"Sutejo Daryono." Suara keras seorang pria paruh baya yang mengampu mata kuliah psikologi umum menggema, dan Jo segera mengangkat tangannya karena namanya disebut.
Dosen itu menatap Jo agak lama dengan raut antara heran dan juga tidak percaya, begitu pula dengan teman-teman sekelas Jo yang lain. Kalau boleh Jo tebak, itu pasti karena ketidak sinkronan antara namanya yang mohon maaf--mungkin dianggap orang kampungan dengan wajah oriental khas negeri tirai bambu.
"Nama saudara, Sutejo?"
Jo menganggukan kepalanya mantap, "Iya Pak, kenapa? Kurang cocok ya sama muka saya yang ganteng begini?" Seisi kelas langsung tertawa mendengar celetukan Jo yang mengandung kadar kepercayaan diri tingkat akut, bahkan dosennya pun juga ikut tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Asalnya dari mana?" Pertanyaan mainstream yang sering ditanyakan dosen saat awal perkuliahan pun akhirnya terlontar.
"Jakarta Pak."
"Orang tua?"
"Jakarta juga."
Dosen yang bernama lengkap Rudi Wibowo itu menggaruk-garuk kepalanya yang sudah beruban di berbagai sisi itu. "Kok bisa begini ya namanya?" ujar Pria itu heran.
"Kalo diceritain kronologis nya bakal panjang, bakal jadi satu novel sendiri pak." Jo tersenyum sebelum melanjutkan kalimatnya, "Jadi skip aja ya cerita detailnya, intinya nama saya itu adalah nama supir angkot yang sangat berjasa pada hidup saya dan mami saya pak!"
"Apa jasa beliau memangnya?" tanya Pak Rudi kembali.
"Yah, bapak kepo nih," celetuk Jo bercanda.
Pak Rudi tersenyum tipis, bukan hanya namanya saja yang unik untuk ukuran anak yang lahir di era 2000an dan tidak memiliki darah Jawa tengah, Jawa Timur, atau bahkan Jogjakarta. Tapi kepribadian cowok satu itu juga unik dan menarik untuk dipelajari ternyata.
"Pak, kok senyum doang? Jangan gitu lah pak, saya jadi bingung bapak ini senyumnya beneran senyum apa senyum dengan makna lain." Jo menyerocos lagi, dan kali ini Vania melirik ke arahnya.
Vania tidak habis pikir, kenapa Jo se-berisik ini?
Pak Rudi menggeleng, sudut bibirnya masih terangkat. "Nggak apa-apa."
"Yaudah deh saya kasih tau jasa nya pak Tejo apa." Jo menghela napas, dia memutuskan untuk cerita karena takut Pak Rudi memang punya maksud lain dibalik senyumannya yang aneh itu. "Jadi dulu tuh mami saya kan mau melahirkan Pak, nah terus beliau yang nganter mami saya ke rumah sakit. Sebagai rasa terimakasih, mami ngasih nama saya persis sama kaya nama bapak itu, Sutejo Daryono, padahal sebenernya muka ganteng kaya saya lebih cocok di namain Tao Ming tse, iya kan Van?"
Vania menatap Jo yang juga menatap ke arahnya minta persetujuan. Mata mereka saling bertemu selama beberapa saat sampai akhirnya Vania memalingkan matanya lalu bergidik ngeri.
"Apa sih, cringe banget tau gak," sahut Vania pelan.
"Yang penting kan ganteng." Jo tersenyum tipis.
Seperti yang bisa ditebak, respon Vania tidak jauh-jauh dari muka jijik dan putaran bola mata jengah. Jo ini perpaduan sempurna untuk ukuran manusia yang akan membuatnya ilfeel.
Pertama, dia sok kegantengan.
Ke-dua, dia sok kenal sok deket, ngapain coba sok sok minta Vania untuk mendukung ucapan halunya barusan?
Dan yang terakhir, cowok itu berisiknya minta ampun, sekali ngoceh bisa panjang banget kaya perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Vania harus banyak-banyakin sabar aja sepertinya untuk satu semester ke depan. Semoga psikologis nya gak terguncang karena harus satu kelas dengan manusia modelan Jo begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIREPROOF
Teen Fiction[Spin Off MAGENTA] Ternyata menjadi orang yang ramah dan juga hangat kepada semua orang gak menjamin bahwa semua orang pun akan memperlakukan dirimu dengan cara yang sama. Setidaknya itulah yang seorang Sutejo Daryono rasakan dari sikap Vania Shabir...