Part 3

535 68 18
                                    

Arloji itu mempunyai kekuatan yang terbatas. Hanya sewaktu belum purnama dan hari tertentu pemakainya dapat dipindahkan ke tempat yang jauh. Cara pengunaannya pun tidak ada yang tau pasti. Hanya satu orang yang tau caranya.
Pria misterius Yoo Kyungsim. Ia adalah penggembara yang baru pulang dari Jepang. Tidak seperti orang kebanyakan yang lebih memilih menetap di Joseon, dirinya lebih suka menggembara ke negara tetangga. Pikirannya luas seperti bukan orang joseon asli,mungkin nyatanya bukan. Hari dimana penerimaan kasim baru membuat pria itu tertarik untuk sesekali mengenal bagaimana keadaan di dalam istana. Dengan segala cara Kyungsim masuk ke istana tanpa mengalami hambatan berarti. Dan tepat sekali ia ikut dengan Raja dalam perjalanan menghadapi Jepang.

Para orang istana tentu khawatir. Termasuk Joohyun yang mengkhawatirkan Doyoung yang pergi menghadapi Jepang dan Ibu Suri yang tidak mau menyelamatkan diri atau pergi dari istana.

"Yang Mulia, tolong ikuti saran kepala dayang." Joohyun tetap memaksa Ibu Suri yang masih berkeras untuk tinggal di sini. Pelaporan terakhir pasukan Jepang berhasil melumpuhkan ratusan atau mungkin ribuan prajurit Joseon yang membuat semuanya semakin khawatir.
"Bagaimana denganmu? Kau juga akan tinggal disini kan." Ujar Ibu Suri dengan menatap tajam Joohyun. Ya, Joohyun khawatir dengan Ibu Suri tapi tidak dengan dirinya sendiri, kalau ia mati dibunuh oleh Jepang setidaknya ia mati dengan jabatan sebagai bukan Ratu pengecut yang meninggalkan rakyat dan istananya.

"Jangan paksa aku. Kita itu sama, nak." Kata Ibu Suri tegas. Joohyun pun tidak bisa berkata-kata lagi. Ia berjalan keluar dari kamar Ibu Suri lalu menyuruh kasim dan dayang untuk berkumpul.

"Sudah diputuskan. Ibu Suri dan aku tidak akan meninggalkan istana. Jika, kalian ingin menyelamatkan diri dari serangan Jepang silahkan tinggalkan istana ini. Pintu terbuka lebar untuk kalian."
Semua orang begitu terkejut mendengar pengumuman Ratu. Mereka menangis dan bersujud di depan Ratu.

"Yang Mulia, tolong jangan seperti ini!"

Dengan wajah datarnya Joohyun melihat mereka dengan perasaan sedih.
"Tolong selamatkan rakyatku. Beritahu mereka Joseon dalam bahaya. Selamatkan keluarga kalian sebelum terlambat." Ujar Ratu tanpa mengindahkan teriakan para kasim dan dayang, dirinya berjalan menuju tempat Raja. Disana terlihat para mentri hanya berbicara tanpa melakukan apapun.
"Apa yang kalian lakukan?! Segera ambil tindakkan! Beri tahu semua rakyat untuk mengungsi! Dasar bodoh."
Joohyun berteriak kesal melihat para mentri ini duduk dan mengobrol seakan tidak tau Rajanya dalam bahaya.

Joohyun berdiri di halaman istana, dibelakangnya ada banyak kasim dan dayang yang menemaninya. Ia menunggu kedatangan adik kesayangannya yang sekarang dalam bahaya.

"Dewa, tolong selamatkan adikku..."

×××

Di masa depan Irene memaksa lagi Jungwoo untuk menjadi model butik milik temannya Wendy. Sekalipun Jungwoo tidak suka dipaksa seperti ini toh akhirnya ia menurut, karena Wendy juga memohon dengan wajah memelas. Dan yah, Jungwoo pun menerima saja untuk menjadi model pakaian butik miliknya yang baru saja dibuka.

"Oke! Bagus sekali."

Wendy bertepuk tangan ketika Jungwoo berhasil melalui paksaan ini dengan lapang dada.
"Besok-besok kalau kau dipinta menjadi model. Harus begini." Ujar Wendy dengan tepukan keras pada punggung Jungwoo. Wajah Jungwoo sekarang terlihat kesal, tapi ia pasrah saja melihat perlakuan para noona-nya ini. Keluar dengan perasaan yang masih kesal, Jungwoo memutuskan untuk naik bis umum karena Irene tidak bisa mengantarnya pulang. Udara begitu dingin membuat Jungwoo merapatkan jaketnya sembari berjalan menuju halte bis. Nafasnya sampai terlihat karena udaranya sungguh dingin.
"Harusnya aku membawa jaket tebal." Gumamnya pelan.

