"LOH, Vania kok di sini?" salah satu cowok dengan mata sipit terkejut dengan kehadiran Vania di sini, apalagi posisinya cewek itu merupakan pelayan di sini.
Vania menghela napas kasar, untuk apa pula cowok itu bertanya lagi? Bukankah dari penampilannya sudah jelas bahwa Vania merupakan pelayan di kafe ini?
"Ini buku menunya, silahkan diputuskan mau pesan apa." Vania menyodorkan buku menu ke meja dengan senyuman, dia terpaksa menarik sudut bibirnya meski sebenarnya males banget kalau harus senyum di depan ke tiga cowok tersebut, terlebih cowok sipit yang bernama Sutejo Daryono tersebut. Namun apalah daya, ini tuntutan pekerjaannya, dia haruslah profesional.
"Kalo lo gak inget, kenalin lagi nama gue Jo." Cowok itu memperkenalkan dirinya kembali lalu dia menunjuk ke arah temannya yang berperawakan tinggi besar. "Ini Nando, nah yang satunya lagi Fandi. Inget kan? Kita sekelas waktu matkul psikologi umum kemarin."
Vania menghela napasnya sekali lagi, dia masih berusaha tersenyum. "Iya, aku inget kok," jawab Vania dengan logat medok khasnya.
"Terus, lo ngapain di sini?"
"Jo, bukalah mata kau yang sipit itu lebar lebar! Masa kau tidak bisa lihat dia ini kerja?" Nando geregetan sendiri sama Jo.
"Lah iya, mbok ya dilogika aja gitu loh," tambah Fandi.
Ngomong-ngomong soal Fandi, cowok dengan perawakan kurus dan rambut sedikit gondrong ini adalah mahasiswa asli Jogja. Rumahnya tak jauh dari kampus, itulah kenapa kalau datang ke kampus Fandi ini suka mepet. Logat Fandi kalau bicara juga persis dengan Vania, ya maklum saja mereka kan berasal dari daerah yang sama.
Jo pertama kali mengenal Fandi pun saat OSPEK dahulu, sama dengan bagaimana Jo bisa mengenal Nando. Obrolan mereka yang nyambung membuat mereka bisa cepat akrab meski belum lama kenal.
"Jadinya mau pesan apa?" Vania bertanya kembali, cewek itu sudah siap mencatat pesanannya di buku catatan miliknya.
"Pesen nama lo buat didaftarin di KUA boleh gak?" Jo nyengir kuda, sedangkan Vania menatap cowok itu dengan wajah nyaris tanpa ekspresi.
Vania shock dengan ucapan Jo, ternyata selain super berisik, cowok itu juga nampaknya suka ngegombal. Lihat saja kata-kata yang barusan cowok itu lontarkan, cringe sekali bukan?
"Pepet terus!!!" seru Fandi, cowok itu terkekeh.
"Kau ini Jo, baru juga kenal udah main gombal aja." Nando ikut menimpali.
Jo terkekeh, matanya yang sudah sipit kini tinggal segaris. "Ya namanya juga usaha," ujarnya dia tersenyum lalu pandangannya beralih ke Vania. "Bercanda Van, gak usah dianggep serius. Tapi kalo lo mau serius, gue juga siap kok, nanti lo gue kenalin ke mami gue," tambah Jo kembali.
Ucapan itu direspon Fandi dan Nando dengan gelengan kepala, sedangkan Vania, dia benar-benar bingung harus bagaimana. Ingin sekali dia marah-marah pada cowok di depannya ini, namun dia terpaksa memendam emosinya karena ini adalah tempatnya bekerja apalagi Jo posisinya adalah pelanggan yang mana pelanggan itu adalah raja.
Jadi Vania tidak bisa berbuat apa-apa selain memaksakan untuk tetap tersenyum.
"Kalian mau pesen apa?" Jo bertanya pada Fandi dan Nando.
"Aku sih manut kamu aja, wong yang bayarin juga kamu," ujar Fandi.
"Sama, aku ikut kau aja lah." Nando menimpali.
Tadi sepulang dari kampus Jo mengajak mereka berdua untuk pergi nongkrong di kafe karena cowok itu merasa benar-benar gabut di kosan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIREPROOF
Teen Fiction[Spin Off MAGENTA] Ternyata menjadi orang yang ramah dan juga hangat kepada semua orang gak menjamin bahwa semua orang pun akan memperlakukan dirimu dengan cara yang sama. Setidaknya itulah yang seorang Sutejo Daryono rasakan dari sikap Vania Shabir...