****
Semilir angin kini mulai menyentuh
satu persatu permukaan kulit di tiap inci badan tanpa melewatkan satupun bagiannya. Ditemani setetes cairan bening menggenangi pelupuk mata yang kian meluap menampilkan titik rendah sisi lain yang harus terungkap.Teriakan dan berbagai makian kini makin terdengar dibalik pintu kamar yang telah tertutup rapat. Satu demi satu suara nyaring pecahan kaca tak terelakkan.
Plak
"Dasar lelaki keparat! berani beraninya kau berhubungan dengan wanita lain disaat aku harus membanting tulang demi anakmu dan anakku kau tahu" dengan isak tangis tertahan mengakibatkan deru napas terdengar lebih keras dan tersenggal senggal
Gila benar benar menakjubkan ketika kedua orang tua mu hilang kendali dan mengucapkan berbagai racauan dengan tanpa permisi menancapkan sayatan kecil namun meninggalkan bekas mendalam bagi sesosok pendengarnya.
Sang ayah tidak menyahut, entah apa yang terjadi suara menjadi redam tidak ada makian ataupun lemparan benda benda yang terdengar lagi. Aera sempat ragu, ia berniat untuk membuka pintu kamar dan memastikan apakah keadaan diluar baik-baik saja.
Tidak. pikiran konyol macam apa ini, aera sontak menyunggingkan senyuman masam serta menurunkan tatapan kelamnya. Mana mungkin keadaan baik-baik saja setelah peristiwa barusan. Bodoh sekali pikirnya.
Tiba tiba terdengar deruman suara mobil milik ayah menyala dari lantai bawah. Sudah diduga, bahkan selama setahun ini ia selalu mengawasi mereka semua secara diam diam, ayah selalu seperti itu setelah membuat ibu naik pitam akibat perselingkuhan menjijikkannya dengan seorang jalang yang terus ibu tutupi identitasnya. Kemudian ayah lantas pergi entah kemana tanpa mengucapkan kata maaf. Tunggu. bahkan keparat itu tak pantas mengucap satu kata tersebut.
Saat mobil ayah mulai menjauh dari halaman rumah, aku berjalan mendekat ke arah pintu dan membukanya secara perlahan. Pemandangan pertama yang tertangkap oleh irisku yaitu keadaan rumah yang benar benar terlihat seperti baru saja diterjang oleh badai dan beberapa bau anyir akibat tetesan darah akibat pecahan kaca yang berserakan di setiap sudut rumah.
Aku berjalan perlahan dengan napas tertahan sambil menahan tangisan yang siap meledak kapan saja, menurut ingatanku, ini adalah pertengkaran terbesar yang pernah terjadi diantara mereka. Sempat aku melirik pintu kamar ibu yang telah tertutup rapat tanpa suara. Sedikit khawatir pikirku, entah kenapa mengetuk pintu kamarnya saja terasa berat untukku apalagi harus bertatapan ataupun menanyakan keadaannya yang pasti sedang tidak baik-baik saja, sungguh aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan ibu untuk saat ini.
Akhirnya berakhir aku seorang diri yang masih berusaha membersihkan segala kekacauan dengan ditemani sebutir liquid bening yang terus mengalir tak tertahankan.
Tiba-tiba sebuah mobil hitam dengan lampu semipir kuning padam terparkir lambat di pekarangan rumah. Menampilkan seorang pemuda jangkung dengan pakaian casual dominan hitam kegemarannya serta rambut yang nampak berantakan sedang membopong sebuah benda hitam bertuliskan Carhartt, yang bahkan terlihat mahal dengan sekali lirikan
Aera seketika mendongak dan segera bergegas menutup gorden kecil di samping buffet. Setelah mengenali siapa sosok yang manjadi sorotannya kini, ia dengan cekatan membuka pintu rumah yang sama sekali tidak terkunci akibat ditinggalkan sepihak oleh sang ayah.
"Jung akhirnya kamu pulang" ucap aera dengan sorot mata yang menampilkan perasaan terluka serta ditemani bekas cairan bening yang masih setia menggenangi setiap inci pangkal wajah cantiknya.