Seorang pemuda tiba-tiba muncul dari sungai. Bibirnya pucat dan tangannya masih memegang arloji kuno. Pakaiannya seperti Raja jaman Joseon. Baju merah dengan sulaman naga dan baju zirah yang berat. Tak menunggu waktu lama kedua mata itu terbuka. Dirinya masih hidup. Pria itu bangun dengan keadaan basah kuyub di malam yang begitu dingin.

"Dimana ini?!"
Kepalanya begitu pusing seperti dihantam sesuatu yang keras. Ia bangkit dari tempatnya lalu berjalan menepi. Doyoung begitu bingung dengan tempat yang dilihatnya sekarang, ada bangunan tinggi yang menjulang lalu banyak orang yang memegang sesuatu dan ditempelkan di telinga.

Apa itu?

Orang-orang pun tidak ada yang hormat padanya seperti yang dirasakannya dulu. Mereka acuh dan melihat Doyoung seperti orang aneh. Baju mereka berbeda, bahkan perempuan pun memakai baju pendek yang hanya ditutupi oleh jaket. Laki-laki tidak ada yang berambut panjang dan di ikat. Sungguh aneh padahal rambut panjang laki-laki adalah sebuah kebanggaan tapi semuanya yang dilihatnya sekarang berpotongan pendek. Membuat Doyoung semakin bingung. Dunia apa ini? Apa dirinya pergi ke dunia lain? Atau jangan-jangan dia sudah mati?

"Dunia apa ini?!"

Dengan pelan Doyoung melepas baju zirahnya lalu duduk dengan tangan yang mendekap tubuhnya sendiri yang akan membeku.

"Sialan..."

Rasanya Doyoung akan mati dua kali. Mata itu perlahan tertutup, Doyoung tidak sadarkan diri dengan baju zirah disampingnya. Sial bagi Doyoung, di malam dingin itu tidak terlalu banyak orang lewat sekalipun ada mereka terburu-buru dan tidak bisa membantu Doyoung yang kedinginan.

Sedikit takut, Jungwoo berjalan sendiri dengan udara yang semakin dingin. Ia memegang kalung salibnya dengan erat, di dalam hati Jungwoo berdoa agar tidak ada bahaya. Jaman sekarang bahkan manusia lebih menakutkan dibandingkan hantu.

"Tunggu..."

Kakinya berhenti, Jungwoo memicingkan matanya. Ia melihat seseorang yang tergeletak sendirian dan tak sadarkan diri.

"Huaaa!!!" Jungwoo berteriak. Ia berlari menjauh. Jujur saja ia takut dengan jasad. Tapi kalau dipikir-pikir jika orang itu masih hidup dan Jungwoo membiarkannya disana, sama saja ia membunuh satu manusia. Berjalan mundur dan mendekat pada pemuda itu, Jungwoo melihatnya dengan hati-hati ia memberanikan diri untuk menempelkan tangannya ke leher pemuda itu.

Denyut nadinya masih ada. Pria ini masih hidup tapi badannya begitu dingin. Jungwoo yang merasa kasian lalu menelepon ambulan.

"Ya Tuhan semoga orang ini tidak mati." Ujarnya lalu memeluk tubuh pemuda itu agar tidak kedinginan. Sekalipun tidak sadarkan diri pemuda asing itu masih memegang erat arlojinya.

"Dengan atas nama siapa?"
"Kim Jungwoo."
Tidak ada yang tau identitas pria tersebut dan mau tak mau Jungwoo memutuskan untuk bertanggung jawab atas pemuda itu. Semua biaya ditanggung oleh Jungwoo. Setelah selesai membayar, Jungwoo menemui dokter yang menangani pria itu.

"Bagaimana, Dokter?"
"Untungnya dia tidak apa. Kalau terlambat sedikit dia pasti sudah mati."

Dokter mendiagnosis bahwa dirinya terkena hipotermia karena ia berada di tempat dingin dengan keadaan basah kuyub. Lega rasanya mendengar pria itu selamat.

"Hm. Arloji yang bagus." Ujar Jungwoo seraya memegang sebuah arloji.
Ia sadar arloji itu berharga bagi orang yang ditolongnya, karena sewaktu Jungwoo menemukannya, tangan itu sungguh memegang erat arloji ini. Oleh karena itu Jungwoo mengambil dan menjaga arloji itu agar tidak hilang sampai orang yang ditolongnya ini sadarkan diri.

Semalaman Jungwoo duduk di samping pemuda itu sampai Jungwoo pun tertidur karena kelelahan.


============================

Jungwoo baik banget 😭

His MajestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang