3. KERJA SIH. TAPI... [Revisi]

4K 386 45
                                    

Poppy selalu tiba di tempat kerjanya satu jam lebih awal, untuk menunggu truk pengantar sayur-mayur datang pada pukul lima pagi. Walau memang pada akhirnya, Poppy harus tidur lebih cepat dan bangun dini hari. Syukurnya, jarak antara tempat kerja dan rumah indekosnya hanya sekitar satu kilometer. Tidak terlalu jauh jika harus ditempuh dengan sepeda motor. Namun, tetap saja, perasaan was-was akan adanya penjahat selalu muncul dalam benak gadis itu. Demi menghindari hal tersebut, Poppy berusaha tidak terlalu menonjol saat pergi ke tempat kerja. Ia selalu menyimpan tas di balik jaket gombrong yang dikenakannya, menyelipkan rambut ke dalam helm, juga mengenakan celana berbahan denim agak besar agar tidak terlalu nampak seperti perempuan.

Meskipun memiliki waktu berangkat kerja yang tidak biasa, jam pulang Poppy ternyata lebih cepat. Bisa dipastikan, sebelum azan zuhur berkumandang, Poppy sudah kembali berada di indekos. Tentunya, setelah memastikan tidak ada sayur mayur yang busuk, daftar untuk bahan untuk esok selesai dibuat, pemesanan bahan baku kepada para distributor telah disepakati, Poppy bisa meninggalkan kantor tepat jam duabelas siang karena jam kerjanya telah usai. Seminggu ini, Poppy sangat menikmati pekerjaan barunya tersebut.

"Pop, besok bisa bantu di dapur nggak? Ada pesanan besar dari kantor pemerintahan, kita kekurangan tenaga. Bantuin ya?" salah satu pengawas senior di tempat kerja Poppy meminta bantuan padanya.

"Em. Boleh, Bu," jawab Poppy mengiyakan. Dalam benaknya gadis itu berpikir, tidak ada yang salah jika melembur barang sehari, kan?

***

Hari pertama membantu di dapur terasa melelahkan, tetapi Poppy cukup senang. Gadis itu teringat suasana di desa tempat tinggalnya jika sedang ada kenduri, atau hajatan besar seperti pernikahan serta sunatan. Saling gotong-royong memasak makanan, sembari bersenda gurau, suasana seperti ini membuat Poppy rindu kampung halaman, rindu keluarganya.

"Nak, Poppy nangis?" tegur seorang ibu yang merupakan salah satu petugas memasak makanan.

"E-enggak, Bu. Matanya pedes kena asap," ujar Poppy beralasan. Saat itu ia memang sedang memasak nasi secara tradisional memakai tungku kayu bakar.

Pemilik katering memang masih mempertahankan beberapa tata cara memasak tradisonal. Beliau mengatakan, dengan memakai cara tersebut dapat membuat cita rasa serta aroma masakan menjadi lebih nikmat secara alami, ketimbang memasak menggunakan metode modern.

"Jarang-jarang loh, anak jaman sekarang pinter ngaron nasi, kayak Nak Poppy ini."

Gadis itu memberikan senyum tulus sebelum membalas ucapan wanita paruh baya di hadapannya.

"Poppy dari desa, Bu. Ibunya Poppy juga sering masak nasi seperti ini. Makanya Poppy ngerti."

Ibu petugas masak itu mengangguk-angguk paham, beliau beranjak pergi, tetapi segera kembali lagi dengan membawa sebuah gelas dan sendok sayur. Awalnya Poppy tidak mengerti apa yang akan dilakukan ibu itu. Namun, ketika beliau menunduk ke arah wajan besar, mengumpulkan air rebusan nasi setengah jadi dan memasukkannya ke dalam gelas. Barulah Poppy paham tindakan ibu tersebut.

"Ibu ngambil air tajin," ucap Poppy semringah.

"Nak Poppy mau?"ujar sang ibu balik bertanya.

Poppy mengangguk bersemangat. Tanpa sadar air matanya kembali jatuh membasahi pipi. Ia berjanji dalam hati, akan menelepon ibunya sesegera mungkin setelah kembali pulang dari bekerja.

***

Selepas kenangan manis penuh kerinduan pada saat pertama kalinya memasuki dapur tempat kerjanya, ternyata hari-hari berikutnya pun, Poppy masih tertahan di sana. Selalu saja ada pekerjaan yang diperintahkan oleh pengawas senior. Entah untuk mengaduk sayur sepanci besar, memotong sayuran, mencuci peralatan memasak bahkan membuang sampah. Waktu kerjanya tidak lagi tujuh jam dalam sehari. Poppy tetap berangkat pada jam empat subuh, tetapi jam pulangnya menjadi pukul sebelas malam.

FRUKTOSA [ Tamat ] PINDAH KE CABACA. TERBIT TIAP SABTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang