tatapan bingung dapat dari terbaca dari ketiganya.
"Gimana tuh pak?" seorang yang lain menanggapi pertanyaan tersebut.
"Karl Marx bilang agama itu candu berkaca bagaimana realitas kondisi Eropa pada masa kegelapan, dark age." jawabnya.
"Tentang bagaimana agama dijadikan alat pelegalan penindasan bagi rakyat oleh penguasa. Lewat lembaga-lembaga serta individu-individu agamawan, orang-orang dibiarkan khilaf tentang kondisi mereka lewat candu berupa dogma-dogma. Hingga pada akhirnya rakyat tenggelam dalam kemiskinan, dan mereka tetap merasa baik-baik saja dengan pegangan agama. Tidak apa saya miskin, toh nanti saya dapat surga di akhirat." tambahnya.
"Trus apa yang salah cuy? Kan emang agama itu bertujuannya bukan untuk hal-hal materialistik saja cuy." sahut yang lain.
"Nah itu dia, para penguasa sering menggunakan logika itu bro "Gak papa kita miskin, tertindas, dikuasai. Nanti anda dapat jaminan surga, Tuhan bersama orang-orang yang tertindas." Sementara si penguasa brengsek ini terus memperkaya diri dengan memeras rakyatnya. Nah kalangan agamawan saat itu kemudian memberi candu tuk menenangkan rakyat sama janji-janji surga bro, makanya agama itu candu." terangnya
Mendengar penjelasan tersebut, ketiganya pun bereaksi dengan cara mereka masing-masing.
"Karl Marx ngomong begitu karena doi lahir di Eropa pak, andai doi lahir di Amerika Selatan atau Timur Tengah gak bakal deh dia ngomong gitu." sanggah pemuda ke-3.
"Gw ngomong fakta sejarah bro, gak bisa sejarah diandai-andaikan." jawabnya.
"Kalau gw beda cuy liatnya, agama itu justru alat melawan penindasan cuy. Coba liat gimana rakyat Mesir di awal abad 20, spirit anti penjajahan rekan-rekan Ikhwan Mesir melawan kolonial Inggris. Atau Gandhi di India di waktu sebelumnya. Itu fakta sejarah juga cuy." jelasnya
"Atau gak usah yang jauh-jauh deh, di Indonesia disaat yang sama pula kan ada juga kiai Hasyim Asyari nyeruin jihad melawan penjajah. Itu bentuk pelegalan penindasan cuy? Enggak kan, sebaliknya malahan." tambahnya
Akhirnya, sang pemuda ke-4 yang sedari tadi diam pun mulai tertarik menuangkan pendapatnya.
"Entu lah salahnya kalau agama digunain buat alat buat negasin kekuasaan dunie. Tujuannye kekuasaan dunie kan semata-mata buat akhirat akhi." bukanya
"Jadi gimana bro?" tanyanya
"Entu bedanya agama sebagai candu sama candu beragama. Kalau agama sebagai candu ya bener kata ente, bisa jadi alat keduniaan. Beda sama candu beragama, insya'allah kalau di Islam beda ceritanye. Jawabnya
"Nih kalau di Islam semua orang sama, kayak kata Rasul yang diriwayatin Imam Ahmad sih:
"Perhatikanlah, kamu bukanlah yang terbaik dari kalangan yang berkulit merah maupun yang hitam, tetapi keutamaan seseorang terletak pada ketakwaan kepada Allah."
"Atau coba aja ente-ente pada buka Al-Hujurat ayat 13, masih pada Islam kan."
"Kalau aku pikir juga pak, Islam juga kan kurang demokrasi apa? Imam sholat salah saja bisa ditegur, malah wajib. Aku ingat kata ustad pas ceramah jum'atan minggu lalu, sampai ada sahabat yang menegur sahabat lainnya karena gak negur dia pas buat salah pas jadi imam. Jadi jauh pak sama nilai-nilai penindasan" tambahnya.
"Emang iya ya bro?" tanya yang lain.
"Kowe tidur mulu sih pas ceramah jum'atan cuy haha" kelakar salah satu diantara mereka.
"Ya kalau di buku yang ane lagi baca, kata Dr. Ali Abdul Halim Mahmud tuh:
"Hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin adalah tanggung jawab."
Jadi ya bukan cuma pemerintah doang yang punya tanggung jawab di pemerintah, rakyat juga punya kewajiban buat mengawasi, menegur, bahkan sampe ke level nurunin pemerintahanya akhi." jelasnya
"Islam juga punya sebuah sistem yang namanya syuro akhi, sama kayak sistem musyawarah di sistem demokrasi moderen." tambahnya.
"Atau kalau kata junjungannya si onta ini, Hassan Al-Banna:
"Sikap diam atas penyelewengan pemerintah adalah kejahatan"
gitu cuy." sahutnya.
"Tapi bro, gw sering liat tuh oknum-oknum Parpol yang gunain alasan "Sami'na watonah" sebagai alasan si empunya penguasa buat maksain keinginannya dia dan partainya." sanggah pemuda pertama.
"Ya sesuai artinye sih akh, "kami dengar, kami taat." ya emang haknye pemimpin. Tapi nih ye, entu berlakunye kalau tuh orang udeh ngelaksanain kewajibannye diye. Kewajiban apa? Melayani tuh jundi-jundinye atau orang-orang yang dipimpin." jawabnya
"Islam atau agama lain bukanlah alat cuy gw pikir, tapi adalah tujuan akhir. Jika agama diperlakukan sebagai alat. Ya kembali lagi pada si pemegang alatnya ini. Ibarat pisau, di tangan ibu rumah tangga pisau bisa berguna sebagai penunjang di dapur. Tapi di tangan seorang pembunuh, pisau dapat menjadi sarana penghilang nyawa seseorang." tutup pemuda ke-3 yang menyudahi diskusi ringan mereka kala jam telah menunjukkan pukul satu siang. Saat perkuliahan kembali siang dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cemilan Sepanjang Bulan
Cerita PendekKumpulan cerita pendek yang berlatar kehidupan sehari-hari. Melihat hal-hal yang luput dari pandangan kita~