"Kalau Neonapasin separuh napasku, kalau kamu sepenuh hatiku."
-Anin yang mulai gila.
-----
Anin kini sedang berguling-guling di kasurnya sambil melihat ponselnya. Ia menggigit bibir dalamnya menahan teriakan. Pasalnya, kini ia telah mendapat nomor whatsapp Rafif dari grup eskul sastra.
Anin menimbang-nimbang antara ingin chat atau tidak. Ia juga bingung hal apa yang bisa ia jadikan modus untuk bisa mengechat Rafif.
Chat?
Tidak?
Chat?
Tidak?
Anin terus menggumamkan kata-kata itu lebih dari sepuluh kali sambil memutar-mutar ponselnya.
Tok tok tok
"Anin?"
Terdengar sebuah panggilan dari luar kamarnya, namun tak dihiraukan olehnya.
"Anin? Kata bunda disuruh makan!"
Tidak ada sahutan.
"Anin? Tidur kau?"
Tetap tidak ada sahutan.
"Anin!"
Braak!!
"Astagfirullah." teriakan serta dobrakan pintu membuat Anin reflek melemparkan ponselnya ke kasur. Gadis itu mendengus sebal begitu melihat sang abang lah pelakunya.
"Bang Faraz apaan sih? Pintu Anin rusak nanti." Anin mendengus sebal, akibat perbuatan abangnya itu ia jadi gemetar karena kaget.
"Kamu lagian, abang panggilin juga, kagak nyaut-nyaut. Lagi apa sih emangnya? Pasti sibuk main hape ya?" Faraz mengambil ponsel Anin yang tergeletak di kasur membuat Anin bangkit dari posisinya.
"Ih Abang apaan sih? Balikin sini!" Anin berusaha meraih ponsel yang diacungkan tinggi-tinggi oleh abangnya itu.
Bukannya apa-apa sih, hanya saja tadi dia belum sempat keluar dari roomchat Rafif. Bisa bahaya kalau sampai abangnya itu mengadu.
Faraz menjauh dari Anin sembari menahan kepala gadis itu dengan telapak tangannya, sedangkan yang satunya ia pakai untuk mengecek ponsel adiknya itu.
"Weitss roomchat cowok nih. Kamu mau chat-an sama dia ya? Abang bilangin bunda nih kalau kamu lagi jatuh cinta, hahahaha." Faraz tertawa menggoda Anin yang tiba-tiba terdiam.
"Ish, apaan sih bang? Sini balikin hape Anin!" Anin berusaha meraihnya, namun tetap saja tidak bisa.
"Sini kejar abang dulu!" Faraz berlari keluar kamar Anin, kemudian turun ke ruang makan.
Ina yang sedang menyiapkan makan malam pun terkejut melihat anak-anaknya berlarian seperti anak kecil. Faraz yang mengangkat tinggi-tinggi ponsel Anin sedangkan adiknya itu masih terus berusaha menggapainya.
"Astagfirullahaladzim, Abang, Adek, kenapa kalian lari-lari macam anak kecil seperti ini?" Ina mengelus dada melihat mereka yang masih saling kejar-kejaran mengelilingi rumah.
"Itu Bun! Abang nakal tuh!" Anin masih mengejar Faraz yang tak mau mengalah.
"Abang, kasih adiknya ya ampun. Kalian sudah besar, Nak!"
"Tuh kan Bunda! Abang ga mau bagi hape Anin, Anin cape larinya Bunda ...." Anin duduk di lantai akibat kelelahan, kesempatan itu Faraz gunakan untuk memperlihatkan sesuatu di ponsel Anin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Calon Imam!
Teen FictionAnindita Keisha Zahra, gadis kekanakan dengan tingkah yang sering memalukan itu berani dengan terang-terangan mengejar sang kakak kelas yang terkenal tampan dan sholeh. Rafif Azka Raffasya. Cowok yang menjadi idaman semua gadis di sekolahnya, sikap...