Sang lawan masih bertahan mengatupkan bibirnya tanpa mengucap kalimat tanya ataupun berniat menjawab pertanyaan sang adik. Ia melangkah lambat dan masih memandang lurus keadaan rumah tanpa berekspresi, termangu getir pikirnya, tiap sudut rumah dipenuhi pecahan kaca, seluruh barang di ruang tamu dijatuhkan dengan sengaja dari tempat asalnya.
Semakin ia menelusuri tiap inci rumahnya semua terasa semakin sesak. Dunianya masih berputar jam dinding pun masih bergerak, tetapi jantungnya serasa berhenti berdetak. Kisah yang malang kembali menimpa pikirnya, bahkan kini menyeret lebih banyak pihak untuk terlibat.
Ingatan demi ingatan masa lalu kini seperti sebuah kepingan puzzle yang tadinya telah hancur berantakan sedang dikumpulkan perlahan menjadi satu karangan kembali. Ia ingat betul bagaimana ayahnya dulu kerap memukuli sang ibu dengan ikat pinggang besar miliknya, tak jarang jika ibu melawan ia tak segan menendang membentur hingga menyeretnya, semua hal tersebut membuat ibunya terluka fisik serta batin dan berakhir menggenaskan akibat sebotol pil putih penuh yang tidak jungkook kecil tahu apa namanya.
Ia pikir ayahnya akan membaik setelah memutuskan untuk kembali menikah dengan seorang dokter berparas menawan berusia kurang lebih empat puluhan yang terus berusaha merawat gadis kecil cantik miliknya seorang diri.
Bagai tumpukan beton yang dijatuhkan dengan sengaja tepat diatas kepala. Kesadarannya seperti ditarik paksa untuk kembali pada realita kehidupan yang terus menanti akan penebusan. ini nyata. pikirnya
Ingatan yang terus memaksa masuk melalui berbagai celah tak mampu untuk dibendung bak batu yang terus diisi paksa oleh air perlahan membentuk sebuah cekungan yang tak terelakkan dan lapuk secara bersamaan.
"Jung aku ketakutan" ujarnya parau dengan tangan yang masih gemetaran
Akal sehatnya kini mendadak tersentak saat mendengar rentetan kalimat yang keluar barusan. Ia segera memandang sang adik yang nampak kacau melebihi dirinya, dengan sebilah serpihan kaca yang masih ditahan menancap pada permukaan.
"Ra!! kenapa dibiarkan! tanganmu terluka, Tunggu.. jangan bilang kamu lupa meminum obatmu"
Sial! apa yang telah dilakukan lelaki tua itu benar benar tidak bisa dimaafkan.
Sembari berlari menuju kamar sang adik untuk menemukan bagian kepingan kehidupan Aera yang harus ditambal, ia sontak berbicara setengah berteriak dengan memperingatkan adiknya untuk tidak melakukan hal berbahaya dan berjanji akan segera kembali untuk mengobati luka di telapak tangannya. Jungkook terus berusaha membesarkan suaranya agar tetap terdengar oleh adiknya yang sedang berada di lantai bawah, ia tidak ingin suasana hening malah membuat kemunculan masalah baru yang tidak diinginkan.
Seketika ilusi bayangan hitam mulai menghampiri, gelap dan sesak mulai menyambar. Aera berusaha keras menahan kesadarannya, ia tidak ingin membuat sang kakak mengalami banyak hal sulit lagi karenanya. Cukup ibu saja yang harus terluka hingga terlonta lonta karena harus merawatnya seorang diri.
Tunggu, ilusi hitam ini semakin merangsak masuk menekan paksa keluarnya jiwa, kesadaran Aera pun seperti terenggut secara perlahan.
[Sial] kurasa semesta memang mengutuk ku untuk menjadi manusia lemah, dan aku membencinya
Kumohon tidak lagi.
***
maaf ya klo masih banyak kekurangan dalam penulisan atau segala kesalahan lainnya, stay tune terus ya Terra, stay healthy, thx u!
Borahe💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Whalien! [KTH]
Fanfiction[ON GOING] Pria ini mendadak hampir saja kehilangan kewarasannya, berubah gila dan tak masuk akal. Kesepian akibat insiden mengerikan yang menimpa sahabatnya, nyatanya meninggalkan teror serta tumpukan rasa bersalah yang mulai menggerogotinya. Nam...