***
Terik matahari mulai mengisi tiap sudut ruangan yang memang sengaja dibiarkan terbuka. Perlahan kesadaran sang pemilik mulai kembali seutuhnya. Dilirik nya jam dinding yang berdetik pelan tepat di sisi ranjang.
pukul 9 lewat 5
tunggu? astaga, sial. ibu pasti akan memarahiku habis-habisan kali ini. Melewatkan jadwal sekolah akibat kelalaian ku sendiri merupakan salah satu perbuatan yang amat buruk di mata ibu.
Perlahan Aera mulai beranjak dan berusaha mengais kesadarannya yang mulai terkumpul. Ia harus segera memastikan betul apakah ibu benar benar menunggunya keluar kamar untuk memberikan sebuah hukuman sepanjang hari? entahlah. Pening yang dirasakannya memang cukup mengganjal namun, sakit kepala bukanlah suatu hal penting yang harus dipikirkan saat ini ketimbang hukuman yang ibu berikan atas kelalaian yang telah anaknya lakukan.
Pintu terbuka perlahan, menampilkan sesosok hangat sang kakak yang kini tengah tersenyum lebar dibalik pintu.
"Jung?! apakah ibu menungguku diluar? ahh sial kenapa tidak dibangunkan! aku tidak ingin mendapat omelan ibu sepanjang hari kau tahu"
"Hei tenanglah"
Sambil membawa nampan yang masih mengepul berisi satu kotak biskuit coklat dan juga segelas susu kocok panas, jungkook perlahan mendekat ke arah sang adik. Memandangnya perlahan dengan guratan kekhawatiran yang masih saja disembunyikan. Entah kapan kali terakhir ia mampu menyempatkan waktu untuk memandangi sang adik. Rasa rasanya ia telah menjadi sesosok lain, sibuk dengan pekerjaan dan abai pada sekitar. Sampai sampai ia melupakan sesosok adik kecilnya telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang kini ada dihadapannya.
"Ibu berpesan kepadaku, akan lebih baik jika kamu beristirahat dirumah selama beberapa hari hingga kondisimu membaik"
"Benarkah? wahh senang sekali mendengarnya"
Dengan senyum yang masih merekah dibibirnya aera berusaha meraih sebiji biskuit coklat disisi sang kakak dan langsung melahapnya dengan cekatan.
"Ra apa kamu tidak ingin ikut denganku berkunjung ke rumah abu, kurasa kamu mungkin merindukan Sebin sejak kepergiannya 3 bulan yang lalu. Melihat berapa dekatnya kalian dulu pasti sangat sulit bagimu berjalan sendiri tanpanya lagi"
Mengerjap. Sambil memandang langit biru yang menyambutku diluar, namun terasa kelabu di sekelilingnya. Keringat dingin mulai mengucur di sekitar pelipis. Perasaan ini kerap kali muncul saat seseorang menyebutkan nama Sebin. Entah, ikatan macam apa yang telah kami bentuk, sampai-sampai rasanya jika seseorang menyebut nama Sebin, aku terasa seperti sesosok mayat hidup yang dibiarkan tergeletak di tengah ladang tertutup gundukan jerami hingga tak ada yang tahu bahwa ada bangkai hidup yang berusaha merogoh secuil udara di dalamnya.
"Ra? bagaimana? apa kamu setuju?"
Bagai ditarik paksa untuk kembali tersadar, aera tersentak akibat seruan jungkook sambil menuntut berbagai rentetan pertanyaan.
"Uhm baiklah, mungkin berkunjung ke rumah baru sahabatku bukanlah sesuatu hal yang buruk, lagipula aku memang sedang merindukannya saat ini".
***
Seketika Aera menggigit bibir bawahnya sekilas, akibat kejutan singkat yang mereka dapatkan seusai sampai di rumah abu. Angin khas musim dingin menjamah tiap bagian tubuh hingga terasa menusuk permukaan kulit, seolah menjadi sambutan atas kedatangannya. Setelan long coat cardi tebal nyatanya tak mampu memberikan kehangatan bagi sang empunya. Kembali menahan diri agar isak tangis tidak meledak saat ini juga, merupakan sebuah obstacle sulit yang harus Aera lalui. Bertemu dengan sahabat dalam keadaan seperti ini bukanlah keinginan tiap-tiap manusia. Namun, apa boleh buat? hidup harus tetap berjalan bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Whalien! [KTH]
Fanfiction[ON GOING] Pria ini mendadak hampir saja kehilangan kewarasannya, berubah gila dan tak masuk akal. Kesepian akibat insiden mengerikan yang menimpa sahabatnya, nyatanya meninggalkan teror serta tumpukan rasa bersalah yang mulai menggerogotinya. Nam...